Cinta Kandas Karena Arah Rumah Tidak Pas

Berbagai mitos dan fakta yang saling mendukung membuat eratnya hubungan masyarakat Jawa dengan adat istiadat dari leluhurnya.

Jawa memang masih kental dengan adat istiadatnya. Terutama di daerah pedesaan. Berbagai macam ritual, larangan, dan ketentuan adat istiadat masih melekat dalam kehidupan masyarakat. 

Berbagai mitos dan fakta yang saling mendukung membuat eratnya hubungan masyarakat Jawa dengan adat istiadat dari leluhurnya. Seperti adanya ketentuan dan larangan saat akan menikah dengan orang Jawa. Jika kalian berasal dari Suku Jawa pasti pernah mendengar yang namanya pantangan menikah dengan arah ngalor-ngulon.

Dalam bahasa Jawa ngalor berarti utara dan ngulon artinya barat. Larangan ini menyangkut arah rumah dari sepasang kekasih. Di mana sepasang kekasih tidak boleh menikah dengan arah rumah barat laut. Letak rumah dipercaya dapat menentukan nasib dari rumah tangga seseorang.

Aturan ini berkembang di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, jika sepasang kekasih menikah dengan arah rumah ngalor-ngulon maka hal ini akan membawa nasib buruk bagi keluarganya.

Tidak hanya membawa kesialan bagi keluarga dari sepasang kekasih tersebut, tetapi hal ini juga akan berdampak bagi diri dan keturunannya. Sehingga banyak orang tua yang bersikeras agar anaknya tidak melanggar pantangan tersebut. Entah harus dipercaya atau tidak, tapi semua hal tersebut ada bukti nyatanya.

Sepasang kekasih di Blitar Jawa Timur pernah melanggar larangan tersebut. Alhasil beberapa nasib buruk pun menimpa mereka. Awalnya calon pengantin wanita mengalami kecelakaan. Kemudian setelah menikah anak pertama dari pasangan tersebut meninggal dalam kandungan. Tidak lama setelah itu, ibu dari si wanita meninggal dunia. 

Namun, kaum milenial saat ini tidak terlalu menghiraukan hal tersebut. Karena bagi mereka hal penting yang menjadi pertimbangan bukanlah weton atau arah rumah. Rasa nyaman dan kasih sayanglah yang menjadi penentunya. 

Namun, apa boleh buat, yang Jawa tetaplah Jawa. Alih-alih tidak memedulikan adat, malah terhambat restu orang tua. 

Lima tahun berpacaran bukanlah waktu yang singkat. Mempertahankan hubungan LDR (Long Distance Relationship) juga bukan hal yang mudah. Hubungan yang terjalin baik selama ini sedang berada di ujung tanduk. 

Sejak SMP hingga perguruan tinggi kami tidak pernah berada dalam satu almamater yang sama. Memang benar kata Mbak Najwa Shihab, bahwa LDR itulah yang membuat hubungan cepat dewasa dan matang. 

Berbagai halang rintangan yang menerpa hubungan kami masih dapat dilalui. Kami yakin bahwa kunci dari setiap permasalahan adalah komunikasi. Hingga kami mengira bahwa sudah cukup kuat untuk menghadapi masalah selanjutnya.

Akan tetapi, semua anggapan itu mulai terpatahkan hanya dengan satu kalimat yang tidak terduga akan diucapkan secepat ini. “Jangan diteruskan, arahnya tidak tepat,” ujar ayah.

Kalimat tersebut terucapkan dari mulut Ayahanda ketika saya meminta izin keluar bersamanya. Sesungguhnya saya hanya mengharapkan jawaban diizinkan atau tidak. Tapi justru kalimat itulah yang menjadi jawabannya. 

Sungguh kaget bukan main. Tertegun, terdiam, membisu, tak mampu banyak bicara karena hanya bisa menahan air mata. Tidak disangka nyatanya patah hati terdalam sejauh ini berasal dari Ayahanda tercinta. Bagaimanapun alasannya, seberapa pun besarnya kasih sayang kami berdua ternyata belum mampu menggantikan besarnya cinta kepada ayahanda. Jadi mau tidak mau, mengalah adalah hal yang paling mungkin untuk dilakukan saat ini.

Dari kejadian ini kita belajar bahwa, manusia hidup sebagai makhluk sosial yang lekat dengan lingkungannya. Jadi sebagai orang yang beradab hendaknya tahu adat dan norma yang berlaku di lingkungan setempat. Kita juga harus berhati-hati dalam memilih dan melangkah. Jika salah ambil keputusan akan ada banyak hati yang terpatahkan. 

Terkadang kita merasa bahwa hidup ini tidak adil. Akan tetapi, nyatanya memang tidak semua yang kita inginkan harus menjadi kenyataan. 

Cobalah untuk bangkit dan berdamai dengan kenyataan. Mencari penggantinya memang tidaklah mudah. Tapi kamu harus ingat bahwa hidup ini masih panjang untuk dilalui. Mungkin ini adalah salah satu ujian yang akan menjadikan dirimu lebih kuat menghadapi kerasnya kehidupan. 

Sesuatu yang dipaksakan itu tidaklah baik. Maka kunci yang harus diambil adalah sabar dan ikhlas. Di kala kamu bingung mencari jalan, maka serahkan saja pada sopirnya, Tuhan Yang Maha Kuasa.

Anna Nur Jannah

Biodata Penulis:

Anna Nur Jannah lahir pada tanggal 18 November 2004 di Blitar. Saat ini ia aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

© Sepenuhnya. All rights reserved.