Puisi: Kabut Singgah Mata (Karya Fikar W. Eda)

Puisi "Kabut Singgah Mata" karya Fikar W. Eda menekankan pentingnya menghormati dan mengapresiasi lanskap dan budaya setiap tempat yang dikunjungi.
Kabut Singgah Mata


Kabut lembut Singgah mata,
Tanjakan pertama ungu muda,
Menutup ujung jalan,
Kabut bagai gelembung kuah belanga,
Tak ada gegas, resah, juga duka,
Harum pohon basah
Menyergap pori pori,
Kaca mobil terkuak lebar
Burung kecil menyampai kabar,
Terbang manja,
Lewat satu tarikan dalam,
Seluruh kabut
Menutup rongga dada.

Tanjakan berikutnya,
Kabut terkuak bagai tingkap,
Bersusun murung dan rahasia
Lembah putih kanan jalan,
Adalah sayap senyap
Dengan ruasnya yang terjaga

Daun mengirimkan doa,
Bagi penghuni rimba,
Lewat cello Jassin Burhan
Petik sitar Yoyok Harness
Tabuh rapa'i Yoppi Andri
Dan puisi yang diterbangkan angin
Menuju dinding lembah

Beutong Ateuh satu tikungan lagi,
Pada rumah kecil empat sagi
Kami lafazkan doa
Untuk mereka yang pergi
berkalang nyawa

Turunan lain,
Tanoh Depet namanya,
Aman Ulis mengikatkan karung plastik
Pada sepeda motor tanpa plat,
Berisi panenan cabe hari ini.
Bersama istri, kami salam bersapa.

Jembatan Berawang Gading,
Maghrib makin pekat,
Ceh Ramlah, perempuan bersuara merdu, tinggal di seberang jalan.
Maaf, tak bisa singgah.
Tak jauh lagi Celala,
Umah Paloh tempat
Cut Nyak Dhien perempuan mulia

Dari ujung jembatan,
Punggungmu kian samar,
lalu lenyap dalam gelap,
menyisakan kabut di mata,
dan mata orang-orang yang singgah di sana.

13 Desember 2015

Analisis Puisi:
Puisi "Kabut Singgah Mata" karya Fikar W. Eda adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan perjalanan fisik dan emosional melalui berbagai lanskap.

Deskripsi Alam: Puisi ini dimulai dengan deskripsi kabut yang singgah di mata. Ini menciptakan suasana yang lembut dan tenang, di mana warna ungu muda menjadi elemen pengantar yang membangun atmosfer puisi. Kabut digambarkan dengan gamblang sebagai entitas yang menutup pandangan, mengingatkan kita pada perasaan ketidakpastian dan keajaiban.

Perasaan dan Pengalaman: Puisi ini menggambarkan perasaan yang bercampur ketika penulis dan pembacanya bergerak melalui berbagai lanskap. Ketika kabut menutupi pandangan, kita sebagai pembaca merasa seakan-akan kita ikut dalam perjalanan fisik dan emosional yang penuh kejutan.

Gaya Bahasa: Penulis menggunakan metafora dan gambaran untuk menciptakan nuansa puisi yang indah. "Kabut bagai gelembung kuah belanga" adalah contoh penggunaan metafora yang menggambarkan kelembutan kabut. Ini menciptakan citra visual yang kuat.

Struktur Puisi: Puisi ini memiliki struktur yang terdiri dari beberapa bait. Setiap bait menciptakan gambaran yang berbeda tentang perjalanan penulis, mulai dari lanskap yang tertutup oleh kabut hingga pertemuan dengan berbagai karakter dan tempat. Struktur puisi mencerminkan perjalanan fisik dan emosional.

Pesan dan Refleksi: Puisi ini membangun perasaan penasaran dan penghargaan terhadap keajaiban alam serta pengalaman pribadi yang terkandung dalam perjalanan. Hal ini juga menekankan pentingnya menghormati dan mengapresiasi lanskap dan budaya setiap tempat yang dikunjungi.

Puisi "Kabut Singgah Mata" adalah sebuah karya sastra yang memadukan deskripsi alam yang indah dengan perasaan penulis dan pengalaman dalam sebuah perjalanan. Gaya bahasa dan struktur puisi ini memungkinkan pembaca untuk merasakan dan merenungkan perasaan ketika menghadapi keajaiban alam dan pertemuan dengan berbagai karakter dalam perjalanan hidup.

Fikar W. Eda
Puisi: Kabut Singgah Mata
Karya: Fikar W. Eda

Biodata Fikar W. Eda:
  • Fikar W. Eda lahir pada tanggal 8 Mei 1966 di Takengon, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.