“History is always repeating itself” adalah frasa yang tepat untuk menggambarkan bagaimana keadaan dunia sekarang. Apakah kamu ingat ketika fotografi tidak bisa dianggap seni karena semua orang bisa melakukannya dan semua pelukis akan kehilangan pekerjaan mereka. Kebencian yang bercampur dengan rasa takut menyebar ke seluruh penjuru dunia dan menetap hingga bertahun-tahun lamanya.
“Ketakutan terkadang diungkapkan bahwa fotografi pada waktunya akan sepenuhnya menggantikan seni lukis. Sebagian orang tampaknya berpikir bahwa ketika proses mengambil foto berwarna telah disempurnakan dan menjadi cukup umum, pelukis tidak akan memiliki hal lain untuk dilakukan.” Henrietta Clopath, 1901.
Terdengar familiar, bukan? Mengenai argumen “semua orang bisa melakukannya” dan “ini akan membuat sesorang kehilangan pekerjaannya”. Dan apakah sekarang lukisan sudah kalah saing dengan fotografi? Jika kamu pergi ke auction house atau rumah lelang, kamu akan menemukan lukisan yang terjual dengan harga puluhan hingga ratusan juta dollar. Bandingkan dengan foto, bahkan hanya ada sedikit kasus foto bisa terjual 10 juta dollar. Pada dasarnya, harga bukanlah satu-satunya cara untuk menentukan value sebuah lukisan, tapi sejauh ini belum ada bukti pasti bahwa fotografi telah mengalahkan lukisan. Aku ragu bahwa akan ada orang yang percaya dan yakin bahwa fotografi akan menghilangkan lukisan, setidaknya bukan dari orang yang kukenal.
Aku akan meminjam beberapa quotes untuk memberikan gambaran tentang pandanganku.
“Inovasi dan perasaan merupakan bagian penting dalam pembuatan karya seni…fotografi tidak akan jauh berbeda dari ukiran”
“photography couldn’t qualify as an art in its own right…[because it lacks] something beyond mere mechanism at the bottom of it.” - Tulisan dari 1855 the Crayon.
Di sini kita memiliki beberapa contoh yang merendahkan value dari proses kreatif itu sendiri, karena prosesnya melibatkan mekanisme atau “tidak memiliki jiwa”, mereka mengatakan itu tidak bisa disebut seni. Hanya manusia yang bisa menciptakan seni, begitulah pandangan yang kita percayai selama bertahun tahun bahkan ratusan hingga ribuan tahun.
Aku telah berbicara dengan orang yang melawan penggunaan artificial intelligence di bidang kreatif, dan mereka mengatakan hal yang sama kepadaku. Beberapa orang tersebut berada di industri kreatif dan mungkin lebih paham, pikirku. Namun argumen yang sama selalu keluar dari mulut mereka. Aku tidak berencana untuk mengkritik, sekadar info. Aku tidak peduli sama sekali tentang pendapat mereka. Mereka sudah kalah argumen jika dalam konteks sejarah.
Sebagai seseorang yang menggeluti dunia teknologi, aku merasa sangat terbantu akan kehadiran AI dan aku menggunakannya untuk menciptakan sesuatu yang biasanya hanya sekedar bayangan atau ide yang bahkan aku tidak punya waktu dan sumber daya yang cukup untuk membuatnya.
Bukan hanya ini alasan mengapa orang menyukai AI untuk membuat seni. Tidak hanya praktis. Bagiku, ini semua tentang “pengekspresian” diri serta “intensi”. Kedua hal ini adalah kunci dari seni. Aku juga akan menambahkan bahwa sebuah koneksi harus dirasakan oleh si artis, tanpa sentuhan/connection, maka itu bukanlah seni yang “bagus”. Mau itu AI ataupun bukan.
Apa yang Bisa AI Lakukan untuk Artis
Ada 2 pendekatan berbeda dalam penggunaan artificial intelligence dalam pekerjaanmu, ini tidak hanya terbatas pada fotografi, pelukis, pembuat film, komposer, atau pengukir. Semua bisa menggunakan AI untuk membuat pondasi/dasar menggunakan prompt atau bahkan kamu bisa menggunakan AI untuk membantumu menyunting, mengubah, juga menaikkan nilai dari seni yang sudah kamu bikin sendiri.
