Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Jember Fashion Carnaval: Festival Kostum Spektakuler Kelas Dunia dari Jawa Timur

Jember Fashion Carnaval bukan hanya panggung budaya, tapi juga mesin penggerak ekonomi lokal. Selama pekan karnaval, hotel-hotel penuh, UMKM ...

Siapa yang mengira bahwa sebuah kota di timur Pulau Jawa bisa menjadi episentrum mode jalanan yang mengguncang dunia? Jember, kabupaten yang dahulu lebih dikenal lewat perkebunan tembakau dan kopi, kini menjelma menjadi rumah bagi salah satu karnaval fashion terbesar dan paling memesona di Asia: Jember Fashion Carnaval (JFC). Jika Anda membuka situs resmi pariwisatanya, jembertourism.com, tak sulit menemukan deretan foto dan video penuh warna dari perhelatan akbar ini, yang setiap tahunnya menjadi magnet ribuan wisatawan lokal maupun mancanegara.

Namun JFC bukan sekadar parade. Ini adalah karya budaya, manifesto seni rupa bergerak, dan bukti nyata bahwa kreativitas bisa mekar bahkan di tempat yang tak banyak orang prediksi sebelumnya. Dan yang lebih menarik, JFC bukanlah produk dari industri besar, melainkan buah kerja komunitas—anak-anak muda, desainer lokal, seniman jalanan, pelajar, dan masyarakat umum yang menyatu dalam semangat kolektif.

Kelahiran Sebuah Gagasan: Dari Jalan Menuju Dunia

Jember Fashion Carnaval lahir dari mimpi seorang putra daerah bernama Dynand Fariz. Ia adalah seorang desainer dengan visi besar: mengangkat wajah Jember ke pentas dunia melalui medium yang jarang disentuh kota-kota kecil—fashion. Pada tahun 2001, Dynand mengadakan perhelatan kecil di jalanan kota, semacam parade kostum yang diinspirasi oleh kemegahan Rio Carnival di Brasil. Banyak yang mencibir, bahkan menganggap ide itu aneh untuk ukuran kota yang selama ini lebih identik dengan pertanian.

Jember Fashion Carnaval
Foto by Rizaldby | Puteri Indonesia Pariwisata 2014, Estelita Liana on Jember Fashion Carnaval

Namun waktu membuktikan bahwa ide itu bukan sekadar mimpi kosong. Dalam dua dekade, JFC bertransformasi menjadi perhelatan tahunan yang dinantikan, dengan konsep-konsep fashion yang menggabungkan antara etnik, kontemporer, dan futuristik. Panggungnya bukan catwalk terbatas ruang, melainkan jalan-jalan kota yang disulap menjadi runway raksasa.

Menghidupkan Budaya Lewat Busana

Yang membuat JFC begitu menonjol bukan hanya skala acaranya, tetapi kekayaan tematik yang diusung setiap tahun. Tema-tema tersebut tidak hanya indah secara visual, tetapi juga sarat makna. Tahun-tahun sebelumnya, JFC mengangkat tema seperti Victory of the Archipelago, Tribal Grandeur, Phoenix, hingga Visionary World. Setiap tema dipecah menjadi berbagai subtema, yang masing-masing merepresentasikan kebudayaan dunia atau Indonesia dengan gaya yang provokatif dan megah.

Misalnya, saat mengusung tema Garuda, para peserta bukan hanya mengenakan sayap dan atribut yang menyerupai burung mitologis tersebut. Mereka menjelma menjadi sosok-sosok heroik, dengan busana penuh ornamen emas, bulu-bulu spektakuler, dan riasan wajah yang dramatis. Penonton bukan hanya melihat parade, mereka menyaksikan narasi visual tentang identitas dan kebanggaan.

Tak jarang pula JFC mengangkat isu-isu global seperti pelestarian alam, keberagaman budaya, atau perlawanan terhadap intoleransi. Ini menunjukkan bahwa JFC bukan sekadar pesta kostum, tapi juga bentuk ekspresi sosial-politik yang dikemas dalam format yang artistik.

Ritual Kolektif yang Membentuk Generasi

Apa yang membuat Jember Fashion Carnaval istimewa adalah keterlibatan massal masyarakat. Ini bukan acara elitis yang hanya dimiliki segelintir perancang busana atau tokoh seni. Sebaliknya, JFC membuka ruang bagi pelajar SD hingga mahasiswa, komunitas seniman, ibu rumah tangga, bahkan petani dan tukang ojek—semua bisa ambil bagian.

