Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Menjadi Bijak di Dunia Maya: Peran Generasi Muda dalam Moderasi Beragama

Banyak di antara anak muda menggunakan internet, yang tidak selalu menyediakan sumber yang dapat diandalkan, untuk mencari solusi cepat untuk ...

Indonesia dikenal sebagai negara dengan keanekaragaman yang luar biasa, tidak hanya dalam hal budaya dan bahasa, tetapi juga dalam hal agama dan kepercayaan. Menjaga keharmonisan sosial di tengah keanekaragaman tidaklah mudah hal ini menjadi tantangan tersendiri di Indonesia. Oleh karena itu, moderasi agama menjadi prinsip penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Moderasi beragama bukan berarti mencampuradukkan ajaran agama atau mengurangi semangat dalam beragama akan tetapi, moderasi beragama mengajarkan orang-orangnya untuk menjalankan agama mereka dengan bijak, tidak ekstrim, dan menghargai perbedaan.

Sebagai mayoritas penduduk, generasi muda memiliki peran besar dalam membentuk masa depan negara, termasuk mempertahankan prinsip moderasi. Sayangnya, dengan berkembangnya teknologi dan media sosial, mereka semakin rentan terhadap paparan ideologi radikal dan intoleran. Dalam keadaan seperti ini, moderasi agama harus dikenalkan sejak dini dan diperkuat secara konsisten. Menurut riset yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada tahun 2023 menemukan bahwa generasi muda, khususnya Generasi Z yang berusia antara 11 - 26 tahun termasuk kelompok yang paling rentan terhadap paparan paham radikal. Penyebaran konten keagamaan yang tidak moderat melalui media sosial dan platform digital lainnya memperburuk hal ini.

Menjadi Bijak di Dunia Maya

Fenomena ini menunjukkan adanya krisis pemahaman keagamaan di kalangan sebagian anak muda. Banyak di antara mereka menggunakan internet, yang tidak selalu menyediakan sumber yang dapat diandalkan, untuk mencari solusi cepat untuk masalah spiritual mereka. Sangat mudah untuk menemukan cerita keagamaan yang eksklusif, hitam-putih, dan membenturkan kelompok di situs web seperti YouTube, TikTok, dan Instagram. Intoleransi di pendidikan tinggi juga belum sepenuhnya teratasi, sebuah survei yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta pada tahun 2022 menemukan bahwa beberapa mahasiswa dan dosen menunjukkan sikap eksklusif dan menentang keberagaman. Hal ini menunjukkan bahwa moderasi agama tidak hanya terjadi di media sosial tetapi juga di institusi pendidikan formal.

Selain itu, menurut laporan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), hoaks tentang agama menjadi salah satu yang paling populer di Indonesia. Pada 2021 saja, kategori ini menempati posisi kedua setelah hoaks politik, konten-konten seperti ini menimbulkan kebencian dan konflik, terutama di kalangan komunitas muda yang aktif di media sosial.

Untuk menangani hal tersebut, generasi muda memiliki peran strategis. Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan:

Pertama, generasi muda harus menjadi agen literasi digital dan informasi terlebih dahulu. Literasi digital adalah kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mengevaluasi informasi yang diperoleh dari internet. Generasi muda dapat membantu menyaring dan menangkal konten yang provokatif atau menyesatkan dengan berpikir kritis tentang sumber informasi. Selain itu, mereka memiliki kemampuan untuk memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan berita positif yang mendorong kerukunan antarumat beragama.

Kedua, generasi muda dapat menjadi jembatan dialog lintas agama dan budaya. Melalui komunitas, diskusi daring, maupun forum lintas iman, mereka bisa berperan sebagai fasilitator yang mendorong terciptanya pemahaman dan kerja sama antar kelompok berbeda. Sikap terbuka, inklusif, dan menghargai keberagaman menjadi nilai penting yang harus terus ditanamkan.

Ketiga, generasi muda dapat bergabung dengan organisasi atau komunitas yang mendukung moderasi beragama dapat menjadi cara yang efektif untuk meningkatkan pemahaman orang dan memperluas jaringan sosial yang sehat.

Peran ini tentu tidak mudah, apalagi di tengah derasnya arus konten viral yang seringkali lebih menarik perhatian dibanding pesan-pesan moderasi. Oleh karena itu, penting bagi lembaga pendidikan, keluarga, dan tokoh agama untuk membimbing generasi muda agar mampu menjadi pribadi yang bijak dalam menggunakan teknologi, serta teguh dalam membawa misi perdamaian dan toleransi.

Biodata Penulis:

Dinda Nurul Kholifah saat ini aktif sebagai mahasiswa, program studi Pendidikan Agama Islam di UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.

© Sepenuhnya. All rights reserved.