Resiliensi Korban Bullying dalam Menghadapi Realitas Kehidupan dan Pandangannya dalam Teori Psikososial Ericson

Bullying merupakan segala macam bentuk kekerasan dan dilakukan secara sengaja oleh seseorang atau sekelompok orang yang lebih berkuasa terhadap ...

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa itu bullying, dampak bullying terhadap psikososial anak, dan jenis-jenis bullying. Penelitian ini akan memfokuskan pada bagaimana resiliensi korban bully dalam menghadapi realita kehidupan dan mengaitkan pada Teori Psikososial Ericson.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif dengan jenis pendekatan studi kasus yang dilakukan di Universitas Islam Negri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan. Subjek penelitian yang digunakan adalah mahasiswa menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara wawancara, observasi, kemudian dianalisis dengan cara reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa bullying sangat berdampak pada kesehatan mental korban, bullying dapat menghambat potensi yang dimiliki seseorang, di dalam resiliensi korban bullying diperlukan dukungan dari orang-orang di sekitar agar korban bullying kembali pulih dalam menghadapi realitas kehidupan, selain itu dibutuh waktu yang cukup lama bagi koban bullying untuk pulih dari trauma yang dihadapi agar dapat menghadapi realitas kehidupan.

PENDAHULUAN

Bullying merupakan segala macam bentuk kekerasan dan dilakukan secara sengaja oleh seseorang atau sekelompok orang yang lebih berkuasa terhadap orang lain, dengan tujuan menyakiti seseorang, dan dilakukan terus-menerus.

Ada beberapa macam bentuk bullying yaitu fisik dan verbal. Bullying fisik contohnya memukul, mendorong, menendang, dan lain sebagainya. Sedangkan bullying verbal adalah bentuk bullying yang paling umum dilakukan, baik anak laki-laki maupun perempuan (Prawesti, 2014).

Bullying verbal mudah dilakukan dan dapat dibisikkan di hadapan orang dewasa serta teman sebaya, tanpa terdeteksi (Priyatna, 2010).

Bullying verbal bias juga berupa hinaan, celaan, fitnah, julukan yang kasar. Terdapat tiga tingkat bullying, yang pertama bullying tingkat rendah seperti anak mengganggu hasil karya temannya hingga membuat temannya merasa terganggu. Bullying tingkat sedang berupa mengejek, mendorong, melempar makanan, mencubit dan lain sebagainya. Dan bullying tingkat tinggi, pada tingkat yang lebih tinggi anak sudah terbiasa melakukan bullying, tidak ada penanganan dari orang tua dan guru membuat anak terbiasa melakukan tindakan bullying, jika dibiarkan akan biasa dilakukannya sampak dewasa (Bahri, 2011).

Pada zaman sekarang, tindakan bullying mulai diperhatikan oleh para peneliti, pendidik, dan seluruh dunia. Bullying sangatlah diperhatikan karna bullying dianggap sebagai hal yang sangat serius dikarenakan banyaknya penelitian yang menunjukan bahwa bullying sangatlah berdampak negatif.

Kebanyakan kalangan masyarakat beranggapan bahwa bullying merupakan hal yang wajar, sehinnga fenomena bullying menjadi hal yang wajar terjadi.

Terdapat kesenjangan pengetahuan dan keterampilan orang tua dan pendidik dalam menangani bullying, maka diperlukan usaha untuk meningkatkannya. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan pendidik dapat dilakukan dengan program psikoedukasi.

