Di Langgar
bila magrib tiba
bedugnya adalah pertanda
aku segera mengambil mukena
berlari ke langgar
belajar mengaji tanpa membayar
bocah-bocah semuanya harus bekerja
menimba air untuk wudhu
menggelar tikar dan menata Qur'an
menyikat lantai sumur yang berlumut
tak peduli yang kaya, yang tak punya
bahagia
bila keadilan telah tercipta
Sumber: Gunung Biru di Atas Dusunku (1988)
Analisis Puisi:
Puisi "Di Langgar" karya Lastri Fardani Sukarton menghadirkan suatu gambaran tentang kegiatan sehari-hari di langgar, tempat ibadah umum atau surau di masyarakat Indonesia. Melalui penggambaran suasana magrib, penulis membawa pembaca ke dalam nuansa kebersamaan dan pengabdian dalam kegiatan keagamaan.
Magrib Sebagai Pertanda: Bedug yang mengumandangkan magrib menjadi pertanda bagi penulis untuk segera mengambil mukena dan menuju langgar. Penggunaan bedug sebagai simbol waktu beribadah memberikan nuansa keagamaan yang kental.
Ibadah Tanpa Bayaran: Penekanan pada belajar mengaji tanpa membayar menunjukkan nilai-nilai kebersamaan dan keadilan di langgar. Di tempat ibadah ini, semua orang, baik yang kaya maupun yang tidak punya, memiliki hak yang sama untuk belajar tanpa dipungut biaya.
Kerja Sama dan Keterlibatan Semua Anggota: Dalam langgar, bocah-bocah harus bekerja sama dalam menyiapkan tempat ibadah. Mulai dari menimba air untuk wudhu, menggelar tikar, menata Qur'an, hingga membersihkan lantai sumur. Semua anggota langgar terlibat aktif, dan penulis menekankan bahwa kebahagiaan diperoleh ketika keadilan telah tercipta.
Pentingnya Keadilan: Tema keadilan muncul sebagai nilai sentral dalam puisi ini. Penekanan pada kebahagiaan yang diperoleh ketika keadilan telah tercipta menunjukkan bahwa dalam langgar, semua orang dihargai tanpa memandang latar belakang sosial atau ekonomi mereka.
Bahagia dalam Kesederhanaan: Puisi ini menggambarkan bahwa bahagia dapat ditemukan dalam kesederhanaan dan kebersamaan. Langgar menjadi tempat di mana nilai-nilai tersebut diwujudkan, di mana semua anggota komunitas, terlepas dari status sosial mereka, dapat merasakan keadilan dan kebahagiaan bersama.
Puisi "Di Langgar" membawa pembaca ke dalam suasana langgar, tempat di mana nilai-nilai kebersamaan, keadilan, dan ibadah bersatu. Dengan penggambaran yang sederhana namun penuh makna, puisi ini mempromosikan pesan tentang kebahagiaan yang ditemukan dalam kesederhanaan dan keadilan.
Karya: Lastri Fardani Sukarton
Biodata Lastri Fardani Sukarton:
- Lastri Fardani Sukarton lahir pada tanggal 5 Desember 1942 di Yogyakarta.
- Lastri Fardani Sukarton dikelompokkan sebagai sastrawan Angkatan 1980–1990an.
