Pondok Pesantren, Tempat Aman Belum Tentu Nyaman: Teradaptasi dari Film Munkar

Kisah Film Munkar yang mengangkat salah satu kisah nyata yang dialami Herlina disalah satu pondok pesantren di Jawa Timur dapat kita resapi ...

Film Munkar merupakan film horor Indonesia yang rilis di bioskop pada tahun 2024 disutradarai oleh Anggy Umbara yang diproduksi oleh MD Pictures. Film Munkar mengusung cerita yang berlatar belakang pondok pesantren. Film ini menceritakan urban legend yang sangat terkenal di Lamongan, Jawa Timur. Film munkar mengisahkan sosok hantu yang bernama Herlina.

Herlina dulunya merupakan salah satu santriwati di salah satu pondok pesantren di daerah Jawa Timur. Sosok santriwati ini kerap sekali mendapatkan perlakuan tidak mengenakan dan aksi perundungan dari teman santri-santri yang lain. Hingga pada akhirnya Herlina sudah merasa tidak nyaman lagi untuk tinggal di pondok pesantren tersebut dan memutuskan untuk melarikan diri. Saat Herlina melarikan diri tak sengaja tertabrak oleh sebuah mobil yang melintas, hal ini mengakibatkan Herlina meninggal dunia. 

Pondok Pesantren

Namun, orang tua Herlina yang tidak diterima jika anaknya telah meninggal pun akhirnya membalas dendam kepada santriwati yang sudah beberapa kali menyakiti Herlina. Balas dendam tersebut dilakukan dengan mengirimkan sosok hantu yang sangat mirip sekali dengan Herlina untuk meneror santriwati di pondok pesantren tersebut. 

Kisah Film Munkar yang mengangkat salah satu kisah nyata yang dialami Herlina disalah satu pondok pesantren di Jawa Timur dapat kita resapi bahwasanya pondok pesantren yang terkenal akan kenyamanan dan keamanannya untuk kita dapat menimba ilmu pun ada sisi negatifnya. Dengan hal ini dapat mengajarkan kita agar lebih berhati-hati lagi meskipun tempat tersebut terjamin keamananya. 

Tak hanya kisah Herlina saja namun banyak sekali cerita-cerita atau beberapa kisah yang sering sekali muncul di media sosial mengenai peristiwa-peristiwa saat kita menimba ilmu di sebuah pondok pesantren tak hanya sekedar perundungan yang berisi beberapa tindakan memukul, mendorong, dan beberapa hal yang menyakiti fisik hingga mental lainnya, hal ini yang sering berhubungan langsung juga dengan aksi senioritas. Aksi senioritas merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang lebih tinggi dari segi umur maupun usia akan lebih berkuasa, ada pun kisah lain yang pernah dialami para santri-santri yang sedang viral akhir-akhir ini yaitu berhubungan dengan kekerasan seksual. 

Selain kisah Herlina baru-baru ini ramai diperbincangkan mengenai kisah baru yang dialami oleh santri disalah satu pesantren di Kediri dia bernama Bintang Balqis Maulana tewasnya Bintang ini sangat tidak wajar karena kondisi tubuh Bintang penuh dengan luka. Dilansir dari beberapa informasi, Bintang tewas karena dianiaya oleh ke empat seniornya.

Kisah ini merujuk kesalah satu tindakan senioritas dimana Bintang merasa terpojokan oleh tekan-tekan yang diujarkan oleh ke empat seniornya. Namun, setelah ditelisik lebih dalam mengenai kasus ini dari pernyataan si pelaku alasannya sangat tidak wajar atas tewasnya Bintang. Pelaku mengatakan salah satu alasan mereka menganiaya Bintang karena Bintang jarang mengikuti shalat berjamaah hal tersebut sangat tidak wajar sekali. Selain itu pihak dari pondok pesantren pun menutup-nutupi apa penyebab utama Bintang tewas.

Dari sepenggal kisah yang dialami Herlina dan Bintang di pondok pesantren, sangat miris rasanya dengan keadaan Indonesia saat ini, dimana ada Lembaga Pendidikan Agama yang kurang memperhatikan kondisi para santri-santrinya bahkan keadilan pun sulit didapatkan oleh para korban. 

Dengan banyaknya kisah kelam yang terjadi di pondok pesantren sejauh ini para pendidik dan tenaga kependidikan seharusnya perlu tahu bahwa tugasnya bukan hanya sekedar mengajar tapi juga dapat mendampingi serta memahami muridnya dalam keseharian selama di pondok agar kejadian penganiayaan yang berujung dengan kematian yang merupakan kejahatan diluar batas kemanusiaan tidak akan pernah terjadi lagi.

Sebenernya apasih faktor penyebab utama dibalik kasus-kasus di pondok pesantren semua ini?. Padahal jika kita lihat lebih dalam pondok pesantren merupakan tempat untuk kita memperdalam ilmu agama tapi masih sering banyak sekali kasus-kasus diluar batas kemanusian, yang seharusnya menjadi tempat teraman dan ternyaman tapi malah berakhir tewas mengenaskan.

Salah satu faktor yang paling utama terjadinya kasus penganiayaan di pondok pesantren adalah kultur atau tradisi pesantren yang paternalistik dimana seorang santri dituntut untuk cenderung menempatkan sang kiai sebagai figur sentral bahkan role model sehingga para santri mengedepankan kepatuhan kepada sang kiai, dan faktor yang kedua yaitu masih banyak sekali terjadi senioritas dimana mereka yang sudah lama menjadi santri di pesantren tersebut akan merasa lebih berkuasa. 

Walau demikian, tak semua pondok pesantren seperti apa yang sudah dikisahkan oleh Herlina dan Bintang ambil sisi positif dan negatif apa yang sudah mereka alami. Sisi positif dari kisah mereka adalah mereka mampu dan mau untuk belajar lebih baik tentang pengajaran agama mereka. Namun dari sisi negatifnya dapat kita ambil bahwasanya tempat senyaman, seaman apapun kita harus tetep waspada dan selalu berhati-hati karena manusia yang hidup di dunia ini kebanyakan hanya menginginkan persaingan. Dari persaingan tersebut akan timbul kasus-kasus seperti kekerasan dan perundungan. 

Jadi, jika kita ingin memilih untuk menimba ilmu dimanapun itu, terutama di pondok pesantren, tidak hanya sekedar memperhatikan kualitas dan kuantitas pondok pesantren tersebut, tak kalah pentingnya kita juga harus memperhatikan kemudahan akses orang tua kita untuk memantau kegiatan selama tinggal dan belajar di pesantren, hal ini menjadi pokok pertimbangan bagi orang tua sehingga orang tua juga bisa dapat melihat perkembangan anaknya selama masih belajar. Dengan demikian kasus kekerasan dan kasus-kasus yang lain yang sering terjadi di pondok pesantren akan minim untuk terjadi lagi.

Biodata Penulis:

Dwi Adelia Septiyani lahir pada tanggal 5 September 2005 di Kendal.

© Sepenuhnya. All rights reserved.