Pengalaman di Balik Keputusan Menjadi Mahasiswa Semi Gap Year

Melakukan gap year atau menjadi mahasiswa semi gap year bukanlah tanda kegagalan, tetapi merupakan langkah yang berani untuk menjalani kehidupan ….
Dalam perjalanan hidup, sering kali kita dihadapkan pada pilihan yang sulit untuk diambil. Salah satu keputusan yang bisa menjadi penentu arah masa depan adalah memilih jalur pendidikan setelah lulus sekolah menengah.

Beberapa orang mungkin memilih untuk langsung melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, sementara yang lain mungkin memilih untuk mengambil waktu istirahat atau gap year sebelum memulai studi lebih lanjut. Namun, ada juga yang memilih untuk melakukan apa yang dapat disebut sebagai semi gap year dengan menjadi mahasiswa, tetapi dengan komitmen yang lebih fleksibel.

Tahun 2022 dapat dikatakan menjadi tahun terberat bagi saya. Saya mengalami banyak kegagalan. Mulai dari usaha orang tua yang mengalami kebangkrutan, sehingga keinginan saya untuk bisa mengikuti bimbel dengan tujuan dapat dengan mudah masuk perguruan tinggi negeri harus terkubur dalam-dalam. Hingga akhirnya kekhawatiran saya terjadi, saya tidak lolos SNMPTN dan SMBPTN kala itu.

Pada awalnya saya memutuskan untuk mengambil waktu istirahat dengan tidak mendaftar seleksi mandiri di kampus manapun, namun orang tua saya menganjurkan untuk tetap berkuliah pada tahun tersebut dengan syarat biaya yang dikeluarkan untuk mendaftar kuliah tidak memberatkan mereka.

Saya mengambil jurusan Ilmu Sejarah di Universitas Sebelas Maret waktu itu, karena dilihat dari biayanya yang tidak begitu mahal dibandingkan dengan jurusan yang lain. Namun, setelah satu semester menjalani pendidikan di jurusan tersebut, saya semakin merasa tidak cocok dengan apa yang dipelajari dan beranggapan bahwa ini bukan passion saya.

Tidak hanya itu, orang-orang di keliling saya selalu menanyakan “Mau jadi apa nanti kalau kuliahnya di Ilmu Sejarah?” Tidak dapat dipungkiri bahwa hal-hal tersebut sangat mengganggu pikiran saya.


Setelah berdebat dengan pikiran saya, saya memutuskan untuk mengikuti tes SNBT di tahun depan, tepatnya tahun 2023.

Keputusan saya untuk mengikuti tes lagi tentu saja dengan persetujuan kedua orang tua. Tentu tidak mudah meyakinkan keduanya.

Cara saya meyakinkan keduanya ialah dengan memberi pemahaman bahwa kali ini saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan beasiswa, yang mana artinya kedua orang tua saya tidak perlu mengeluarkan biaya kuliah. Saya juga berjanji pada mereka bahwa saya akan lulus tepat waktu nantinya. Akhirnya, mereka memberi izin kepada saya untuk mengikuti tes lagi di tahun 2023.

Pada tes kali ini saya mengambil keputusan untuk menempatakan jurusan S1 Agribisnis pada pilihan pertama dan Penyuluhan Komunikasi Pertanian pada pilihan kedua.

Sebelum mengikuti tes tersebut tentu saya dihadapkan tantangan berupa manajemen waktu, yaitu saya harus pandai dalam membagi waktu antara kuliah di jurusan Ilmu Sejarah dan belajar untuk mengikuti tes SNBT. Waktu itu saya juga masih memiliki tanggungjawab untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dosen. Sering kali saya tidak memperhatikan dosen ketika mengajar di kelas dan memilih untuk mempelajari soal-soal tes SNBT.

Singkat cerita saya berhasil lolos tes SNBT 2023 di pilihan pertama saya, yaitu S1 Agribisnis. Tidak hanya itu, pada akhir tahun 2023 saya juga berhasil lolos seleksi beasiswa yang diberikan Kabupaten Wonogiri kepada mahasiswa-mahasiswi berprestasi di Wonogiri.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kabar bahagia ini menyelimuti keluarga kita. Dan benar saja bahwa rezeki itu tidak akan tertukar.

Namun, penting untuk diingat bahwa setiap orang memiliki perjalanan hidup yang unik, dan apa yang berhasil bagi satu orang mungkin tidak berhasil bagi yang lain. Melakukan gap year atau menjadi mahasiswa semi gap year bukanlah tanda kegagalan, tetapi merupakan langkah yang berani untuk menjalani kehidupan dengan penuh kesadaran dan keberanian.

Di akhir tulisan ini, penting untuk diingat bahwa keputusan untuk menjadi mahasiswa semi gap year adalah keputusan yang sangat pribadi dan harus dipertimbangkan dengan matang. Setiap orang memiliki kebutuhan dan tujuan yang berbeda-beda, dan tidak ada satu jalur pendidikan yang benar atau salah.

Yang terpenting adalah memiliki keberanian untuk mengikuti passion dan intuisi kita sendiri, serta memiliki keyakinan bahwa setiap langkah yang kita ambil akan membawa kita menuju masa depan yang lebih baik.

Penulis: Ardhiya Dwi Pangesti
© Sepenuhnya. All rights reserved.