Perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia bukan hanya momentum untuk mengenang perjuangan para pahlawan, tetapi juga menjadi ruang ekspresi kebhinekaan dan penguatan nilai-nilai kebangsaan, termasuk nilai moderasi beragama. Moderasi beragama merujuk pada sikap beragama yang seimbang, toleran, dan menghormati perbedaan, baik dalam kehidupan beragama maupun berbangsa.
Perayaan HUT RI menjadi simbol persatuan dan kesatuan karena mencerminkan nilai-nilai dasar bangsa yang telah diwariskan sejak kemerdekaan, peringatan 17 Agustus menjadi momentum hari besar untuk memperkuat rasa kebersamaan, melupakan perbedaan, berkerja sama. Dan bergotong royong dalam mencapai tujuan bersama. Tidak melihat latar belakang individu tertentu, seperti ras, suku, dan agama.
Banyak pahlawan Indonesia yang gugur dalam perjuangan kemerdekaan, dan tidak semua dari mereka beragama Islam. Pahlawan-pahlawan ini berasal dari berbagai latar belakang agama, ras, suku dan budaya, namun mereka semua bersatu dalam semangat perjuangan untuk mencapai kemerdekaan. Beberapa contoh pahlawan non-Muslim yang gugur dalam perjuangan kemerdekaan antara lain Martha Christina Tiahahu, I Gusti Ngurah Rai, dan Jenderal Sudirman.
Perayaan 17 Agustus, atau HUT Kemerdekaan RI, di Indonesia ditandai dengan berbagai tradisi dan kegiatan budaya yang beragam. Mulai dari lomba tradisional seperti balap karung dan panjat pinang, hingga kegiatan seperti upacara bendera, kirab, dan pawai rakyat. Ada juga tradisi unik seperti Barikan di Malang, lomba dayung di Banjarmasin, dan sepak bola durian di Kebumen. Namun tetap yang paling umum dan sering di jumpai yaitu lomba 17-an.
Dilansir dari KUY, lomba 17 Agustus ini diadakan untuk mengekspresikan rasa gembira atas Kemerdekaan Indonesia yang berhasil didapatkan oleh para pahlawan sekaligus mengenang jasa-jasa mereka. Akhirnya, lomba 17 Agustus menjadi sebuah tradisi yang masih terus dijalankan hingga saat ini oleh generasi penerus.
Dalam lomba 17 Agustus, moderasi beragama dapat diwujudkan melalui kegiatan yang menghargai keragaman dan mendorong toleransi antar umat beragama. Contohnya, Kegiatan gotong royong. Lomba 17-an biasanya diadakan di lingkungan tempat tinggal seperti RT/RW, sekolah, kantor, atau taman kota.
Tempat lomba dihias dengan semarak, penuh warna merah putih, umbul-umbul, bendera, dan berbagai hiasan khas kemerdekaan. Tempat kegiatan dihias dengan simbol-simbol kemerdekaan dan pesan-pesan kebangsaan, seperti "Bhinneka Tunggal Ika," Warga berkumpul dengan antusias, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, menciptakan suasana penuh kegembiraan dan kekeluargaan tanpa memandang dan membedakan suku dan agama. Karena Tempat kegiatan dihias dengan simbol-simbol kemerdekaan dan pesan-pesan kebangsaan, Mendorong semua umat beragama berpartisipasi aktif dalam membersihkan lingkungan, menyiapkan tempat seperti membangun tiang panjat pinang. Membuat area untuk lomba balap karung. Menyiapkan alat dan bahan untuk kebutuhan lomba dan tidak jarang setelah lomba selesai semua kalangan Masyarakat berkumpul untuk makan-makan.
Perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia bukan hanya sebagai momen untuk mengenang perjuangan para pahlawan, tetapi juga sebagai wadah memperkuat persatuan dalam keberagaman. Nilai moderasi beragama tercermin dalam kegiatan seperti lomba 17-an yang melibatkan semua kalangan tanpa membedakan latar belakang agama, suku, atau ras. Melalui semangat gotong royong, toleransi, dan kebersamaan dalam perayaan tersebut, masyarakat diajak untuk menghargai perbedaan dan menjaga semangat kebangsaan serta persatuan yang telah diwariskan oleh para pahlawan bangsa.
Biodata Penulis:
Muhammad Faris Aminudin saat ini aktif sebagai mahasiswi di UIN K.H. Abdurrahman Wahid, Pekalongan.