Sudah tidak asing lagi jika mendengar baris bangku depan perkuliahan kosong. Duduk di bangku depan saat perkuliahan seolah-olah menjadi momok mengerikan bagi para mahasiswa.
Bukan tanpa sengaja, pemilihan posisi tempat duduk sudah menjadi budaya dan kebiasaan yang mengakar bagi para mahasiswa di Indonesia. Para mahasiswa cenderung memilih baris bangku bagian tengah atau minimal baris kedua dari depan.
Pemilihan posisi tempat duduk umumnya disebabkan oleh pencarian perasaan aman dan nyaman oleh mahasiswa itu sendiri. Mereka memilih untuk menghindari pusat perhatian dosen dan mahasiswa yang lain di kelas. Mereka juga merasa kurang berkompeten untuk mendapat pertanyaan dari dosen.
Selain itu, minat yang rendah terhadap suatu mata kuliah juga menjadi salah satu faktor mahasiswa tidak ingin duduk di bangku depan.
Seorang peneliti melakukan riset selama lebih dari 3 tahun terhadap posisi tempat duduk siswa dalam hubungannya pada tingkat keberhasilan belajar siswa di sebuah sekolah disimpulkan bahwa peringkat lima besar untuk setiap kelas diraih oleh siswa yang menempati posisi tempat duduk maksimal baris tengah hingga baris depan.
Sedangkan siswa yang mengambil posisi tempat duduk di bagian belakang rata-rata mendapat peringkat menengah ke bawah.
Hasil riset kemudian dilakukan pengujian silang. Yakni salah seorang siswa yang semula mendapat peringkat bagus di kelasnya, menginjak kelas berikutnya dipindah ke tempat duduk bagian belakang. Ternyata prestasinya menurun (Purwantoko, 2010).
Hasil riset tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan terhadap 80 mahasiswa sebagai sampel, di antaranya terbagi menjadi 2 yaitu 45 mahasiswa yang duduk di depan dan 35 mahasiswa yang duduk di belakang.
Data penelitian yang didapatkan adalah mahasiswa yang duduk di depan mendapat nilai yang lebih tinggi daripada mahasiswa yang duduk di belakang. Rentang nilai 60,0-69,9 lebih banyak diraih mahasiswa yang duduk di depan (64,4%). Rentang nilai tertinggi (75,0-80,0) lebih banyak diraih mahasiswa yang duduk di depan (4,44%). Rentang nilai terendah (40-54,9) lebih banyak diraih mahasiswa yang duduk di belakang (17,14%) (Lovi dan Gita, 2012).
Penelitian tersebut menganalisis nilai mahasiswa yang duduk di bangku depan dengan nilai mahasiswa yang duduk di belakang tanpa memperhatikan faktor lain seperti minat dan bakat, motivasi maupun kenyamanan fasilitas kampus.
Penelitian ini menyebutkan bahwa mahasiswa yang duduk di bangku depan cenderung mendapat nilai yang lebih bagus, dikarenakan faktor-faktor yang mengganggu proses belajar lebih sedikit daripada nilai mahasiswa yang berada di bangku belakang.
Sebaliknya, mahasiswa yang duduk di bangku belakang sulit untuk mendengarkan serta melihat apa yang dijelaskan oleh dosen, apalagi jika suara dosen terlalu kecil namun mahasiswa dalam kelas tersebut berjumlah banyak.
Meskipun sering kali bangku depan perkuliahan kosong, ada pula mahasiswa yang memilih posisi duduk di depan karena beberapa alasan.
Terdapat kutipan dari sebuah buku yang berjudul “Berpikir dan Berjiwa Besar” yang menyebutkan bahwa orang percaya diri dan optimis selalu memilih bangku depan. Namun yang terpenting adalah mahasiswa yang duduk di bangku depan dapat menyerap ilmu lebih efisien dan lebih sedikit mendapat gangguan saat proses belajar.
So, kalian ingin jadi mahasiswa yang duduk di bangku depan atau bangku belakang nih sobat ambis?
Biodata Penulis:
Vini Esa Al Qushori saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
