Sekaten
katanya nyai sejati harus diberi sesaji
orang pun berduyun datang
memperebutkan gunungan
terdiri beberapa macam makanan
warna-warni, sangat seni
aku ingin apem
temanku ingin juadah
simbok senang kue mangkok
tetapi bajuku sampai robek-robek
jemari kakiku ngeri diinjak-injak sepatu
kami anak-anak kecil
tak akan mampu mendapat bagian itu
lemas aku terduduk di lantai masjid
kusedot air pancuran di halaman
tapi perutku yang perih tak terobati
bau asap sate si seberang alun-alun
menggerakkan jakun
asapnya gurih, gurih
apalagi satenya yang bergajih
Sumber: Gunung Biru di Atas Dusunku (1988)
Catatan:
- Bergajih = berminyak.
Analisis Puisi:
Puisi "Sekaten" karya Lastri Fardani Sukarton mengangkat tema tradisi Jawa, khususnya festival Sekaten, yang diselenggarakan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Tradisi dan Kebudayaan Jawa: Puisi dibuka dengan menyebutkan bahwa "nyai sejati harus diberi sesaji," merujuk pada tradisi memberikan sesaji dalam budaya Jawa. Festival Sekaten dijelaskan sebagai sebuah acara di mana orang berduyun-duyun datang untuk memperebutkan gunungan yang terdiri dari berbagai macam makanan yang sangat berwarna dan seni.
Keseharian Anak-Anak Kecil: Dalam puisi, anak-anak kecil, termasuk penyair, dihadapkan pada keramaian dan kerumunan orang dewasa yang memperebutkan gunungan. Mereka memiliki keinginan untuk mendapatkan makanan favorit mereka, seperti apem, juadah, atau kue mangkok. Namun, kondisi ini juga membawa konsekuensi, seperti bajunya yang sampai robek-robek dan jemarinya yang terinjak-injak.
Realitas Kesenjangan: Meskipun terdapat keinginan dan antusiasme dari anak-anak kecil untuk mendapatkan bagian dari gunungan, namun terdapat realitas bahwa mereka mungkin tidak mampu bersaing dengan orang dewasa. Kesenjangan sosial dan ekonomi tercermin dari perasaan lemas penyair yang terduduk di lantai masjid dan kesulitan mendapatkan sesuap makan.
Imajinasi dan Indra Penciuman: Puisi membawa pembaca merasakan aroma sate yang gurih melalui kata-kata yang digunakan. Penyair menggambarkan bau asap sate yang sangat menggoda, menggambarkan kelezatan makanan yang menjadi bagian dari festival Sekaten.
Puisi "Sekaten" membawa pembaca ke dalam suasana tradisi dan keramaian festival Sekaten. Melalui penggambaran keseharian anak-anak kecil, puisi ini mengangkat realitas sosial dan ekonomi yang ada, sambil tetap mempertahankan nuansa imajinatif dan keindahan dalam festival tersebut.
Karya: Lastri Fardani Sukarton
Biodata Lastri Fardani Sukarton:
- Lastri Fardani Sukarton lahir pada tanggal 5 Desember 1942 di Yogyakarta.
- Lastri Fardani Sukarton dikelompokkan sebagai sastrawan Angkatan 1980–1990an.
