Di tengah arus globalisasi yang begitu deras, menjaga kelestarian tradisi lokal menjadi tantangan sekaligus peluang untuk memperkuat moderasi beragama. Salah satunya yaitu tradisi megengan. Tradisi megengan merupakan salah satu warisan budaya Jawa yang sarat dengan nilai-nilai spiritual dan sosial yang dilaksanakan saat menjelang bulan suci Ramadan, tradisi ini mencerminkan perpaduan harmonis antara budaya lokal dan ajaran Islam. Namun, megengan tidak hanya menjadi momen persiapan batin untuk menyambut Ramadan, tetapi juga sebagai simbol moderasi dalam menjaga keseimbangan antara adat dan agama. Dalam tradisi ini, masyarakat diajak untuk merenungkan makna kehidupan, mempererat silaturahmi, dan memohon ampunan kepada Allah SWT serta sesama manusia. Tradisi megengan ini dapat dimaknai sebagai jembatan budaya dan agama untuk memperkuat harmoni sosial (Putri Dwi Fitriana, 2024). Kemudian bagaimana makna simbolik megengan berkontribusi pada penguatan moderasi beragama di masyarakat?
Megengan secara harfiah berasal dari kata “megeng” yang berarti menahan. Hal ini berkaitan erat dengan makna puasa, yaitu menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa dan mengotori hati. Tradisi ini biasanya ditandai dengan doa bersama, tahlilan, serta berbagi makanan kepada tetangga dan keluarga. Salah satu makanan khas yang selalu hadir adalah kue apem, yang secara simbolik melambangkan permintaan maaf dan kesiapan hati dalam menyambut bulan Ramadan.
Makna menjadi kesatuan antara objek dan lambang dari sesuatu. Makna dapat terbentuk berdasarkan hubungan antara akal budi manusia (obyek) dengan lambang komunikasi (simbol)Simbol merupakan sesuatu perangsang yang berisi nilai dan juga makna yang dapat dipelajari oleh manusia (Sutdrajat, 2022). Simbol berbeda dengan tanda, simbol adalah proses untuk menghasilkan makna karena objek tertentu, sedangkan tanda berkaitan dengan objek secara langsung. Makna simbolik berarti makna yang terkandung di dalam sesuatu yang menjadi tonggak untuk memahami objek.
Makna Simbolik yang Terkandung dalam Tradisi Megengan
1. Makna simbol integritas sosial
Maksud dari integrasi sosial adalah keberadaan megengan dalam lingkungan tempat tinggal mereka sebagai simbol yang ditunjukkan agar serasi dengan warga lainnya. Pada pelaksanaan tradisi megengan biasanya mereka selalu menyediakan kue apem yang berwarna merah muda mencolok, terkadang juga kue apemnya berwarna hijau yang pekat. Bukan hanya makanan ringan, tetapi juga simbol pembersihan diri dan rekonsiliasi sosial.
Dalam tradisi ini, masyarakat diajak untuk saling memaafkan dan memperbaiki hubungan sebelum memasuki bulan puasa. Ini merupakan bentuk nyata dari nilai moderasi, yaitu menjunjung perdamaian, menghindari permusuhan, dan menjaga keseimbangan antara hubungan dengan Tuhan dan sesama manusia.
2. Makna Simbolik Harmoni Sosial
Harmoni sosial merupakan keselarasan dalam kehidupan bermasyarakat saling menghormati perbedaan dalam pelaksanaan ritual. Pelaksanaan megengan lengkap dengan ritual sesaji bertujuan untuk menghargai perbedaan. Maka mereka yang memiliki tipe makna dapat memilih untuk tidak melakukan ritual tersebut. Megengan selalu melebih-lebihkan makanan yang dibawa seperti nasi, kue apem dan lauknya.
Pada simbol ini mewujudkan semangat moderasi beragama dengan menekankan rasa hormat terhadap perbedaan, kebebasan memilih, dan upaya untuk hidup berdampingan secara harmonis. Konsep ini menyoroti pentingnya merayakan keberagaman sambil menjaga rasa keseimbangan dan moderasi dalam praktik keagagamaan. Pendekatan ini menumbuhkan rasa persatuan dan pengertian dalam masyarakat, yang berkontribusi pada masyarakat yang lebih inklusif dan damai.
