Takjil sering diartikan sebagai makanan ringan sejenis kolak, kue, dan minuman yang berbahan dasar manis. Padahal, kata “Takjil” berasal dari Bahasa Arab “Ta’jil/Ajjala” yang artinya menyegerakan atau mempercepat. Sedangkan dalam Bahasa Inggris arti “War” adalah perang yang menjadi perumpamaan semangat persaingan dan keseruan dalam berburu takjil.
War Takjil adalah fenomena ikonik selama bulan Ramadan yang terjadi di Indonesia. Peristiwa berburu takjil tidak hanya dilakoni oleh umat Islam yang berpuasa untuk mencari hidangan berbuka puasa, tapi juga dilakukan oleh non-muslim yang ingin mencicipi takjil yang hanya ada di bulan Ramadan. Momen inilah yang membuat tempat pasar jajan dipenuhi orang-orang berbagai agama untuk ikut memeriahkan bulan Ramadan.
War Takjil Dilakukan oleh Semua Umat Beragama
Istilah War Takjil pertama kali muncul pada bulan Ramadan 2024 tahun lalu. Belum diketahui siapa pencetus istilah populer ini, namun netizen berbondong-bondong membuat video yang berisi kekocakan saat War Takjil. Seperti di laman Tiktok akun @Aditya876FMPekanbaru yang menuliskan keuntungan mempunyai temen non-muslim yang bisa diajak mencicipi takjil mana yang cocok dimakan waktu buka sebelum dibeli.
Cerita lainnya tertulis di akun @KevinMillenio yang mengungkapkan bahwa Sang Ibu mendandaninya layaknya seorang muslim, memakai baju koko dan sarung untuk ikut memborong takjil, padahal mereka umat Kristiani. Ini juga berdampak pada umat Muslim, seperti yang dialami oleh akun @eeaaggllee yang kalah War Takjil dengan Non-Islam.
Karena ramainya fenomena ini, orang luar negeri pun penasaran dan datang ke Indonesia untuk ikut berburu Takjil seperti yang dilakukan oleh akun @vincent.
Dari banyaknya orang bahkan konten kreator terkenal yang ikut War Takjil, membuat Ramadan menjadi lebih seru dan ramai oleh berbagai umat beragama.
War Takjil Sebagai Bentuk Toleransi
Jika dulu hanya diajarkan toleransi adalah menghargai kepercayaan umat lain yang berbeda dengan kita, sekarang bentuk toleransi bisa apa saja. Semakin berkembangnya zaman, semakin banyak pula perbedaan yang ada. Cara menghadapinya pun tak bisa selalu sama dengan zaman dulu, tidak saklek hanya sekedar menghargai ibadah agama lain seperti yang tertulis di buku bacaan masa sekolah.
Generasi sekarang atau lebih akrab disapa Gen Z memiliki cara sendiri untuk menunjukkan rasa toleransi, salah satunya War Takjil ini. Karena War Takjil tidak benar-benar persaingan yang membuat konflik atau kerusuhan berebut jajan, melainkan sebagai momen para umat beragama bertemu dan interaksi secara langsung tanpa mempermasalahkan perbedaan keyakinan. Mereka murni mencari takjil yang tidak biasa ditemui di luar bulan Ramadan dan menciptakan suasana kebersamaan. Hal ini juga memberi dampak positif pada UMKM karena dagangan mereka laku dengan mudah dan cepat.
K.H. Cholil Nafis, selaku Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah mengungkapkan jika fenomena ini sebagai bagian dari berkah Ramadan. "Saya memahami 'Takjil War' itu kan kita mau membeli hidangan buka puasa dan kalau saudara kita yang non muslim pun mau ikut menikmati, itu bagian dari berkah Ramadan."
War Takjil Menjadi Jokes Setahun Sekali Para Gen Z
Fenomena ini bahkan menjadi candaan bagi para Gen Z, terutama umat Muslim yang tidak kebagian Takjil karena kalah cepat dengan umat lain. Sepeti yang tertulis di kolom komentar di akun @Fachrulhadid.
Umat Muslim sering tidak kebagian Takjil karena para Nonis sudah lebih membeli di jam 2 atau 3 siang dimana para layaknya orang berpuasa, oarng Islam tidak punya tenaga untuk pergi di hari yang panas.
Fenomena War Takjil ini diharapkan dapat menjadi tradisi Ramadan yang dapat memperkuat tali persatuan dan dapat menjadi media tolerasi untuk menghargai perbedaan.
Biodata Penulis:
Salma Kamelia, lahir pada tanggal 3 Februari 2006 di Pekalongan, saat ini aktif sebagai mahasiswa di UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.