Psikoedukasi pada pendidik tentang penanganan bullying baik di lingkungan rumah dan di sekolah sangat perlu dilakukan. Oleh karena itu, orang tua dan pendidik perlu dilatih untuk mengetahui perilaku bullying secara peka dan konsisten (Siswati, & Widayan, 2009), agar orang tua dan pendidik dapat mengidentifikasi dan menanggapi perilaku bullying dengan benar.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif dengan jenis pendekatan studi kasus yang dilakukan di Universitas Islam Negri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan. Subjek penelitian yang digunakan adalah mahasiswa menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara wawancara, observasi, kemudian dianalisis dengan cara reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa itu bullying, dampak bullying terhadap psikososial anak, dan jenis jenis bullying. Penelitian ini akan mem fokuskan pada bagaimana resiliensi korban bully dalam menghadapi realita kehidupan dan mengaitkan pada Teori Psikososial Ericson.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dampak Bullying

Bullying sangat berdampak ke pada korban, di antaranya adalah menurunnya kesehatan fisik, dan gangguan insomnia akibat trauma yang dialami. Bullying pada korban dapat menimbulkan perasaan cemas dan takut, dan dapat berpengaruh pada konsentrasi dalam melakukan aktivitas sehari hari, korban akan menghindari keramaian dikarenakan trauma terhadap bullying.

Resiliensi Korban Bullying

Jika bullying dilakukan terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama, akan mempengaruhi self system korban, membuat korban menarik diri dari dunia luar, dan membuat korban menjadi rentan terhadap stres dan mudah depresi, dan akan menimbulkan rasa tidak aman.

Korban mengalami trauma terhadap pelaku, depresi yang mengakibatkan korban mengalami penurunan konsentrasi, penurunan rasa tidak percaya diri, muncul keinginan membully sebagai bentuk balas dendam, phobia social dengan ciri takut dilihat atau diperhatikan di depan umum, cemas berlebihan, putus sekolah, bullycide (bunuh diri). (Prawesti, 2014, 13 - 14)

Dampak bagi pelaku bullying adalah biasanya pelaku bullying mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, agresif dan mendukung adanya tindakan kekerasan, keras kepala, mudah marah dan implusif. Pelaku bullying biasanya akan terperangkap di dalam peran sebagai pelaku bullying, kurang tanggap dalam melihat dari sudut pandang lain, berkurangnya rasa empati terhadap lingkungan sekitar, jika dibiarkan terus-menerus pelaku bullying akan beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan adalah hal yang benar, sehingga dapat mempengaruhi hubungan sosial pada masa depannya.

Dampak buruk juga akan dirasakan oleh orang yang menyaksikan fenomena bullying, orang yang menyaksikan fenomena bullying akan menimbulkan asumsi bahwa bullying adalah perilaku yang diterima di masyarakat dan menganggapnya adalah hal yang wajar.

Pada kondisi ini beberapa orang yang melihat bullying akan bergabung dengan pelaku dan beberapa yang lain akan diam dan tidak mencegahnya karna takut dijadikan sasaran korban bullying berikutnya. Dapat disimpulkan bahwa dampak buruk dari bullying akan berpengaruh pada fisik maupun psikis sehinnga akan menghambat seseorang dalam menghadapi realitas kehidupan.

Pelaku bullying biasanya akan terperangkap di dalam peran sebagai pelaku bullying, kurang tanggap dalam melihat dari sudut pandang lain, berkurangnya rasa empati terhadap lingkungan sekitar, jika dibiarkan terus-menerus pelaku bullying akan beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan adalah hal yang benar, sehingga dapat mempengaruhi hubungan sosial pada masa depannya.

Dampak buruk juga akan dirasakan oleh orang yang menyaksikan fenomena bullying, orang yang menyaksikan fenomena bullying akan menimbulkan asumsi bahwa bullying adalah perilaku yang biasa terjadi dan dapat diterima di masyarakat dan menganggapnya adalah hal yang wajar.

Pada kondisi ini beberapa orang yang melihat bullying akan bergabung dengan pelaku dan beberapa yang lain akan diam dan tidak mencegahnya karna takut dijadikan sasaran korban bullying berikutnya. Dapat disimpulkan bahwa dampak buruk dari bullying akan berpengaruh pada fisik maupun psikis sehinnga akan menghambat potensi seseorang dalam menjalani aktifitas sehari hari dan yang lebih para adalah tindakan bunuh diri.

Jenis Bullying

Pada umumnya, anak laki-laki lebih banyak menggunakan bullying secara fisik dan anak wanita banyak menggunakan bullying relasional/emosional, namun keduanya sama-sama menggunakan bullying verbal. Perbedaan ini, lebih berkaitan dengan pola sosialisasi yang terjadi antara anak laki-laki dan perempuan (Coloroso, 2006: 51).

Pembagian jenis-jenis bullying menurut Barbara Coloroso yaitu sebagai berikut:

  1. Bullying Fisik: contoh dari bullying fisik adalah memukuli, menampar, meludah, merusak barang barang korban, dan berbagai kekerasan fisik lainnya. Bullying fisik merupakan jenis bullying yang sangat mudah untuk di identifikasi. Pelaku bullying jenis ini biasanya merupakan orang yang bermasalah dan cenderung sensitif melakukan tindakan kekerasan dan kriminalitas.
  2. Bullying Verbal: adalah bullying yang dilakukan menggunakan lisan. Meskipun bullying verbal tidak menimbulkan bekas luka fisik, namun memiliki dampak yang serius untuk kesehatan mental dari korban bullying. Contoh dari bullying verbal yaitu menghina, fitnah, terror, surat surat intimindasi, memanggil dengan nama julukan dan sebagainya.
  3. Bullying Relasional: bullying ini dilakukan dengan memutuskan hubungan social korban yang bertujuan agar melemahnya harga diri korban secara sistematis melalui penghindaran, pengucilan, pengabaian. Bullying ini merupakan bullying yang paling sulit untuk di identifikasi. 
  4. Bullying Elektronik: adalah bullying yang dilakukan menggunakan sarana elektronik seperti sms, wa, internet, biasanya berupa pesan pesan intimindasi dan berupa komen yang mengintimindasi. Bullying ini kerap dilakukan oleh pelaku yang memahami teknologu dengan baik.

Pada zaman sekarang, tindakan bullying mulai diperhatikan oleh para peneliti, pendidik, dan seluruh dunia. Bullying sangatlah diperhatikan karna bullying dianggap sebagai hal yang sangat serius dikarenakan banyaknya penelitian yang menunjukan bahwa bullying sangatlah berdampak negatif. Kebanyakan kalangan masyarakat beranggapan bahwa bullying merupakan hal yang wajar, sehinnga fenomena bullying menjadi hal yang wajar terjadi. Terdapat kesenjangan pengetahuan dan keterampilan orang tua dan pendidik dalam menangani bullying, maka diperlukan usaha untuk meningkatkannya.

Faktor-Faktor Terjadinya Bullying

Fenomena bullying terjadi disebabkan karena beberapa faktor. Faktor-faktor terjadinya bullying di antaranya adalah karakteristik pribadi, di mana beberapa individu mempunyai karakter yang membuat dirinya menjadi rentan menjadi pelaku atau korban perilaku bullying. Individu yang memiliki trauma dan stres berlebihan akan cenderung terlibat dalam fenomena bullying sebagai cara untuk melampiaskan ketidakpuasan dalam hidup mereka kepada orang lain.

Faktor psikologi yang mempengaruhi perilaku bullying meliputi kepribadian, pengalaman anak yang merugikan, dan lingkungan sekolah. Beberapa temuan penelitian menunjukkan bahwa kepribadian ekstrovert, tingkat neurotisme dan ekstrovert tinggi, serta rendahnya agreeableness dan conscientiousness dapat berperan dalam perilaku bullying. (Muhopilah. 2019).

Selain itu faktor lingkungan keluarga adalah faktor yang sangat penting di dalam fenomena bullying, ketidaksetaraan pola asuh dan kurangnya dukungan emosional dapat menjadi faktor terjadinya perilaku bullying pada anak.

Budaya sekolah yang menjunjung tinggi kesetaraan, dan toleransi akan membantu mengurangi terjadinya fenomena bullying. Sebaliknya jika lingkungan sekolah membiarkan kebiasaan bullying tanpa adanya usaha untuk menangani tentu perilaku bullying ini akan semakin memburuk.