Ada JFC Mini, yang diperuntukkan bagi anak-anak. Mereka tampil dengan semangat yang sama, mengenakan kostum kompleks, berjalan percaya diri sepanjang runway kota. Ini bukan hanya ajang hiburan, tapi proses pembelajaran nonformal yang mengajarkan anak-anak tentang estetika, kerja keras, dan kebanggaan akan jati diri.

Di balik setiap kostum spektakuler, ada proses panjang: dari menggambar sketsa, memilih bahan, menjahit, hingga latihan koreografi. Seluruh proses ini menumbuhkan kolaborasi lintas generasi dan menanamkan nilai gotong-royong secara nyata.

Dampak Ekonomi yang Nyata

Jember Fashion Carnaval bukan hanya panggung budaya, tapi juga mesin penggerak ekonomi lokal. Selama pekan karnaval, hotel-hotel penuh, UMKM menggeliat, dan sektor kuliner panen besar-besaran. Pengrajin kostum lokal yang sebelumnya tak terdengar kini kebanjiran pesanan. Penjual kain, perias wajah, penjahit, hingga tukang cat ikut merasakan dampaknya.

Dampak jangka panjangnya bahkan lebih signifikan. Jember kini dikenal luas. Banyak orang yang tadinya tidak tahu di mana letak Jember, kini menaruh kota ini dalam daftar destinasi yang wajib dikunjungi. Ini adalah bentuk branding kota yang sangat kuat, dan menariknya, dilakukan bukan lewat pembangunan fisik besar-besaran, tapi lewat kekuatan budaya dan kreativitas.

Warisan Dynand Fariz yang Tak Pernah Padam

Dynand Fariz meninggal dunia pada 2019, tapi semangat dan visinya tak ikut pergi. Ia telah meninggalkan warisan yang lebih besar dari sekadar acara tahunan—ia membangun identitas baru bagi Jember. Dan yang lebih penting, ia membuktikan bahwa transformasi sosial bisa dimulai dari satu ide yang sederhana namun ditekuni dengan sepenuh hati.

Kini, JFC dikelola oleh Yayasan JFC yang tetap berkomitmen melanjutkan visi Dynand. Mereka menjaga kualitas acara, memperluas kolaborasi, dan terus mendorong inovasi. Meski telah kehilangan tokoh sentralnya, JFC tetap menyala sebagai perayaan tahunan yang dinantikan.

Mengajarkan Kita Cara Memandang Kota dengan Cara Baru

JFC mengajarkan bahwa kota tidak harus besar untuk berarti. Kota tidak harus metropolitan untuk bisa berbicara kepada dunia. Jember, kota yang mungkin luput dari radar wisatawan beberapa dekade lalu, kini punya panggung sendiri yang dilihat dan dibicarakan banyak orang.

Dan mungkin, yang paling penting, JFC membuktikan bahwa kreativitas adalah bentuk perlawanan paling lembut namun paling berdampak. Ia tak memaksa, tapi menarik. Ia tak menggurui, tapi menginspirasi.

JFC dan Masa Depan Kota Kreatif

Indonesia punya banyak festival budaya. Tapi JFC tetap istimewa. Bukan sekadar upacara atau parade, JFC adalah proses kreatif yang hidup, dinamis, dan berpihak pada partisipasi rakyat.

Jika ada satu hal yang bisa kita pelajari dari JFC, itu adalah bahwa budaya bukan benda mati. Budaya bisa terus hidup, beradaptasi, dan tampil segar jika diberi ruang untuk berkembang. Dan JFC adalah buktinya—sebuah ajang yang menjahit sejarah, kreativitas, dan harapan ke dalam satu benang merah: kebanggaan terhadap jati diri.

Bagi saya pribadi, Jember Fashion Carnaval bukan hanya tontonan, tetapi pengalaman emosional. Setiap kali melihat lautan warna di jalanan Jember, saya melihat lebih dari sekadar kostum. Saya melihat kota yang percaya pada potensinya, masyarakat yang percaya pada kekompakan, dan sebuah bangsa yang tak pernah kehabisan alasan untuk bersyukur dan merayakan keindahan.

© Sepenuhnya. All rights reserved.