Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Pendidikan Islam di Era Modern: Menjaga Nilai, Menguatkan Nalar

Yuk bangun masa depan yang lebih baik melalui pendidikan Islam yang memadukan inovasi modern dan nilai moderasi dalam setiap proses belajar.

Oleh Rizki Maulana Firmansyah

Pendidikan Islam hari ini berada pada titik yang menarik. Di satu sisi, ia mewarisi khazanah keilmuan klasik yang begitu kaya; di sisi lain, ia dihadapkan pada tuntutan modernitas yang serba cepat dan kompetitif. Perjumpaan dua dunia ini menjadikan pendidikan Islam bukan sekadar ruang belajar, tetapi arena pembentukan karakter, cara berpikir, hingga arah peradaban.

Pendidikan Islam di Era Modern

Dalam literatur pendidikan, pendidikan Islam selalu dipahami sebagai proses yang menyeimbangkan unsur akal (intelektual), hati (spiritual), dan perilaku (moral). Tradisi pendidikan Islam tidak hanya mengajarkan apa yang dipelajari, tetapi juga mengapa ilmu itu penting dan bagaimana memanfaatkannya untuk kebaikan sosial. Karena itu, pendidikan Islam lahir sebagai proses memanusiakan manusia bukan sekadar membentuk intelektual yang cerdas, tetapi pribadi yang bijak dan bertanggung jawab.

Pada masa klasik, madrasah-madrasah di dunia Islam menjadi pusat transformasi ilmu. Di sana, para pelajar tidak hanya mengkaji ilmu-ilmu agama, tetapi juga filsafat, kedokteran, matematika, astronomi, hingga seni berpikir kritis. Tradisi ini menunjukkan bahwa pendidikan Islam pada dasarnya bersifat terbuka, progresif, dan bersandar pada argumentasi ilmiah. Para ulama tidak anti pada perkembangan zaman, tetapi justru menjadi pelopor inovasi. Semangat inilah yang seharusnya terus dihidupkan di era modern.

Di tengah derasnya arus digitalisasi, pendidikan Islam memainkan peran strategis. Peserta didik hari ini hidup di dunia yang dipenuhi informasi tanpa batas, namun sering kehilangan orientasi nilai. Pendidikan Islam hadir sebagai kompas moral dan intelektual. Ia menuntun peserta didik untuk tidak hanya menguasai teknologi, tetapi juga memahami etika, empati, dan tanggung jawab sosial. Dengan demikian, pendidikan Islam tidak tertinggal oleh modernitas, melainkan menjadi mitra yang mengarahkan modernitas agar tetap beradab.

Lebih jauh, pendidikan Islam menjadi wadah penguatan Moderasi beragama. Melalui kajian yang ilmiah dan dialogis, peserta didik diajarkan bahwa perbedaan bukanlah ancaman, melainkan ruang belajar. Nilai-nilai seperti toleransi, keadilan, dan musyawarah yang berakar kuat dalam ajaran Islam—didorong untuk dihidupkan kembali dalam praktik sehari-hari. Pendidikan Islam yang mengedepankan dialog dan keterbukaan akan melahirkan generasi yang tidak hanya taat, tetapi juga inklusif dan berwawasan luas.

Tantangan ke depan memang tidak mudah. Perubahan teknologi, transformasi sosial, dan dinamika global menuntut pendidikan Islam untuk terus berinovasi. Namun satu hal tetap menjadi pegangan: pendidikan Islam harus mampu membentuk manusia yang utuh. Manusia yang tidak kehilangan akarnya, tetapi juga tidak takut menjangkau masa depan. Inilah esensi pendidikan Islam yang sering kali tidak disadari: ia bukan sekadar institusi, melainkan gerakan budaya yang membangun cara berpikir, merawat moralitas, dan memperkuat identitas.

Sebagai generasi muda, kita berada di posisi yang menentukan. Kualitas pendidikan Islam hari ini akan terlihat pada wajah masyarakat beberapa tahun mendatang. Jika pendidikan Islam mampu melahirkan generasi yang kritis, jujur, kreatif, dan moderat, maka ia telah berperan besar dalam membangun peradaban yang lebih manusiawi.

Pendidikan Islam bukan hanya berbicara tentang hafalan, ritual, atau teori, tetapi tentang bagaimana ilmu dijalankan dengan hikmah. Ia adalah ruang pertumbuhan yang menghubungkan tradisi dengan inovasi, menguatkan nalar sekaligus memelihara nilai. Dan selama kedua hal itu berjalan beriringan, pendidikan Islam akan selalu relevan bagi siapa pun yang ingin membangun masa depan yang lebih baik.

© Sepenuhnya. All rights reserved.