Guilty Pleasure istilah yang digunakan untuk menggambarkan rasa bersalah atas apa yang telah dilakukan yang disadari tetapi sulit untuk dihindari. Seperti makan Indomie di tengah malam, menunda pekerjaan, marathon film/series di tengah deadline yang mengantre.
Sebagai manusia biasa yang hakikatnya sering melakukan kesalahan, tentu kita mengetahui dan menyadari akan guilty yang kita lakukan, tetapi sifat 'ngeyel' yang telah mendarah daging ini tidak dapat melawan keinginan untuk melakukan hal-hal yang seharusnya dihindari.
Alhasil guilty tersebut selalu dilakukan yang pada akhirnya membuat perasaan bersalah dan menyesal itu menghampiri diri sendiri dan membuat hati tanpa sengaja memutuskan untuk akan berubah dan tidak mengulanginya lagi.
Saat aktivitas dipenuhi oleh tugas-tugas dan deadline yang berjejer membuat pikiran suntuk, hati tidak tenang, mood berantakan muncullah ide-ide untuk sekadar memanjakan diri sebagai bentuk self reward karena telah bertahan melewati hari-hari yang melelahkan, hal-hal kecil seperti menonton film di malam hari ditemani 'cemilan' favorit berbagai umat sebut saja Indomie yang bisa membuat lupa akan tugas dan deadline yang sudah sejak minggu lalu mengantre di notes.
Waktu yang berjalan sangat cepat membuatku yang sudah berencana untuk menyelesaikan tugas jauh sebelum deadline tiba harus kuurungkan, niat hati ingin berusaha menjadi manusia ambisius dan rajin harus terkalahkan, yang akhirnya masih tetap berpegang pada prinsip 'sistem kerja kebut semalam'.
Diri ini tahu bahwa kebiasaan menunda pekerjaan hanya untuk melakukan hal-hal yang kurang bermanfaat akan berakibat kurang baik juga untuk ke depannya, tetapi jika mengingat keseruan saat memberikan diri ini self reward membuat janji-janji perubahan yang telah terbesit dalam benak pun sedikit tak digubris, hanya dianggap angin dengan dalih penguatan "enggak papa deh sekali lagi, enggak 24 jam juga, tadi udah nugas sebentar sekarang istirahat dikit" atau "nanggung filmnya seru sayang kalo dipotong enggak dapet feel-nya" atau juga "Enggak papa hari ini libur nugas, besok ku kebut sampai selesai" dan masih banyak alasan penguat lain.
Seiring berjalannya hari, tibalah deadline yang menanti datanglah rasa bersalah dan penyesalan yang membuat menyalahkan diri sendiri "Tahu gitu dikerjain dulu lah kemarin, baru nonton" kemudian membuat perjanjian kepada diri sendiri lagi "besok-besok enggak lagi deh nonton di tengah antrean deadline, selesain dulu baru nonton" ucapku dalam hati mungkin kalau batinku bisa menjawab dia akan menjawab "paling juga hoaks" karena saking seringnya kejadian seperti ini.
Karena deadline yang sudah di depan mata mau tidak mau dengan segala paksaan tugas pun kukerjakan dengan penuh dengan gerutu dalam hati, yang dapat menimbulkan masalah baru jika ada gangguan entah sinyal yang tiba-tiba ngadat atau laptop yang tiba-tiba nge-lag atau gangguan dari luar seperti adik yang meminta bantuan mengerjakan PR, tiba-tiba ada panggilan atau suruhan dadakan, dan macam-macam gangguan lain.
Di satu sisi mengerjakan dengan pressure deadline di depan mata membuat otak memahami bahwa manusia ngeyel ini membutuhkan bantuan alhasil otak membantu dengan memberikan ide-ide dan jawaban menjadi lancar.
Rasanya seperti ide-ide seolah mengalir menyesuaikan soal dan tugas-tugas yang ada hal tersebut membuat hati lega dan membuat munculnya persepsi dalam diri untuk tetap pada prinsip 'sistem kerja kebut semalam' yang amat bertolak belakang dengan keinginanku menjadi manusia rajin dan ambisius.
Hal itu juga yang kadang membuatku tetap melakukan guilty-guilty-ku sebelumnya, walaupun dalam diri sangat menginginkan perubahan dan improvement, apalah dikata guilty pleasure-ku tetap mengendalikanku.
Biodata Penulis:
Nadya Salisa saat ini aktif sebagai mahasiswi S1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada prodi Bimbingan Konseling di Universitas Sebelas Maret Surakarta.
