Tren FOMO Mempengaruhi Gaya Hidup Seseorang, Bisakah?

Fear of Missing Out (FOMO) adalah fenomena sosial yang menggambarkan ketakutan atau kecemasan bahwa seseorang mungkin kehilangan sesuatu yang ...

Pernah nggak sih kalian merasa takut tertinggal? Bisa dari teman, saudara, bahkan artis ternama. Hal seperti itu mungkin baru sering terdengar sekarang. Perasaan takut tertinggal tersebut sering kali membuat seseorang yang mengalaminya tidak ingin tertinggal dari orang lain. Kenapa sih perasaan tersebut bisa muncul? Yuk simak penjelasan berikut ini.

Fenomena FOMO (Fear of Missing Out) atau perasaan takut tertinggal menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari oleh banyak orang, terutama generasi muda, dalam era digital saat ini. Perasaan takut untuk tertinggal tren terbaru atau kehidupan yang lebih menarik atau bahagia di media sosial, mengakibatkan tindakan kompulsif untuk menyusul ketertinggalan tersebut. Fenomena ini tidak hanya mempengaruhi aspek sosial, tetapi juga dapat berdampak negatif pada kesehatan mental, seperti menimbulkan kecemasan hingga depresi.

Fear of Missing Out (FOMO) adalah fenomena sosial yang menggambarkan ketakutan atau kecemasan bahwa seseorang mungkin kehilangan sesuatu yang menarik atau penting karena tidak terlibat atau tidak menyadari tentang hal tersebut. Tren FOMO ini telah menjadi bagian dari gaya hidup banyak orang, terutama di era digital saat ini. Fenomena ini memiliki dampak yang luas pada banyak aspek kehidupan, mulai dari hubungan sosial, kesehatan mental, hingga kepuasan hidup.

Sosial media, yang merupakan salah satu platform utama untuk mengalirkan informasi, telah menjadi pusat perhatian untuk FOMO. Di sini, orang-orang sering kali melihat kehidupan orang lain yang tampak sempurna dan menarik, menyebabkan mereka merasa tidak cukup atau tidak memadai. Ini sering kali mengarah pada tekanan sosial untuk mencapai standar yang tinggi, baik dalam hal status ekonomi, hubungan sosial, atau prestasi profesional. Tekanan ini bisa menyebabkan stres, kecemasan, dan masalah kesehatan mental lainnya.

Fear of Missing Out

Media sosial menjadi pemicu rasa takut untuk tertinggal, khususnya pada orang yang aktif bermain media sosial. Perasaan tidak percaya diri akan muncul ketika melihat unggahan teman atau orang lain yang sedang melakukan kegiatan yang tidak dilakukan oleh dirinya. Hal ini menunjukkan bahwa FOMO sering kali dipicu oleh tingkat kepercayaan diri yang lebih rendah dibandingkan orang lain. Kondisi ini biasanya ditemui oleh orang yang berusia 18 hingga 25 tahun karena adanya tuntutan untuk memiliki relasi sosial yang baik dengan orang lain. Selain itu, penggunaan media sosial yang berlebihan dan perasaan takut untuk tertinggal juga muncul untuk menghindari penolakan secara sosial.

FOMO juga mempengaruhi cara orang mencari kepuasan dan identitas. Banyak orang merasa bahwa kepuasan mereka dapat ditemukan dalam hal-hal yang diajarkan oleh orang lain untuk mencoba. Ini bisa mencakup konsumsi barang konsumsi, perjalanan wisata, atau bahkan pengalaman baru. Namun, ini sering kali mengarah ke kebutuhan yang tidak terpenuhi karena kepuasan yang dicari tidak dapat diperoleh melalui hal-hal yang tidak relevan atau tidak berkesinambungan.

Dampak FOMO pada kesehatan mental dan kesejahteraan hidup seseorang sangat signifikan. Penelitian yang dilakukan Carlton and McGill University menunjukkan bahwa FOMO lekat dengan emosi negatif dan stres. Para peneliti juga meyakini bahwa orang-orang yang memiliki FOMO sering kurang tidur dan mudah lelah. Selain itu, Psychology Research and Intervention menemukan bahwa orang yang merasakan FOMO memiliki tingkat kepuasan yang rendah terhadap hidupnya. Hal ini berkaitan dengan penggunaan media sosial yang menyebabkan tingkat kepuasan hidup seseorang semakin rendah.

Dalam konteks hubungan sosial, FOMO dapat mengarah ke perilaku yang tidak sehat. Misalnya, mencoba meniru gaya hidup atau perilaku orang lain untuk mendapatkan pengakuan atau teman baru. Ini bisa mengakibatkan perasaan ketidakpastian dan ketidakstabilan dalam hubungan sosial. Selain itu, FOMO juga dapat mempengaruhi keputusan pribadi, seperti memilih pekerjaan atau karir yang dianggap menjanjikan berdasarkan harapan orang lain, bukan berdasarkan minat dan kepentingan pribadi.

Untuk mengatasi dampak negatif FOMO, penting untuk mengembangkan keseimbangan antara hidup sehat dan sosial. Ini bisa dilakukan dengan cara meningkatkan kesadaran diri, memahami bahwa kehidupan orang lain tidak selalu mencerminkan realitas atau kebahagiaan mereka, dan mencari kepuasan dalam hal-hal yang sesuai dengan nilai dan tujuan hidup sendiri. Selain itu, menghargai dan memahami perbedaan antara diri sendiri dan orang lain juga penting untuk mengurangi tekanan yang dibuat oleh FOMO.

Dalam era digital ini, FOMO menjadi fenomena yang tidak bisa dihindari. Namun, dengan pemahaman dan kesadaran yang tepat, orang-orang dapat memanfaatkan teknologi untuk menghubungkan mereka dengan orang lain, tanpa terlalu tergoda oleh persepsi yang tidak realistis tentang kehidupan orang lain. Ini memungkinkan orang-orang untuk menikmati kehidupan yang lebih sehat, damai, dan memuaskan, tanpa terpengaruh oleh kecemasan kehilangan sesuatu yang mungkin tidak penting.

Dengan memahami dan mengatasi dampak FOMO, kita dapat mendekatkan diri kepada gaya hidup yang lebih seimbang dan berdampak positif pada kesejahteraan kita. Ini mencakup mencari kepuasan dalam hal-hal yang sesuai dengan kepentingan dan nilai kita sendiri, serta menghargai kebebasan dan kesadaran diri dalam memilih jalan hidup kita sendiri.

FOMO menjadi fenomena yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari banyak orang, mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, mulai dari kesehatan mental, hubungan sosial, hingga kepuasan hidup. Namun, dengan cara yang tepat, kita dapat mengatasi dampak negatif FOMO dan menikmati kehidupan yang lebih seimbang dan damai.

Rachmannia Nugraheni

Biodata Penulis:

Rachmannia Nugraheni lahir pada 25 Maret 2005 di Surakarta. Saat ini ia aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

© Sepenuhnya. All rights reserved.