Media sosial merupakan salah satu platform digital yang menciptakan jaringan sosial, orang dapat terhubung dengan teman, keluarga bahkan orang asing. Di mana informasi tersebar luas dengan sangat cepat melalui platform digital. Media sosial menjadi jembatan antara individu dan dunia, yang memungkinkan kita untuk belajar, berbagi, dan berinteraksi dengan orang lain dari berbagai latar belakang. Media sosial dan platform lainnya juga bisa menjadi alat yang sangat efektif untuk pemasaran dan promosi bisnis. Dengan adanya media memudahkan kita untuk mencapai kesuksesan di era digital, dan memanfaatkan platform media dengan efektif sehingga tidak tertinggal.
Menggunakan media digital harus sangat berhati-hati karena setelah menggunakan media digital tersebut meninggalkan jejak digital. Jejak digital yaitu semua informasi yang tertinggal setelah beraktivitas di dunia maya, seperti halnya jejak kaki di dunia nyata hanya saja jejak digital berupa data yang bisa bertahan lama dan sulit dihapus sepenuhnya. Jejak digital sangat penting karena memiliki dampak signifikan terhadap kehidupan kita, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Jejak digital yang positif dapat membantu kita membangun reputasi yang positif. Sebaliknya, jejak digital yang buruk bisa dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Informasi pribadi yang terpapar di media dapat disalahgunakan oleh orang lain. Oleh karena itu penting sekali untuk menjaga keamanan jejak digital kita.
Era digital sekarang memang semakin mengkhawatirkan. Kasus Audrey menjadi contoh nyata dari dampak media digital. Tahun 2019, media sosial pernah gempar dengan berita perundungan anak SMP di Pontianak, Kalimantan Barat. Anak bernama Audrey Balqis Zidvankaa itu dikeroyok 12 cewek SMA dan mengalami kekerasan mulai dari dijatuhkan ke aspal, perut diinjak, hingga (maaf) alat vitalnya ditusuk. Gara-gara ini di Twitter ramai tagar #JusticeForAudrey hingga para selebritis banyak yang menemui Audrey buat memberi dukungan. Tanggal 9 April 2019, tagar justiceforAudrey viral di Twitter bahkan menduduki nomor 1 di Indonesia dan dunia. Namun ternyata, kebenaran soal kekerasan yang diklaim Audrey ternyata tidak ada. Berdasarkan hasil visum, tidak ditemukan bekas kekerasan apapun di semua tubuh Audrey. Bahkan kulitnya disebut tidak ada lecet. Hanya saja, Audrey memang sempat mengalami gangguan psikis setelah dikonfrontasi pelaku. Pelaku perundungan pun buka suara dan mengakui memang mereka sempat melakukan bully tapi tidak ada pengeroyokan apalagi kekerasan. Mereka juga minta maaf dan memohon agar tidak dihakimi. Tiga orang pelaku kemudian diputuskan bersalah.
sumber: kapanlagi.com |
Contoh lainnya yaitu kasus doxing yang dialami Cakra, seorang jurnalis, sehari setelah artikel Cek Fakta yang ditulis terkait politikus PDIP Arteria Dahlan (liputan6.com). Artikel yang berjudul “Cek Fakta: Tidak Benar Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Cucu Pendiri PKI di Sumbar” dan diunggah 10 September 2020 itu, mengonfirmasi adanya kabar bahwa Arteria Dahlan merupakan cucu pendiri PKI di Sumatera Barat. Sebenarnya, di dalam judul sudah jelas tertulis bahwa kabar tersebut tidak benar. Namun, nyatanya hal itu tetap mengundang kemarahan sejumlah pihak hingga tanggal 11 September 2020 sekitar pukul 18.20 ditemukan akun Instagram @d34th.5kull yang mengunggah foto Cakra tanpa izin (Balqis & Monggilo, 2023). Selain mengunggah foto Cakra tanpa izin dengan disertai narasi-narasi provokatif, akun-akun pelaku doxing di atas juga menyebarkan identitas pribadi Cakra, mulai akun-akun media sosial, alamat e-mail, nama kampus almamater, hingga alamat rumah. Bahkan dari pernyataan resmi Liputan6 disebutkan bahwa foto keluarga, termasuk foto anak korban yang masih bayi juga turut disebarkan (Pernyataan liputan6.com soal Doxing, 2020). Padahal saat doxing terjadi, akun-akun media sosial Cakra sudah dalam kondisi privat. Selain diunggah melalui Instagram, data-data pribadi Cakra juga disebarkan lewat Telegram. Tak hanya menyebarkan data pribadi, para pelaku juga diketahui menyerang reputasi dan kredibilitas Cakra sebagai jurnalis. Cakra mengaku bahwa ada foto-fotonya di media sosial yang disebarkan dengan dibumbui narasi-narasi yang mengarah ke body shaming, seperti “kurus” dan sejenisnya. Menurut keterangan Cakra, pelaku juga menyerang kredibilitas Liputan6 sebagai suatu institusi dengan mengunggah foto hasil suntingan mengenai media tersebut dengan teks bernada menjatuhkan.
Tidak hanya itu, jejak media digital juga bisa menaikan reputasi seseorang. Dibuktikan dengan adanya Influencer sosial, merk lokal yang viral, tokoh publik yang aktif di media sosial, startup yang sukses. Dari tiga kasus tersebut bisa dilihat dampak dari media digital sangatlah memberi pengaruh besar, baik positif maupun negatif. Dari kasus pertama, media digital memiliki pengaruh bagi masyarakat yang tidak tahu mengenai cerita sebenarnya akhirnya berpendapat dan berpikiran bahwa kasus yang disebarkan sendiri oleh tersangka itu benar terjadi lalu menyebarkan kasus tersebut ke media digital meskipun belum terbukti kebenarannya, walaupun memang pelaku terbukti telah membully Audrey tetapi tidak sampai tindak kekerasan. Menjadikan berita tersebut tidak benar kenyataannya. Kasus yang kedua, media digital berpengaruh buruk terhadap reputasi seseorang. Sedangkan kasus yang ke tiga, media digital berpengaruh baik terhadap reputasi seseorang.
Untuk mengatasi hal tersebut, solusi yang harus kita lakukan yaitu hendaknya kita berhati-hati dalam bermedia, jangan sampai kita menyebarkan berita yang belum terbukti kebenarannya sehingga berdampak buruk pada reputasi seseorang. Jangan sampai media menjadi pengaruh buruk seperti pelanggaran privasi, cyberbullying, pencurian identitas, dan dampak pada karir. Kita bisa mencegah kejadian yang bisa berdampak buruk kepada seseorang dengan cara meningkatkan literasi digital, mengatur privasi pada Platform media digital, dan berfikir sebelum bertindak. Lindungi jejak digitalmu, lindungi masa depanmu.
Biodata Penulis:
Lailah Nur Azizah, lahir pada tanggal 30 Januari 2005 di Pemalang, saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.