Bandung, sebagaimana perlu diketahui, ialah sebuah wilayah di daerah Jawa Barat yang memiliki kondisi geografis menyerupai sebuah mangkuk. Hal ini sejalan dengan pernyataan T. Bachtiar, seorang anggota Masyarakat Geografi Nasional Indonesia dan Kelompok Riset Cekungan Bandung. Beliau dalam acara GeoTV mengungkapkan bahwa Bandung itu berbentuk cekung seperti mangkuk raksasa apabila ditarik garis dari Gunung Tangkuban Parahu ke Gunung Malabar.
Secara keseluruhan, terdapat penurunan topografi yang dapat dilihat pada skala regional, seperti di kawasan Rancaekek, Dayeuhkolot, dan Leuwigajah. Pada kesempatan ini, kita akan melakukan eksplorasi yang lebih mendalam terkait dengan salah satu daerah yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu Dayeuhkolot.
Dayeuhkolot merupakan daerah yang secara keseluruhan terletak di dataran rendah, dengan ketinggian rata-rata mencapai 600 meter di atas permukaan laut. Secara geografis, Dayeuhkolot, yang termasuk ke dalam wilayah Bagian Selatan dari Kota Bandung, memiliki posisi sejajar dengan aliran Sungai Citarum, yang merupakan sungai terpanjang di provinsi Jawa Barat.
Kondisi geografis inilah yang membuatnya menjadi lokasi yang sangat rentan terhadap dampak banjir yang sering kali mencapai tingkat parah, terutama saat cuaca memasuki musim hujan. Pada musim hujan, Sungai Citarum akan meluap hingga menyebabkan airnya membanjiri pemukiman warga.
Masyarakat yang tinggal di kawasan ini sudah melakukan beragam upaya untuk menyelamatkan tempat tinggalnya dari arus air banjir yang cukup merugikan setiap kali bencana ini terjadi. Kabarnya, ada yang membangun rumah dengan tingkatan yang cukup tinggi melebih ketinggian perumahan biasa, dengan alasan untuk mencegah air banjir untuk masuk ke rumah mereka. Ada juga yang memang sudah menyiapkan alat siaga banjir seperti perahu karet maupun kayu mana bila banjir akan terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa banjir sudah sangat sering terjadi di kawasan ini bertahun-tahun lamanya.
![]() |
| sumber: cnnindonesia.com |
Masyarakat percaya bahwa bencana ini harus menjadi fokus pemerintah setempat agar segera dihadirkan upaya pencegahan dan penanggulangan bencana banjir. Dengan ini, pemerintah Kabupaten Bandung kemudian menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam menanggulangi bencana banjir melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah. BPBD dibantu pula dengan dikeluarkannya Perda Kabupaten Bandung No 2 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Kabupaten Bandung. Perda ini merupakan tindakan nyata dari pemerintah daerah untuk merumuskan kebijakan yang lebih komprehensif dalam upaya penanggulangan bencana.
Dengan adanya Perda ini, diharapkan akan tersedia solusi yang efektif dan berkelanjutan dalam menghadapi potensi bencana yang mungkin terjadi di wilayah tersebut. Meskipun sudah hampir sepuluh tahun berlalu sejak Perda tersebut diimplementasikan, sayangnya, bencana banjir masih sering terjadi hingga saat ini.
Oleh karena itu, kita perlu merenungkan dan merumuskan tindakan konkret yang seharusnya diambil baik oleh warga setempat maupun pemerintah Kabupaten Bandung, terutama di wilayah Dayeuhkolot, guna meningkatkan efektivitas upaya mitigasi bencana banjir.
Solusi pertama datang dari Bupati Bandung di tahun 2022 untuk memperbaiki fasilitas drainase di sekitar wilayah Kabupaten Bandung, termasuk Dayeuhkolot, guna memperbaiki jalur drainase perumahan warga menuju ke kolam retensi Andir. Beliau mengungkapkan bahwa cukup sulit untuk menanggulangi bencana banjir di daerah ini, dikarenakan kondisi geografis yang sangat tidak mendukung. Ia sempat menawarkan upaya pemerataan tanah hingga relokasi warga. Namun, upaya ini mendapat respon pasif karena warga butuh memikirkan keputusan ini dengan matang. Oleh karena itu, upaya untuk memperbaiki saluran drainaselah yang akhirnya ditempuh oleh pemerintah setempat.
Pemerintah telah mengusahakan yang terbaik untuk pencegahan banjir di Dayeuhkolot. Namun, hal ini saja tidak cukup untuk menghentikan bencana yang tidak diketahui kapan datangnya ini. Masyarakat harus bersama-sama menyatukan suara dan pikirannya mengenai penanggulangan bencana banjir dengan pemerintah setempat. Upaya yang dilakukan tidak akan pernah berhasil bila hanya satu pihak yang berusaha.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan masyarakat setempat adalah dengan menumbuhkan kesadaran dari hal terkecil, seperti tidak membuang sampah di sekitar Sungai Citarum. Hal ini juga dapat memicu banjir semakin parah terjadi.
Kemudian, penting juga bagi masyarakat untuk bersikap kooperatif kepada proyek-proyek yang ditawarkan oleh pemerintah guna memperbaiki kawasan yang mereka tinggali tahap demi tahap.
Tidak hanya masyarakat dan pemerintah setempat, kita sebagai publik awam pun masih bisa turut mengulurkan bantuan. Aksi-aksi sosial dapat digelar untuk membantu masyarakat setempat membersihkan lingkungan guna menurunkan persentase kemungkinan terjadinya bencana banjir.
Selain itu, kita juga dapat menggelar bakti sosial untuk mengedukasi masyarakat setempat mengenai pentingnya menjaga kebersihan, berhenti membuang sampah sembarangan dan mendirikan bangunan yang dekat dengan sungai, serta menjaga pohon-pohon dan melakukan reboisasi agar pohon-pohon di kawasan itu dapat menjadi media penyerapan air yang efektif.
Dengan segala upaya ini, sangat diharapkan sebuah implementasi yang signifikan sehingga intensitas bencana banjir di Dayeuhkolot juga kawasan lain yang ada di Bagian Selatan Kabupaten Bandung akan mengalami penurunan secara bertahap.
Biodata Singkat:
Qhasdinna Syifa Alfiyanni (kerap disapa Syifa) lahir di Bandung pada tanggal 9 Oktober 2004. Ia merupakan seorang mahasiswa program sarjana Sastra Indonesia di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran.