3. Makna Simbolik Penghormatan Leluhur
Selanjutnya pelaksanaan megengan juga memiliki makna untuk mengingat kepada nenek moyang sebelum melaksanakan ibadah puasa. Sehingga dengan begitu pelaksanaan megengan memiliki makna untuk mengingat, menghormati dan mendoakan nenek moyang terdahulu. Mereka yang sudah sepuh menggunakan peci dan keberadaanya berperan besar dalam tiap tradisi memiliki makna dalam masyarakat.
Pada uraian tersebut moderasi beragama menekankan pada penghormatan terhadap leluhur, mengingat masa lalu, menumbuhkan rasa keterhubungan spiritual, menghargai orang tua dan kebijaksanaan mereka, serta memadukan tradisi budaya dengan keyakinan Islam. Ritual ini menunjukkan bagaimana individu dapat mempertahankan warisan budaya mereka sambil berpegang teguh pada keyakinan mereka, yang mendorong koeksistensi yang harmonis antara tradisi dan agama.
4. Makna Simbolik Kehormatan Diri
Pengalaman seperti ini yang menjadi alasan bahwa megengan tidak terlepas dari kelengkapan sesaji yang dapat memberikan keselamatan bagi diri sendiri beserta keluarganya. Pada saat megengan juga memiliki ciri khas dari kue apem yang berwarna putih untuk menunjukkan kesucian dari dosa dan sarana memohon ampun kepada Tuhan.
Ritual ini menyoroti integrasi praktik budaya dengan keyakinan agama, yang menekankan pendekatan yang seimbang terhadap praktik keagamaan. Namun, penting untuk diingat bahwa moderasi beragama mendorong individu untuk mencari bimbingan dari ajaran Islam dan menghindari praktik yang bertentangan dengan ajaran tersebut.
5. Makna Simbolik Kesadaran Beribadah
Pada penyediaan kue Apem pada beberapa orang masih sakral dengan dibuat sendiri, berbeda bagi mereka yang memiliki makna melaksanakan megengan sebagai sarana ibadah. Menurut warga penyediaan kue apem yang tidak selalu membuat sendiri dan waktu penyediaan sesaji tanpa pembakaran kemenyan ini berarti tidak terlalu mengacu pada kebudayaan, tetapi lebih mengacu pada keagamaan yang tidak boleh menyalahi aturan. Moderasi beragama dalam konteks uraian ini berarti menerima perbedaan pemahaman dan praktik keagamaan terkait makna simbolik dan tradisi dalam beribadah. Moderasi beragama mendorong toleransi, dialog, dan penghargaan terhadap perbedaan tanpa mengabaikan nilai-nilai esensial agama.
Tradisi megengan, yang merupakan warisan budaya Jawa, memiliki makna simbolik yang mendalam dan berkontribusi signifikan terhadap penguatan moderasi beragama di masyarakat. Tradisi ini, yang dilakukan menjelang bulan suci Ramadhan, mengajarkan nilai-nilai integritas sosial, harmoni sosial, penghormatan terhadap leluhur, kehormatan diri, dan kesadaran beribadah. Makna simbolik dari tradisi megengan, seperti penyediaan kue apem dan doa bersama mencerminkan integrasi budaya lokal dengan ajaran Islam serta menjadi sarana untuk mempererat hubungan sosial, memaafkan, dan memohon ampunan. Selain itu, tradisi ini mengajarkan pentingnya menghormati perbedaan, menjaga keseimbangan antara adat dan agama, serta memelihara keharmonisan dalam kehidupan beragama.
Dengan demikian, megengan tidak hanya berfungsi sebagai persiapan menyambut Ramadhan, tetapi juga sebagai jembatan yang menghubungkan nilai-nilai spiritual dan sosial, serta mendorong terciptanya masyarakat yang lebih inklusif, damai, dan moderat dalam praktik beragama.
Daftar Pustaka:
- Putri Dwi Fitriana, S. W. (2024). Tradisi Megengan dalam Mempertahankan Kearifan Lokal. Prosiding SEMDIKJAR (Seminar Nasional Pendidikan dan Pembelajaran).
- Sutdrajat, A. V. (2022). Makna Simbolik Tradisi Megengan bagi Warga Desa Ngadirojo. Paradigma.
Biodata Penulis:
Tsania Nelly Fakhrina saat ini aktif sebagai mahasiswa di UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.