Dalam kehidupan modern ini, masyarakat umumnya umat muslim dihadapkan pada dua tantangan yang cukup besar, yaitu radikalisme dan sekularisme. Dua tantangan ini saling bertolak belakang, namun sama-sama menjadi tantangan besar dalam keberlangsungan kehidupan keagamaan islam. Radikalisme merupakan respons terhadap kondisi yang sedang berlangsung yang muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan, atau bahkan perlawanan terhadap ide, asumsi, kelembagaan, atau nilai (Rodin, 2016). Sedangkan sekularisme diartikan sebagai ideologi yang mencoba menghilangkan nilai-nilai agama yang bersumber dari wahyu, dalam kehidupan dunia, atau memisahkan kehidupan agama dan dunia (Ma’sa, 2020). Ilmu Kalam dapat menjadi perantara kita untuk menghindari berbagai penyimpangan yang tidak sesuai dengan ajaran agama dengan pembahasan pemikiran yang kritis (Wahab Syakhrani & Majid, 2022).
Secara garis besar, ilmu kalam adalah ilmu untuk mempelajari bagaimana bertauhid dengan baik dan benar sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan Hadist (Fatimah, 2024). Secara harfiah, kata kalam artinya pembicaraan namun bukan dalam arti pembicaraan sehari-hari, melainkan pembicaraan yang bernalar dan logika. Menurut Fu’at Al-Ahwani, Ilmu Kalam adalah ilmu yang memperkuat aqidah agama dengan ajaran-ajaran yang rasional (Hasbi, 2015). Adapun dua karakteristik ilmu kalam ialah, yang pertama yaitu berpusat pada masalah akidah, seperti ketuhanan, kenabian, dan masalah pokok keimanan, yang kedua yaitu dalam pembahasannya menggunakan argumen rasional dan bukti-bukti yang kuat. Dengan demikian, ilmu kalam ialah ilmu keislaman yang membahas masalah akidah atau keimanan berdasarkan argumen rasional, tanpa mengesampingkan nash (Al-Qur’an) dan as-Sunnah (hadist). Para mutakalim, mempercayai dahulu kebenaran pokok masalah yang dibahas, baru mengemukakan argumen-argumen rasional untuk membuktikan kebenarannya (Fatimah, 2024).
Radikalisme berasal dari bahasa Latin radix yang berarti akar, tetapi dalam konteks sosial-politik, istilah ini merujuk pada sikap ektrem dalam beragama (Laisa, 2014). Radikalisme dalam islam acap kali timbul akibat pemahaman tekstualis yang mengabaikan konteks historis maupun metodologi tafsir yang menyeluruh. Kelompok radikal cenderung menolak konsep ijtihad dan mereka menggunakan ayat-ayat tertentu untuk membenarkan aksi kekerasan. Salah satu contoh radikalisme dalam ilmu kalam ialah aliran Khawarij, yang menyatakan bahwa seorang muslim yang melakukan dosa besar, berarti ia telah meninggalkan iman dan menjadi kafir sehingga harus diperangi dan bahkan halal untuk dibunuh. Hal ini pernah terjadi ketika kaum Khawarij kecewa kepada Ali karena menerima perjanjian damai dengan Muawiyah, padahal menurutnya, Muawiyah harus diperangi sampai tunduk. Dalam mendukung aksinya kaum Khawarij menggunakan landasan ayat-ayat Al-Qur'an, seperti surat Al-Hujurat ayat 9, surat Al-Anfal ayat 39-40, dan surat Al-Maidah ayat 44. Dengan berlandaskan ayat-ayat tersebut, tanpa kompromi mereka menuduh Ali, Muawiyah dan para pendukungnya telah kafir, sehingga darahnya halal untuk dibunuh. Seorang pengikut Khawarij yang bernama Abn Rahman Ibnu Muljam akhirnya berhasil membunuh Ali Ketika Waktu salat Subuh (Taufani, 2019). Peristiwa ini menjadi awal mula radikalisme dalam islam yang disebabkan oleh cara berfikir yang kaku dan hanya tekstual tanpa melihat konteks.
Dalam pandangan ahlu sunnah wal jama’ah (terutama asy’ariyah dan maturidiyah), mereka memiliki pemahaman yang lebih moderat bahwa iman terdiri dari tiga unsur yaitu, keyakinan dalam hati, pengucapan dalam lisan, dan amal perbuatan. Sehingga apabila mereka melakukan dosa besar tetap dianggap sebagai seorang mukmin, tetapi berada dalam keadaan fasik. Ahlu Sunnah juga berpegang pada prinsip bahwa dosa besar dapat diampuni oleh Allah jika seseorang bertobat. Hal ini didasarkan pada banyak hadis Nabi Muhammad yang menekankan pentingnya rahmat Allah dan bahwa seseorang tidak langsung menjadi kafir hanya karena melakukan dosa besar (Amin, 2014). Pemahaman ini mencegah radikalisme dalam cara pandang pelaku dosa besar. Ilmu kalam dengan pendekatan teologisnya yang moderat dapat menghindarkan umat manusia dari sikap ekstrem dalam beragama.
Selain itu, ilmu kalam dapat digunakan untuk mengkritik ideologi radikalisme. Kalam dapat menunjukkan bahwa ideologi radikalisme adalah sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Islam (Fatimah, 2024). Paham ini telah merusak gambaran Islam dan menimbulkan konflik di antara penganut agama ini. Rodin (2016) menjelaskan bahwa karena radikalisme tidak sesuai dengan ajaran Islam, tidak tepat untuk ditujukan kepada ajaran Islam. Dalam kenyataannya, tidak ada kata "radikalisme" dalam bahasa Islam. Al-Qur'an dan Hadits sendiri memerintahkan umatnya untuk saling menghormati, menyayangi, dan bersikap lemah lembut kepada orang lain, terlepas dari agama mereka.
Sekularisme secara etimologi, berasal dari kata latin saeculum, yang berarti waktu tertentu atau tempat tertentu. Oleh karena itu, sekularisme secara bahasa dapat diartikan sebagai faham yang berfokus pada kehidupan saat ini. Sekularisme secara terminologi didefinisikan sebagai konsep yang memisahkan antara negara (politik) dan agama (Siregar, 2024). Sekularisme merupakan ideologi yang mencoba menghilangkan nilai-nilai agama yang bersumber dari wahyu dalam kehidupan dunia, atau memisahkan kehidupan agama dan dunia (Ma’sa, 2020). