Gunung Lawu Via Candi Cetho: Antara Keindahan Sabana dan Misteri Pasar Dieng

Dengan segala keindahan sabana Lawu dan misteri Pasar Dieng, perjalanan mendaki Gunung Lawu via Candi Cetho tidak hanya menjadi tantangan fisik, ...

Pengalaman mendaki Gunung Lawu melalui jalur Candi Cetho pada tahun 2020 merupakan salah satu momen tak terlupakan dalam hidup saya. Kegiatan ini saya lakukan bersama teman-teman satu kelas selama libur akhir pekan pada bulan Februari. Meski terbilang nekat karena akan ada acara sekolah pada hari Senin berikutnya, semangat petualangan dan kecintaan kami pada alam membuat kami tetap melangkah maju.

Sebelum memulai perjalanan, persiapan menjadi kunci utama. Fisik, mental, dan izin dari orang tua harus diurus. Awalnya, orang tua saya enggan memberikan izin karena ini merupakan pendakian pertama sepanjang hidup saya. Untungnya, seorang teman bernama Krisna dengan baik hati membantu meyakinkan orang tua saya. Jasanya dalam membujuk orang tua saya tak akan pernah saya lupakan.

Perjalanan Menuju Candi Cetho

Perjalanan dimulai sekitar pukul 01.00 dini hari. Suasana jalanan yang sepi, gelap, dingin, dan hujan rintik-rintik memberikan warna tersendiri pada awal perjalanan. Meski melelahkan, bayangan keindahan sabana Gunung Lawu dengan udara segar telah membuat semangat kami tak tergoyahkan.

Gunung Lawu Via Candi Cetho

Saat hujan semakin lebat, kami memutuskan untuk beristirahat di pangkalan ojek pasar Tawangmangu. Inilah saat yang paling mengesankan karena kami saling menutupi dengan selimut untuk menghindari kedinginan di lantai yang sangat dingin. Pagi tiba, dan perjalanan menuju Candi Cetho pun dilanjutkan.

Pendakian Dimulai

Basecamp Candi Cetho menjadi tempat persiapan dan sarapan sebelum memulai pendakian pukul 09.00 WIB. Doa pun menjadi bagian penting sebelum melanjutkan perjalanan, memohon keselamatan dan kelancaran selama pendakian. Perjalanan dari basecamp menuju pos 1 masih terasa landai, melewati Candi Kethek, kompleks candi Hindu yang menjadi bagian sejarah Gunung Lawu.

Tiba di pos 1, kami beristirahat sejenak sebelum melanjutkan ke pos 2. Perjalanan ini mulai terasa menanjak, dengan tanjakan yang curam dan pos 2 tanpa beristirahat karena kami menargetkan beristirahat di pos 3 yang memiliki mata air. Perjalanan dari pos 2 ke pos 3 yang menanjak dan berliku dilalui dengan mendengarkan musik melalui speaker Bluetooth, menghilangkan kebosanan dan kelelahan.

Pos 3 menjadi tempat istirahat selama sekitar 1 jam. Makan siang dengan mie instan, kopi, dan tidur sejenak memberikan energi untuk melanjutkan perjalanan ke pos 4. Meskipun perut kenyang, perjalanan dari pos 3 ke pos 4 yang menanjak curam dan licin menantang stamina kami.

Saat hari semakin sore, lelah mulai menghampiri. Istirahat di pos 4 selama 15 menit memberikan sedikit kelegaan. Lanjut ke pos 5, kondisi tubuh yang sudah tak seprima di awal perjalanan membuat perjalanan semakin menantang. Namun, terbayang keindahan sabana Gunung Lawu yang terbentang luas dengan pepohonan pinus menjadi semangat yang luar biasa.

Perjalanan terus berlanjut, dan malam menyambut ketika kami masih di tengah perjalanan antara pos 4 dan pos 5. Membangun tenda di areal camp sebelum pos 5 menjadi pilihan bijak mengingat kepadatan pendaki di area tersebut. Malam itu kami bermalam dengan penuh suka cita dan rasa syukur karena berhasil menemukan lahan kosong di area yang ramai.

Kagum dengan Keindahan Sabana Gunung Lawu dan Misteri Pasar Dieng

Pagi yang cerah menyambut, dan setelah melalui pos-pos pendakian yang melelahkan, sabana Lawu terbentang di hadapan kami. Pemandangan hijau luas di antara pepohonan pinus memberikan rasa keindahan yang tak terlukiskan. Namun, di tengah keindahan tersebut, misteri Pasar Dieng menjadi sorotan utama.

Pasar Dieng, tempat yang diyakini menjadi pertemuan dunia nyata dan mistis, menambah kekayaan pengalaman mendaki Gunung Lawu. Suara-suara aneh, cahaya-cahaya misterius, dan kejadian tak terduga menjadi cerita-cerita yang membawa elemen ketegangan dan keunikan pada perjalanan ini. Meskipun terdengar seperti cerita rakyat, banyak pendaki yang merasakan pengalaman mistis di Pasar Dieng.

Dengan segala keindahan sabana Lawu dan misteri Pasar Dieng, perjalanan mendaki Gunung Lawu via Candi Cetho tidak hanya menjadi tantangan fisik, tetapi juga mengajak para pendaki untuk merenung dan menjelajahi sisi spiritual dan mistis alam. Perpaduan antara kecantikan alam yang luar biasa dan ketidakpastian misterius menjadikan perjalanan ini sebuah pengalaman yang tak terlupakan.

Gunung Lawu, dengan segala rahasia dan pesonanya, menunggu untuk diungkap oleh para pencinta petualangan yang haus akan keajaiban alam. Setiap langkah, suara angin, dan keheningan malam membentuk bagian dari kisah indah dan misterius Gunung Lawu yang selalu akan saya kenang.

Selain itu, perjalanan ini juga menghadirkan kesempatan untuk merenung tentang pentingnya menjaga kelestarian alam dan kebudayaan lokal. Keindahan sabana Lawu yang megah menjadi pengingat akan kekayaan alam yang perlu dilestarikan.

Pencapaian mendaki Gunung Lawu tidak hanya tentang fisik semata, melainkan juga menggali makna keberadaan kita dalam hubungan dengan alam dan warisan budaya yang kita temui dalam perjalanan. Hal ini mengundang para pendaki untuk tidak hanya menikmati pesona alam, tetapi juga bertanggung jawab dalam melestarikan keindahan dan keberlanjutan lingkungan yang telah menjadi saksi bisu petualangan mereka.

Biodata Penulis:

Dicka Akmal Raharjo lahir pada tanggal 12 Desember 2004 di Palu.

© Sepenuhnya. All rights reserved.