A: “Bro, udah dimana? Gua baru sampai tempat reuni nih”
B: Gua masih di Rumah lah, santai aja bro gausah tepat waktu banget, yang lain juga paling telat, ya gak?”
A: Iyasih, di sini masih 2 orang, kirain gua yang telat, terus ini acaranya bakal ngaret berapa lama?”
B: Ya paling 1 jam dari yang direncanain, kayak biasa aja lah bro, pasti selalu ngaret 1 jam, kan? Makannya gua males otw lebih awal”
Percakapan receh jika ingin datang ke suatu acara atau pertemuan. Di mana dalam acara atau pertemuan tersebut sudah tertera waktu yang ditentukan untuk dimulai, namun selalu dimulai lebih lambat karena menunggu kehadiran “Si Tukang Ngaret” yang sering menyampaikan alasan alternatifnya yaitu telat karena terjebak macet. Tapi sadar nggak sih, dari percakapan tersebut dapat dilihat, kebiasaan orang lain dalam hal ngaret ini menjadi pengaruh besar bagi orang di sekitarnya. Orang yang suka ngaret sering mengulurkan waktunya seperti halnya keelastisan karet. Akibatnya, acara menjadi lebih lama dimulai dan banyak waktu yang terbuang, tentu itu akan membuat kesal orang yang menunggu “Si Tukang Ngaret” tersebut karena orang tersebut tidak menghargai waktu dan tidak menghargai orang lain yang sedang berusaha untuk menghargai waktu.
Karena di Indonesia banyak orang yang memiliki kebiasaan ngaret, jadilah di setiap acara selalu tidak dimulai tepat waktu. Hal itu kemudian menjadi hal wajar di setiap pengadaan acara atau pertemuan, sehingga orang yang awalnya sering tepat waktu menjadi malas untuk tepat waktu karena sudah tahu polanya yaitu acara akan dimulai lebih dari waktu yang sudah direncanakan, lalu untuk apa tepat waktu?
![]() |
| sumber: psthatslife.com |
Banyak yang berargumen kalau orang Indonesia sering telat atau ngaret karena Indonesia memiliki tingkat toleransi yang tinggi bahkan dalam toleransi waktu. Banyak acara atau pertemuan yang memiliki toleransi waktu, sehingga orang lain pun akan berpikir kalau acara akan tidak dimulai tepat pada waktunya yang menjadikan mereka akan datang lebih lambat dari waktu yang sudah ditentukan dan itu menjadi suatu aturan tidak tertulis pada suatu acara atau pertemuan.
Namun, tidak semua orang Indonesia suka ngaret, tetapi karena kebanyakan dari orang Indonesia tersebut lebih suka mengulur waktu dan tidak menepati kesepakatan waktu yang ditentukan, orang-orang yang selalu tepat waktu pun akan ikut datang terlambat agar tidak menjadi korban “Si Tukang Ngaret” yang sering membuang-buang waktu.
Seharusnya, ngaret ini bisa dihindari misalnya jika sudah tahu keadaan jalan akan macet, perlulah persiapan yang lebih awal, agar sampai tepat pada waktunya walaupun setelah terjebak macet. Berbeda lagi jika dalam keadaan yang tidak bisa dikontrol seperti kecelakaan atau ban bocor. Semestinya, keadaan yang masih bisa dikontrol tidak dijadikan alasan untuk telat hadir di suatu acara ya guys.
Meski demikian, jika kamu sudah menerapkan hidup disiplin, tetap menjaga kedisiplinan tersebut merupakan hal yang perlu dilakukan. Tidak perlu ikut telat dengan alasan karena yang lain juga akan telat. Hal tersebut justru akan membuat kebiasaan ngaret ini tidak selesai dan menjadi kebiasaan baru tanpa disadari. Jika kamu masih sering ngaret, mulailah hidup disiplin dengan hal kecil seperti tidak menunda-nunda waktu.
Kita sama-sama berusaha untuk lebih disiplin dan lebih produktif dengan 24 jam yang kita miliki. Salah satunya adalah dengan melakukan manajemen waktu yang baik. Jangan sampai 24 jam yang kita miliki terbuang percuma dan tidak teratur.
Kebiasaan ngaret memang tidak berpengaruh banyak ke kita tetapi berpengaruh banyak ke orang lain yang sudah membuang waktunya untuk menunggu. Jadi, tunggu apalagi? Yuk tingkatkan integritas diri menjadi lebih baik. Masa masih mau menunda untuk jadi disiplin, terus-terusan ngaret demi memuaskan ego sendiri, tidak menghargai waktu orang lain pula. Nah, kamu yang mana nih? Si tukang ngaret atau si paling disiplin?
Biodata Penulis:
Annisa Rahmah saat ini aktif sebagai mahasiswa Agribisnis di Universitas Sebelas Maret.
