Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Maguwo (Karya Lastri Fardani Sukarton)

Puisi "Maguwo" menciptakan gambaran tentang keinginan dan pengalaman anak-anak desa yang melihat kapal terbang. Sementara pemberian bintang ...
Maguwo


sekali aku pernah ke sana
bersama anak-anak desa
bergonceng sepeda
melihat kapal terbang
melayang-layang
menembus mega
memapas awan
katanya hari itu hari angkatan perang
beberapa taruna yang turun
berjejer rapi berseri
menerima bintang
ketika aku pulang
kuceritakan pada simbok
seorang penerbang yang kuminta tanda tangan
gagah dan ramah, mbok

jangan bermimpi, anakku
siapa orangnya yang gagah dan ramah
bisa kesasar melamarmu
kita tak punya apa-apa

moral dan keprihatinan
adalah kekayaan
yang paling tinggi, mbok
ya lantaran kita
tak sanggup meraih yang lain
baiklah, mari kita tidur
berselimutkan awan dan rembulan
bermimpi tentang penerbang

Sumber: Gunung Biru di Atas Dusunku (1988)

Analisis Puisi:
Puisi "Maguwo" karya Lastri Fardani Sukarton membawa pembaca kepada pengalaman penyair yang melihat kapal terbang di wilayah Maguwo, kemungkinan di pangkalan udara.

Keinginan dan Keinginan Anak-Anak Desa: Puisi dimulai dengan menggambarkan keinginan anak-anak desa yang bergonceng sepeda untuk melihat kapal terbang. Pemandangan kapal terbang yang melayang-layang di angkasa memberikan keajaiban dan kegembiraan tersendiri bagi mereka.

Pengalaman Melihat Pemberian Bintang: Puisi menyebutkan bahwa ketika penyair melihat kapal terbang, beberapa taruna turun dan menerima bintang. Hal ini dapat diartikan sebagai penghargaan atau pemberian penghargaan kepada para taruna yang berjasa, menciptakan suasana yang gemilang dan bersejarah.

Realitas Kehidupan Desa: Namun, realitas kehidupan desa tercermin dalam jawaban yang diberikan simbok kepada penyair ketika dia bercerita tentang seorang penerbang yang dimintanya tanda tangan. Simbok menasehati agar penyair tidak bermimpi tentang siapa pun yang bisa kesasar melamarnya karena keterbatasan ekonomi mereka.

Kaya dengan Moral dan Keprihatinan: Puisi menekankan bahwa meskipun mungkin kekurangan harta benda, mereka kaya dalam hal moral dan keprihatinan. Kekayaan ini dianggap sebagai kekayaan tertinggi, yang mencerminkan nilai-nilai luhur dan kebijaksanaan dalam kehidupan desa.

Puisi "Maguwo" menciptakan gambaran tentang keinginan dan pengalaman anak-anak desa yang melihat kapal terbang. Sementara pemberian bintang menciptakan momen kegembiraan, realitas kehidupan desa yang sederhana juga diakui dalam puisi ini, dengan menekankan nilai-nilai moral dan keprihatinan sebagai kekayaan sejati.

Lastri Fardani Sukarton
Puisi: Maguwo
Karya: Lastri Fardani Sukarton

Biodata Lastri Fardani Sukarton:
  • Lastri Fardani Sukarton lahir pada tanggal 5 Desember 1942 di Yogyakarta.
  • Lastri Fardani Sukarton dikelompokkan sebagai sastrawan Angkatan 1980–1990an.
© Sepenuhnya. All rights reserved.