Apa yang Harus Kita Lakukan?
Pendapatku untuk orang yang ingin memulai atau bahkan sudah menjadi artis, beradaptasilah dengan AI dan lihat apakah itu bisa membantumu atau tidak. Kamu tidak harus menggunakannya. Mungkin pada akhirnya kamu akan secara tidak sadar menggunakannya. Tak bisa dihindari, kita semua akan menggunakan AI dengan berbagai cara, tidak peduli seberapa keras kamu melawan untuk tidak menggunakannya. Namun jika kamu menghindari menggunakan AI karena apa yang kamu dengar dan apa yang kamu baca, kamu mungkin akan rugi. Coba dan tentukan sendiri apa yang kamu ingin dan butuhkan.
Alasan orang orang kontra terhadap AI dan balasanku:
- AI akan menghilangkan pekerjaan. Ini mungkin benar di beberapa kasus. Bahkan di banyak kasus. Tapi apa kamu tahu apalagi yang menghilangkan pekerjaan? Printer. Computer. Internet. Era digital. Smartphone. Teknologi kadang bisa menyebalkan. Kadang menguntungkan kadang tidak, waktu terus berjalan. Kita semua adalah korban dari pergantian paksa ini.
- Semua orang bisa membuat Seni dari AI. Yup, that’s true, bukankah itu akan sangat menyenangkan? Janga lupa, semua orang bisa menggambar di atas kertas, mengambil pena lalu melukis di canvas. Bila kamu tidak setuju, coba pikirkan ini. Jika kamu adalah seorang artis yang menggunakan AI untuk membuat sebagian atau bahkan semua pekerjaanmu, menurutmu apakah seseorang yang “berpengalaman” akan mempekerjakan AI dan membuat sesuatu yang lebih baik dari milikimu? Coba ingat lagi pada saat berkembangnya kamera smartphone, “semua orang bisa menangkap foto, fotografi bukanlah seni”. Seorang fotografer yang menggunakan smartphone pasti menghasilkan foto yang jauh lebih baik, bukan? Perbedaan antara pengguna biasa dengan fotografer profesional adalah mereka dapat memaksimalkan potensi dari smartphone itu sendiri.
- Seni yang dibuat AI tidak memiliki jiwa. Menurutku ini adalah argument yang lucu. Pertama, aku tidak percaya dengan adanya jiwa atau apapun sebutannya. Kedua, biarpun kamu percaya akan adanya jiwa, apakah kamu percaya akan jiwa yang ada di dalam sebuah objek mati? Seakan-akan “jiwa” hanya sekadar jalan pintas untuk mendeskripsikan segalanya. Pada akhirnya, yang tersisa hanyalah tujuan dari sang artis.
- Artificial Intelligence akan mengambil alih dunia dan memperbudak manusia. Ya, masih belum ada jawaban pasti akan hal ini. Mungkin suatu saat AI akan mengambil alih bumi dan memperbudak semua orang. Mungkin apa yang dikatakan Elon Musk benar adanya. Namun, ini tidak ada sangkut-pautnya akan kebebasan kita untuk membuat seni. Dan untuk meyakinkanmu, aku ingin mengakui satu hal, smartphone, benda itu telah membuat manusia menjadi zombies. Poinku adalah, kita tidak boleh jatuh dalam keputusasaan serta ketakutan akan fantasi yang mungkin tidak nyata.
Ingat, kita adalah manusia yang selamat dari kiamat pada tahun 2012. Kita bahkan selamat dari Covid-19 yang digadang-gadang sebagai alat pemerintah untuk mengurangi populasi. Percayalah, kita pasti akan selamat dari perubahan sosial yang dibuat oleh AI, pun jika tidak, siapa yang akan AI pilih untuk tetap hidup? Orang yang melawannya atau orang yang memprogramnya?
Biodata Penulis:
Muhammad Irfan, lahir pada tanggal 29 Januari 2006, saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret, fakultas Teknologi Informasi dan Sains Data, jurusan Informatika.