Diperlukan juga partisipasi dari semua pihak yang terkait untuk memahami dan menangani kasus-kasus bullying sejak dini. Mengedukasi siswa tentang dampak dan cara mengatasi bullying dapat dilakukan melalui kurikulum sekolah, seperti mata pelajaran kewarganegaraan atau bimbingan konseling, atau melalui kegiatan-kegiatan tambahan, seperti seminar, dan kegiatan positif yang lain.

Faktor terjadinya bullying selanjutnya adalah faktor psikologi. Individu yang tidak bisa mengatur emosi akan lebih cenderung melampiaskan ketidakpuasan mereka melalui tindakan bullying, mereka melakukannya untuk mendapatkan rasa puas dan ketenangan, jika dibiarkan secara terus-menerus, ini akan berpotensi membuat pelaku bullying menjadikan tindakan bullying sebagai kebiasaan, bahkan lebih parahnya lagi akan mengakibatkan kecanduan.

Faktor psikologis yang terjadi dalam bullying, terutama pada remaja, dapat memicu sikap-sikap negatif seperti perasaan iri, dendam, dan permusuhan antar remaja. Pelaku bullying sering memiliki kepribadian ekstrovert dan rendah dalam keramahan dan kehati-hatian. Individu dengan kepribadian tersebut mungkin tidak dapat menalar efek berbahaya dari apa yang dilakukannya. (Muhopilah. 2019)

Faktor ketidaksetaraan kekuatan, beberapa pelaku bullying menggunakan kekuatan dan kesempatannya untuk merasa lebih mendominasi orang lain sebagai cara mengatasi rasa tidak aman mereka. Individu yang tidak bisa mengatur emosi akan lebih cenderung melampiaskan ketidakpuasan mereka melalui tindakan bullying, mereka melakukannya untuk mendapatkan rasa puas dan ketenangan, jika dibiarkan secara terus-menerus, ini akan berpotensi membuat pelaku bullying menjadikan tindakan bullying sebagai kebiasaan, bahkan lebih parahnya lagi akan mengakibatkan kecanduan.

RESILIENSI KORBAN BULLYING DALAM MENGHADAPI REALITAS KEHIDUPAN 

Menghadapi dan bangkit dari trauma tindakan bullying merupakan tantangan yang mempengaruhi korban, diperlukan adanya strategi untuk memutus siklus fenomena bullying tersebut. Di dalam menghadapi fenomena bullying yang marak terjadi diperlukan adanya pendekatan menyeluruh dan diharuskan adanya pendidikan, perubahan budaya, agar dapat menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seluruh individu.

Dengan adanya kerja sama antara semua pihak, kita dapat membangun lingkungan yang menjunjung tinggi toleransi, keberagaman, dan rasa hormat satu sama lain. Dengan lingkungan yang baik dan mendukung akan memudahkan resiliensi korban bullying untuk lebih mudah menghadapi realitas kehidupan.

Fenomena bullying tidak hanya menimbulkan luka fisik, melainkan fenomena bullying ini akan menimbulkan bekas rasa trauma terhadap korban bullying jika dilakukan secara terus-menerus. Untuk mengatasi trauma akibat bullying, terdapat beberapa strategi yang dapat diterapkan, seperti konseling individu dengan pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT), konseling eksistensial, edukasi dan pendidikan karakter, serta terapi feminis.

Pendekatan REBT dapat membantu mengubah persepsi, pikiran, dan keyakinan yang irasional menjadi rasional. (Arfi fitrian. 2018)

Konseling eksistensial juga dapat digunakan untuk mengatasi trauma akibat bullying dengan melibatkan konsep trauma, tanda-tanda bullying, dan proses konseling eksistensial. Selain itu, edukasi dan pendidikan karakter melalui media audiovisual juga dapat membantu peserta didik memahami cara mengatasi perundungan di lingkungan sekolah. (Anggeriyane. 2023)

Ericson mengembangkan teori perkembangan psikososial yang mencakup delapan tahap perkembangan sepanjang siklus hidupnya. Ericson tidak secara husus dalam membahas bullying, tetapi kita bisa memahami dampak dari fenomena bullying berdasarkan perspektif tahap perkembangan psikososial Ericson.

