Mengenal Tradisi Sinoman

Tradisi sinoman memang bukan hal yang baru, tetapi nilainya masih relevan hingga saat ini. Di balik kesederhanaannya, sinoman mengajarkan banyak ...

Di tengah perubahan zaman yang cepat dan kehidupan yang lebih modern, banyak tradisi lama yang sudah tidak lagi dilakukan. Namun, ada sebagian dari kebudayaan tersebut yang masih bertahan karena masih bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman dan juga sebagai wujud nilai moral dan nilai kebudayaan yang tinggi. Salah satunya adalah tradisi sinoman, sinoman adalah sebuah kegiatan sosial di kalangan masyarakat Jawa di mana masyarakat saling membantu ketika ada warga yang menggelar acara hajatan, seperti pernikahan atau selamatan. Tradisi sinoman sudah ada sejak abad ke-14 dan masih berlangsung hingga saat ini. Tradisi sinoman masih eksis hingga saat ini karena sangat relevan dengan masyarakat jawa yang memiliki jiwa gotong royong yang kuat dan nilai sosial yang tinggi.

Mengenal Tradisi Sinoman

Kata sinoman berasal dari kata sinom yang artinya masa remaja. Sinoman di lingkungan masyarakat biasanya dilakukan oleh para pemuda walau terkadang para orang yang lebih tua ikut membantu. Pelaku sinoman biasanya memiliki tugas yang cukup beragam seperti menata meja dan kursi, menyiapkan hidangan, menyajikan hidangan kepada tamu undangan, mempersiapkan acara agar berjalan dengan lancar, serta membersihkan piring kotor dan lokasi setelah acara hajatan selesai. Aktivitas ini juga biasa dikenal dengan istilah nyinom. Para pelaku sinoman ini tidak hanya pemuda laki-laki tapi juga pemuda perempuan atau bahkan ibu-ibu ikut membantu dalam acara hajatan. Sinoman laki-laki biasanya mengurus hal berat dan bertugas di bagian depan sementara sinoman perempuan biasanya bertugas untuk menyalurkan makanan dari nampan ke tamu. 

Walau terlihat sederhana nyatanya kehadiran sinoman dalam acara hajatan sangat berpengaruh terhadap kelancaran acara. Dalam menjalankan kegiatan tersebut mereka sangat menjaga etika dan tata krama dalam melayani tamu seperti saat menghidangkan makanan atau minuman, cara berpakaian yang rapi dan sopan, serta cara berbicara yang baik. Para pelaku sinoman biasanya tidak dibayar dalam melakukan pekerjaan tersebut. Namun, tradisi ini tidak sekadar membantu tanpa bayaran, tetapi mengandung nilai solidaritas, kebersamaan, dan tanggung jawab sosial. Para pelaku yang terlibat belajar bekerja sama, tanggung jawab, dan nilai sosial yang nantinya dapat berguna di kehidupan bermasyarakat.

Kegiatan sinoman tidak hanya ada di lingkungan masyarakat tetapi juga merambah ke sektor industri makanan khususnya industri katering. Industri katering di kota-kota di Jawa Tengah khususnya kota Solo yang menyediakan jasa resepsi pernikahan biasanya masih melestarikan tradisi ini. Resepsi pernikahan di kota Solo memiliki budaya yang unik, umumnya dikenal dengan istilah “piring terbang”. Pada budaya “piring terbang” biasanya para tamu hanya perlu duduk menunggu hidangan datang sehingga jasa katering perlu adanya pelaku sinoman. Pelaku sinoman pada industri katering mempunyai tugas yang sama layaknya pelaku sinoman tradisional, bedanya jika pada industri katering biasanya pelaku sinoman dibayar (dianggap pekerja part-time) sedangkan pelaku sinoman tradisional mereka bekerja dengan tulus dan ikhlas.

Selain hal-hal yang sudah disebutkan tadi di atas, tradisi sinoman juga memiliki beberapa manfaat baik dari segi spiritual, segi budaya, maupun segi sosial. Pertama dari segi spiritual, tradisi ini dapat meningkatkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena tradisi sinoman mengajarkan untuk menumbuhkan sifat berbagi dan rasa ikhlas tanpa mengharapkan balasan dari orang lain. Kedua dari segi kebudayaan, tradisi ini dapat melestarikan nilai-nilai budaya jawa karena generasi muda dapat belajar mengenai tata krama, kerendahan hati, dan budaya gotong royong. Yang terakhir yaitu dari segi sosial, tradisi ini dapat mempererat persaudaraan dan tali silaturahmi antar masyarakat karena setiap elemen masyarakat mulai dari pemuda, ibu-ibu, hingga bapak-bapak akan bekerja sama dalam memastikan kelancaran acara hajatan.

Tradisi sinoman memang bukan hal yang baru, tetapi nilainya masih relevan hingga saat ini. Di balik kesederhanaannya, sinoman mengajarkan banyak hal mulai dari kebersamaan, tanggung jawab, sampai rasa ikhlas untuk membantu tanpa mengharapkan imbalan. Di tengah gaya hidup yang semakin individualis, tradisi seperti ini dapat menjadi pengingat bagi kita kebersamaan dalam Masyarakat itu masih penting. Tidak hanya soal menyajikan makanan di hajatan, tapi juga soal menjaga tali silaturahmi antarwarga. Oleh karena itu, tradisi ini patut dilestarikan karena tradisi ini merupakan bagian dari identitas budaya jawa yang luhur dan penuh akan makna.

Muhammad Irfan Thahir

Biodata Penulis:

Muhammad Irfan Thahir, lahir pada tanggal 16 Maret 2006 di Surakarta, saat ini aktif sebagai mahasiswa, prodi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Penulis bisa disapa di Instagram @irfan.th

© Sepenuhnya. All rights reserved.