Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Moderasi Beragama untuk Generasi Z: Kunci Toleransi Sejati di Pusaran Digital

Saat ruang digital penuh hoaks dan provokasi, moderasi beragama menjadi bekal penting untuk Gen Z. Yuk ajak mereka membangun sikap toleran.

Oleh Elza Tri Ristianti

Generasi muda masa kini hidup di tengah pusaran digital yang serba cepat, dibanjiri oleh informasi tanpa batas dan perbedaan pandangan. Ironisnya, keterbukaan media sosial sering menjadi bumerang: isu keagamaan mudah dipelintir, dijadikan alat provokasi, dan diubah menjadi pemicu konflik. Maka dari itu, moderasi beragama adalah sebuah keharusan mendesak. Ini bukan lagi sekadar teori keagamaan, melainkan keterampilan hidup vital yang harus dikuasai Gen Z agar dapat berinteraksi secara sehat dan damai.

Moderasi Beragama untuk Generasi Z

Lalu Mengapa Moderasi Jadi Wajib untuk Generasi Z?

Ada tiga alasan kuat mengapa Gen Z wajib membekali diri dengan sikap moderat:

  1. Benteng Badai Digital: Mereka adalah target utama badai informasi. Hoaks, provokasi, dan isu sensitif sering meledak di media sosial. Moderasi adalah filter digital mereka.
  2. Harmonisasi Multikultur: Pergaulan Gen Z sangat luas dan multikultural. Tanpa sikap toleran, perbedaan latar belakang agama dan budaya akan dengan mudah berubah menjadi gesekan yang memecah belah.
  3. Fondasi Masa Depan: Sebagai penentu arah bangsa, pola pikir moderat mereka hari ini akan menjadi pondasi kokoh bagi terciptanya kehidupan sosial, pendidikan, dan politik yang stabil dan harmonis di masa depan.

Ciri-Ciri Utama Generasi Moderat

Bagaimana cara mengetahui seseorang sudah menghidupkan moderasi beragama? Lihatlah indikator-indikator sederhana ini:

  1. Menghargai Perbedaan: Mereka menghormati keragaman cara berpikir, keyakinan, dan budaya.
  2. Jauhi Ujaran Kebencian: Mereka berkomitmen untuk tidak menyebar kata-kata atau konten yang menyerang di media sosial.
  3. Prioritaskan Dialog Sehat: Mereka memilih berdiskusi secara beradab, bukan menyerang atau berdebat.
  4. Terbuka, Tapi Prinsip Kuat: Mereka mampu membuka diri terhadap pandangan baru tanpa mengorbankan keyakinan esensial mereka.
  5. Anti-Hoaks: Mereka tidak mudah terpancing konten provokatif dan selalu memverifikasi kebenaran informasi sebelum mempercayainya.

Sikap-sikap inilah yang membuat ruang digital dan lingkungan sosial menjadi lebih sehat, sekaligus efektif mengurangi potensi perpecahan.

5 Langkah Praktis Menjadi Generasi Moderat

Moderasi beragama adalah tanggung jawab bersama. Baik pelajar, guru PAI, maupun orang tua bisa menerapkan lima strategi sederhana ini:

  1. Penguatan Literasi Media: Ajarkan Gen Z untuk memverifikasi informasi secara kritis. Fokuskan pada pengenalan ciri-ciri hoaks dan propaganda yang sering menggunakan isu agama untuk memecah belah.
  2. Membangun Budaya Diskusi: Dorong Gen Z untuk berdiskusi (bukan berdebat). Latih mereka untuk menyampaikan pendapat dengan etika (adab) dan kemampuan mendengarkan orang lain secara terbuka.
  3. Pahami Rahmatan lil ‘Alamin: Perkuat pemahaman bahwa agama membawa nilai kasih sayang, keadilan, dan kemanusiaan universal. Pemahaman mendalam ini adalah tameng terkuat dari pemikiran ekstrem.
  4. Aksi Nyata Toleransi: Tunjukkan sikap toleran yang konkrit di keseharian. Contohnya adalah menghormati teman beda keyakinan, kerja bakti lintas agama, atau kolaborasi sosial tanpa memandang latar belakang kelompok.
  5. Teladan yang Konsisten: Guru dan orang tua harus menjadi model perilaku. Tunjukkan konsistensi dalam bersikap toleran: mulai dari cara berbicara, menanggapi perbedaan pandangan, hingga cara mengelola konflik.

Dengan menerapkan langkah-langkah praktis ini, Generasi Z tidak hanya akan kuat secara iman, tetapi juga mampu menjadi agen perdamaian dan kerukunan di tengah keberagaman Indonesia.

Biodata Penulis:

Elza Tri Ristianti saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.

© Sepenuhnya. All rights reserved.