THR: Aku Malu tapi Butuh

Dalam menerima THR di masa dewasa, terdapat dilema antara rasa malu dan kebutuhan yang harus dihadapi. Meskipun merasa malu untuk menerima ...

Setiap tahun, ketika bulan suci Ramadhan menjelang akhir dan kabar bahagia menyambut kedatangan Hari Raya Lebaran, sebuah perasaan yang rumit dan sulit untuk diungkapkan selalu menyelinap dalam hatiku. Perasaan menyesal tumbuh dewasa yang nantinya ketika silaturahmi ke rumah keluarga ataupun tetangga munculnya perasaan yang harus berperang ketika akan menerima Tunjangan Hari Raya (THR). Ah, sial kenapa selalu muncul penyesalan ketika tumbuh dewasa di hari lebaran. Aku malu tapi aku mau dan butuh.

Ketika pandanganku melintas ke belakang, aku teringat akan momen-momen masa kecil yang penuh keceriaan saat menyambut hari Lebaran. Namun, di tengah kebahagiaan itu, ada satu momen yang selalu menorehkan kenangan yang agak pahit di dalam hatiku saat harus menerima THR di masa dewasa ini. Sebagai seorang yang dulu hanya terbiasa dengan peran sebagai penerima, rasanya tidak terduga dan agak memalukan ketika aku harus menjadi salah satu yang menerima THR, bukan hanya sebagai seorang anak, tetapi sebagai seorang dewasa yang seharusnya mampu mandiri secara finansial.

Perasaan malu itu tidak muncul begitu saja. Seiring bertambahnya usia, aku juga mulai menyadari betapa beratnya beban yang harus dipikul oleh orang tua, dan semakin dewasa pula pemahamanku tentang betapa berharganya setiap rupiah yang diterima. Namun, di balik rasa malu tersebut, ada suatu kebutuhan yang harus dipenuhi, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk menjaga tradisi dan memastikan kebahagiaan keluarga di hari yang fitri ini.

Dalam menerima THR di masa dewasa, terdapat dilema antara rasa malu dan kebutuhan yang harus dihadapi. Meskipun merasa malu untuk menerima bantuan finansial, terutama jika sudah dewasa, namun pada saat yang sama, terdapat kebutuhan yang perlu dipenuhi seperti kebutuhan hidup sehari-hari atau memenuhi tanggung jawab keuangan lainnya. Oleh karena itu, penting untuk meresapi nilai-nilai keberanian dan menghargai bantuan yang diberikan.

Tunjangan Hari Raya

"Aku malu tapi aku butuh" adalah ungkapan yang mencerminkan dilema yang sering dihadapi oleh banyak orang ketika menerima THR di masa dewasa. Rasa malu muncul karena merasa seharusnya sudah dewasa dan tidak pantas untuk menerima itu. Namun, di sisi lain, realitas kehidupan sering kali tidak sesederhana yang kita harapkan. Terlepas dari usaha, masih ada berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi. THR bisa menjadi bantuan yang sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, membayar tagihan, atau bahkan menabung untuk masa depan.

Menerima THR di masa dewasa bisa menjadi pengalaman yang membingungkan dan menguji harga diri seseorang. Namun, penting untuk diingat bahwa menerima bantuan tidak selalu menandakan kegagalan atau kelemahan. Kadang-kadang, itu adalah langkah bijak untuk mengakui bahwa kita semua perlu bantuan pada saat-saat tertentu dalam hidup kita. 

Dalam menghadapi dilema ini, penting untuk memahami bahwa menerima bantuan tidak selalu merupakan tanda kelemahan atau ketergantungan. Kadang-kadang, itu adalah langkah bijak untuk mengelola kebutuhan finansial kita dengan bijak dan bertanggung jawab. Namun demikian, perasaan malu juga bisa memicu refleksi diri yang baik, mendorong kita untuk lebih gigih dan berusaha lebih keras dalam mencapai kemandirian finansial.

Bagian dari perjalanan hidup yang mengajarkan kita tentang kerendahan hati, empati, dan kesiapan untuk menghadapi tantangan. Jadi, sambil merasakan rasa malu, kita juga harus mengingat bahwa menerima bantuan adalah langkah bijak untuk mengelola kebutuhan finansial kita dengan bijak dan bertanggung jawab. Dengan sikap yang tepat, kita dapat memperkuat diri sendiri dan menjalani hidup dengan lebih baik, baik dalam kemakmuran maupun kesulitan.

Alfinda Listiana Patwi Ratih

Biodata Penulis:

Alfinda Listiana Patwi Ratih saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

© Sepenuhnya. All rights reserved.