Di dalam kontes psikoanalisis Ericson, dampak dari tindakan bulliying ini bisa menimbulkan konflik internal, tidak adanya kesetaraan, dan membuat korban kesulitan untuk mencapai tahap perkembangan dengan baik. Sangat dibutuhkan dukungan keluarga, teman, dan lingkungan sekitarnya agar bisa membantu mereka dalam mengatasi dampak psikologis agar bisa mempermudah dalam melanjutkan tahap perkembangan psikososial mereka.

Di era saar ini, tindakan bullying mulai diperhatikan oleh para peneliti, pendidik, dan seluruh dunia. Bullying sangatlah diperhatikan karna bullying dianggap sebagai hal yang sangat serius dikarenakan banyaknya penelitian yang menunjukan bahwa bullying sangatlah berdampak negatif. Kebanyakan kalangan masyarakat beranggapan bahwa bullying merupakan hal yang wajar, sehinnga fenomena bullying menjadi hal yang wajar terjadi. Terdapat kesenjangan pengetahuan dan keterampilan orang tua dan pendidik dalam menangani bullying, maka diperlukan usaha untuk meningkatkannya.

Bullying yang menimpa korban akan mengganggu aktivitas dan potensi yang dimiliki oleh korban. Menurut Erikson, usia 6 - 12 tahun merupakan tahapan pertentangan antara dorongan untuk membuktikan kemampuan diri dan kejatuhan dalam rasa minder. (anata lie. 2003. 65) bullying akan menghambat kemampuan diri dan akan menjatuhkan mental korban, korban akan cenderung menjadi pribadi yang minder dan malu untuk melakukan sesuatu hal yang positif, hal itu disebabkan akan rasa takut dan trauma akibat pernah mengalami bullying.

Ada beberapa cara mengatasi penurunan diri dan rasa minder akibat tindakan bullying. Dukungan dukungan sosial dan emosional. Korban bullying perlu mendapatkan dukungan dari pihak-pihak seperti orang tua, guru, dan teman serta lansia untuk membantu mereka menghadapi situasi yang menular dan mengatasi rasa minder.(surya. 2023.)

Melakukan wawancara dan terapi, wawancara dengan profesional mengajarkan korban bullying untuk membahas perasaan mereka dan mencari solusi yang sesuai. Terapi, seperti terapi perilaku kelompok, juga dapat membantu korban bullying mengatasi rasa minder dan meningkatkan kesadaran mereka.(khoiroh. 2013) 

Resiliensi korban bullying dalam menghadapi realitas kehidupan sangat diperlukan dukungan dari orang-orang di sekitar agar korban bullying kembali pulih dalam menghadapi realitas kehidupan, selain itu dibutuh waktu yang cukup lama bagi koban bullying untuk pulih dari trauma yang dihadapi.

Diperlukan adanya pendekatan menyeluruh dan diharuskan adanya pendidikan, perubahan budaya, agar dapat menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seluruh individu. Dengan adanya kerja sama antara semua pihak, kita dapat membangun lingkungan yang menjunjung tinggi toleransi, keberagaman, dan rasa hormat satu sama lain. Dengan lingkungan yang baik dan mendukung akan memudahkan resiliensi korban bullying untuk lebih mudah menghadapi realitas kehidupan.

KESIMPULAN 

Menghadapi dan bangkit dari trauma tindakan bullying merupakan tantangan yang mempengaruhi korban, diperlukan adanya strategi untuk memutus siklus fenomena bullying tersebut. Di dalam menghadapi fenomena bullying yang marak terjadi diperlukan adanya pendekatan menyeluruh dan diharuskan adanya pendidikan, perubahan budaya, agar dapat menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seluruh individu.

