Sejak kecil, kita diajarkan bahwa adab adalah fondasi menjadi manusia yang berharga. Adab bukan hanya sekadar sopan santun, melainkan bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Ironisnya, di era modern ini, adab sering kali terlupakan, tergantikan oleh ambisi keilmuan dan ego yang mendominasi. Semakin banyak orang yang merasa dirinya "berilmu", semakin sering kita menyaksikan perilaku yang bertolak belakang dengan esensi keilmuan itu sendiri.
Adab dan ilmu adalah dua sisi mata uang yang saling melengkapi. Ilmu yang tinggi tanpa adab akan menjadikan seseorang arogan dan cenderung meremehkan orang lain. Sebaliknya, adab tanpa ilmu bisa membawa pada kesesatan dan kebodohan. Keduanya harus berjalan beriringan agar menghasilkan manusia yang tidak hanya cerdas, tetapi juga bijaksana.
Baru-baru ini, perbincangan tentang pentingnya adab kembali memanas di media sosial. Seorang pendakwah terkenal menjadi pusat perhatian karena gaya penyampaiannya yang kontroversial. Kritik tajam hingga caci maki tak henti-hentinya mengalir, seolah melupakan satu nilai penting dalam menyampaikan pendapat: adab. Ironisnya, dari perdebatan ini justru muncul pesan yang viral, bahwa "adab lebih penting daripada ilmu". Pernyataan ini menggugah kesadaran banyak pihak untuk kembali merenungkan, sejauh mana adab masih menjadi pedoman dalam kehidupan kita?
Contoh nyata dari pentingnya adab adalah pengalaman Gus Miftah. Seorang pendakwah yang kerap menjadi sorotan publik. Gaya dakwahnya yang unik sering kali menuai pro dan kontra. Sebagian menganggap metodenya tidak sesuai dengan tradisi, sementara yang lain memuji keberaniannya menjangkau komunitas yang sulit dijangkau oleh pendakwah lain. Selain itu, kasus Gus Miftah juga memberikan pelajaran tentang pentingnya pendekatan kontekstual dalam menyampaikan ilmu.
Dalam masyarakat yang semakin beragam, metode penyampaian ilmu harus disesuaikan dengan kebutuhan audiens. Misalnya, pendekatan yang berhasil di satu komunitas belum tentu efektif di komunitas lain. Di sinilah adab memainkan peran penting: ia menjadi jembatan yang memungkinkan dialog yang lebih inklusif dan saling menghormati.
Dalam situasi seperti ini adab menjadi kunci. Perbedaan pandangan adalah hal yang wajar, tetapi tanpa adab, perbedaan itu akan berubah menjadi konflik yang merusak. Adab mengajarkan kita untuk tetap menghormati pandangan orang lain. Selama masih dalam koridor yang tidak melanggar prinsip agama dan moral.
Adab adalah inti dari ajaran Islam, dan Rasulullah SAW memberikan banyak teladan tentang pentingnya menjaga adab. Berikut beberapa pelajaran penting tentang adab yang relevan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari:
1. Berkata Baik atau Diam
Nabi Muhammad SAW bersabda, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam." Kalimat ini mengajarkan kita untuk berpikir sebelum berbicara. Jika ucapan kita tidak membawa manfaat, lebih baik diam.
2. Menjaga Lisan
Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa banyak orang yang masuk neraka karena tidak menjaga lisannya. Gosip, hinaan, dan fitnah adalah bentuk pelanggaran adab yang dapat merusak hubungan sosial dan merugikan diri sendiri di akhirat kelak.
3. Menghormati Perbedaan
Dalam kehidupan, perbedaan adalah keniscayaan. Orang yang beradab adalah mereka yang mampu menghargai perbedaan pendapat, tanpa merasa superior atau merendahkan pihak lain. Perbedaan bukanlah ancaman, melainkan kekayaan yang memperkaya perspektif kita.
4. Bersikap Sabar dan Rendah Hati
Sabar dalam menghadapi kritik atau perbedaan pendapat menunjukkan kedewasaan seseorang. Kerendahan hati membuat kita lebih mudah diterima oleh orang lain dan menciptakan suasana yang kondusif untuk dialog.
5. Menunjukkan Empati
Salah satu wujud adab yang paling penting adalah empati. Dengan menempatkan diri pada posisi orang lain, kita dapat memahami perasaan dan kebutuhan mereka, sehingga mampu bertindak lebih bijaksana.
Kasus pendakwah yang menjadi kontroversi adalah pengingat bagi kita semua bahwa adab lebih dari sekadar atribut pribadi; adab adalah pondasi untuk menjaga harmoni dalam masyarakat. Tanpa adab, kritik berubah menjadi hinaan, diskusi menjadi debat yang merusak, dan ilmu hanya menjadi alat pembenaran diri.
Adab mengajarkan kita untuk tidak hanya memandang benar atau salah, tetapi juga bagaimana menyampaikan kebenaran dengan cara yang tidak menyakiti. Ini adalah pelajaran yang relevan di era digital saat ini: opini dengan mudah menjadi viral tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap orang lain.
Ilmu dan adab adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Ilmu tanpa adab hanya akan memecah belah. Sementara adab tanpa ilmu bisa membawa pada kebodohan. Oleh karena itu, setiap individu perlu menanamkan adab dalam setiap aspek kehidupannya. Baik dalam berbicara, bertindak, maupun menerima perbedaan. Dengan adab, perbedaan bukan lagi menjadi alasan konflik, melainkan jembatan menuju kebersamaan. Mari kita jadikan adab sebagai pedoman utama. Agar kehidupan bermasyarakat menjadi lebih harmonis dan bermakna.
Biodata Penulis:
Mala Fiantikayana saat ini aktif sebagai mahasiswa, Pendidikan Kimia, di Universitas Sebelas Maret.