“Iya sih, hobi baca buku itu keren. Tapi kalau bacanya buku fiksi apa gunanya?”
Mungkin kalimat itu pernah didengar oleh kamu yang hobinya membaca buku terutama buku fiksi seperti novel maupun cerpen. Pemikiran seperti itu masih mengakar kuat di masyarakat Indonesia, banyak yang beranggapan bahwa hanya buku nonfiksi yang dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya, sedangkan buku fiksi itu sama sekali tidak bermanfaat. Buku fiksi yang merupakan karangan penulis dianggap tidak lebih dari cerita yang tidak memberikan apa pun pada pembacanya. Selain itu, buku fiksi juga dianggap oleh sebagian orang memiliki derajat yang lebih rendah dibandingkan buku nonfiksi. Anggapan seperti itu membuat penikmat buku fiksi mendapatkan pandangan negatif dari orang lain yang menganggap hobi mereka itu hanya kegiatan membuang-buang waktu dan uang.
Pepatah “Buku adalah jendela ilmu” seharusnya sudah tidak asing, setidaknya gurumu mengatakannya sekali di sekolah. Pepatah itu sangat tepat, karena buku berisi dengan banyak sekali ilmu pengetahuan, baik yang ditulis secara implisit maupun eksplisit. Karena pepatah itu tidak berbunyi “Buku nonfiksi adalah jendela ilmu”, maka bisa disimpulkan semua buku adalah jendela ilmu, baik yang non fiksi maupun yang fiksi.
Oleh karena itu, baik buku non fiksi maupun buku fiksi dapat digunakan untuk belajar. Dengan membaca buku, kamu dapat memperkaya kosakata dan mempelajari struktur kalimat. Kamu juga dapat belajar bahasa asing secara menyenangkan dengan membaca buku. Buku akan mengajakmu berjalan-jalan mengelilingi dunia dan menjelaskan tempat serta budaya yang bahkan belum pernah kamu dengar namanya, kamu dapat menjelajah dunia hanya dengan duduk dan membaca buku. Melalui buku, kamu dapat memperluas sudut pandang, membuatmu dapat memahami suatu hal dari berbagai sisi.
Tidak hanya untuk belajar, membaca buku secara keseluruhan berguna untuk kesehatan. Membaca itu seperti olahraga untuk otak. Dengan membaca, kamu akan membayangkan dan mengingat banyak hal dalam waktu singkat, hal itu merupakan olahraga yang bagus untuk otak. Karenanya dengan sering membaca kamu dapat memperkuat memori dan mencegah gejala pikun.
Ternyata membaca buku juga bisa digunakan untuk terapi bagi mereka yang mengalami gangguan emosional maupun psikologis, metode itu dinamakan bibliotherapy. National Institute for Clinical Excellence (NICE) merekomendasikan metode ini untuk pengobatan pasien depresi ringan sampai sedang, ansietas dan panik, gangguan makan, fobia, parenting, rasa rendah diri, dan masih banyak lagi. Namun untuk mencapai hasil yang maksimal, pasien terapi harus menyukai atau menikmati buku yang mereka baca.
Secara khusus, buku fiksi bermanfaat untuk memperbaiki kesehatan mental terutama bagi mereka yang mengalami stres dan memiliki masalah kehidupan. Mereka yang stres dan menghadapi masalah kehidupan biasanya mencari pelarian, membaca buku fiksi yang cenderung lebih ringan dibandingkan buku non fiksi menjadi salah satu pelarian yang positif. Orang cenderung memilih buku fiksi di saat stres karena buku ini menawarkan dunia yang berbeda di mana aturan-aturan dunia nyata yang membebani mereka tidak berlaku. Buku fiksi menawarkan kebebasan dan keamanan, membuat orang dapat melarikan diri dan melupakan semua permasalahan yang sedang mereka hadapi untuk sesaat.
Manfaat lain dari membaca buku fiksi sudah pernah diteliti oleh Lena Wimmer, peneliti postdoctoral Julius-Maximilians-Universität of Würzburg (JMU), pada penelitiannya yang berjudul Cognitive effects and correlates of reading fiction: Two preregistered multilevel meta-analyses. Melalui penelitian itu, Lena Wimmer meneliti dampak kognitif dari membaca buku fiksi dan menghasilkan kesimpulan bahwa membaca buku fiksi secara ekstensif memiliki dampak terhadap fungsi kognitif. Efeknya dapat terlihat pada keterampilan kognitif seperti pemecahan masalah dan penalaran.
Selain itu, buku fiksi juga memiliki manfaat pada pemahaman emosional pembaca, terutama empati. Pembaca fiksi cenderung lebih terlatih dalam memahami perasaan orang lain dibandingkan dengan mereka yang hanya membaca buku non fiksi. Ketika kamu membaca buku fiksi, kamu akan dipaksa untuk melihat dunia dari sudut pandang tokoh utama, kamu akan menemaninya melalui halaman-halaman yang terus kamu balik, kamu harus menemaninya di situasi yang paling membahagiakan maupun paling menyedihkan. Hal itu membuat kita akan membayangkan dan merasakan apa yang dirasakan tokoh itu, serta membuat kita tanpa sadar membandingkannya dengan reaksi yang akan kita sendiri ambil jika berada di situasi serupa. Praktik membayangkan dan membandingkan itulah yang membuat pembaca fiksi dapat terlatih dalam memahami orang lain. Karena itulah Keith Oatley, Profesor Emeritus Psikologi Kognitif di Universitas Toronto, menyebut fiksi sebagai “Simulator Penerbangan Akal Manusia”.
Tidak ada buku yang tidak bermanfaat, bahkan buku dengan isi yang negatif sekalipun tetap bermanfaat untuk menjadi pelajaran dan pengingat bagi para pembacanya. Tidak ada buku yang pantas untuk direndahkan dan dipandang sepele, karena di setiap buku akan selalu ada pelajaran yang dapat diambil jika kamu membacanya dengan benar. Mungkin membaca buku fiksi memang tidak akan membuatmu mendapatkan nilai 100 di ujian, tapi membaca buku fiksi dapat memberimu ketenangan dan penghiburan saat kamu merasa lelah. Buku fiksi juga dapat membantu di kehidupan sosialmu, membuatmu lebih peka terhadap perasaan orang lain di sekelilingmu.
Anggapan “buku fiksi itu tidak berguna” terdengar seperti pemikiran yang sempit, karena sesungguhnya tidak ada yang tidak berguna di dunia ini. Hasil imajinasi seseorang mungkin terdengar tidak realistis dan palsu, tapi jika kamu menyelaminya dan memperhatikannya baik-baik akan selalu ada pelajaran yang dapat kamu ambil dan melengkapi pengetahuan yang kamu miliki.
Apakah benar membaca buku fiksi itu tidak berguna? Mungkin jawabannya bukan ya atau tidak, semuanya tergantung bagaimana kamu memaknai manfaat di luar angka dan data yang sudah teruji. Terkadang hasil imajinasi seseorang yang tidak terbukti benar dapat mengajarimu caranya menjadi manusia yang lebih baik, memberikanmu tempat istirahat, teman yang memahamimu di saat terendahmu, bahkan dunia ideal yang sebenarnya kamu harapkan di lubuk hati terdalammu.
Jadi, pernahkah kamu mengalami perubahan di hidupmu karena buku fiksi yang kamu baca?
Biodata Penulis:
Lulu Areza Nur Chotimah saat ini aktif sebagai mahasiswa, Prodi Ekonomi Pembangunan, di UNS. Penulis bisa disapa di Instagram @luluareza_