Dengan adanya kerja sama antara semua pihak, kita dapat membangun lingkungan yang menjunjung tinggi toleransi, keberagaman, dan rasa hormat satu sama lain. Dengan lingkungan yang baik dan mendukung akan memudahkan resiliensi korban bullying untuk lebih mudah menghadapi realitas kehidupan.

Ericson mengembangkan teori perkembangan psikososial yang mencakup delapan tahap perkembangan sepanjang siklus hidupnya. Ericson tidak secara khusus dalam membahas bullying, tetapi kita bisa memahami dampak dari fenomena bullying berdasarkan perspektif tahab perkembanggan psikososial Ericson.

Di dalam kontes psikoanalisis Ericson, dampak dari tindakan bullying ini bisa menimbulkan konflik internal, tidak adanya kesetaraan, dan membuat korban kesulitan untuk mencapai tahap perkembangan dengan baik. sangat dibutuhkan dukungan keluarga, teman, dan lingkungan sekitarnya agar bisa membantu mereka dalam mengatasi dampak psikologis agar bias mempermudah dalam melanjutkan tahap perkembangan psikososial mereka.

Diperlukan dukungan dari orang-orang di sekitar agar korban bullying kembali pulih dalam menghadapi realitas kehidupan. Selain itu dibutuh waktu yang cukup lama bagi korban bullying untuk pulih dari trauma yang dihadapi agar dapat menghadapi realitas kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA

  • Anggeriyane, E., Azhar Abulkhair Jayadie, A., Nor Afipah, R., Heni Adelia, G., Nor Alifah Ramadhia, G., & Zainuddin, M. (2023). "Mengatasi Bullying dengan Edukasi dan Pendidikan Karakter pada Anak Usia Sekolah Melalui Media Audiovisual." Pengabdian Masyarakat Sumber Daya Unggul.
  • Bahri, Husnul. 2011. "Tumbuh Kembang dan Kompetensi Pendidikan Anak Usia Dini". Bengkulu: Penerbit Panda.
  • Coloroso, B. (2006). "Penindas, Tertindas, dan Penonton: Resep Memutus Rantai Kekerasan Anak dari Prasekolah hingga SMU". Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
  • Khoiroh, Qimmatul. "Hubungan Strategi Coping dengan Tingkat Premenstrual Syndrome pada Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang". Diss. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2013.
  • Lie, Anita. 2003. "Menjadi Orang Tua Bijak, 101 Cara Menumbuhkan Rasa Percaya Diri". Jakarta: Gramedia.
  • Muhopilah, P., & Tentama, F. (2019). "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying". Jurnal Psikologi Terapan dan Pendidikan.
  • Prawesti, Angraini. 2014. "Celebrate Your Weirdness Pisoteens: Pisitive Teens Agaginst Bullying". Jakarta: PT Gramedia.
  • Priyatna, Andi. 2010. "Lets End Bullying: Memahami Mencegah dan Mengatasi Bullying". Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
  • Siswati, & Widayanti, C. G. 2009. "Fenomena Bullying di Sekolah Dasar di Semarang: Sebuah Studi Deskriptif". Jurnal Psikologi Undip, 5 (2).
  • Surya, Daswif Fanny Fadilla, and Ismaniar Ismaniar. "Upaya Mengatasi Maraknya Tindakan Bullying pada Anak Usia Dini." Jambura Journal of Community Empowerment (2023): 61-72.
  • Syah, Arfi Fitrian. "Penerapan Layanan Konseling Individu dengan Pendekatan Terapi Perilaku Rasional Emotif untuk Mengatasi Trauma Dampak Bullying pada Siswa SMK 1 PGRI Mejobo Kudus Tahun Ajaran 2017/2018." (2018).

Biodata Penulis:

Putri Kurnia Sari saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Negeri Islam KH. Abdurrahman Wahid Pekalongan.

© Sepenuhnya. All rights reserved.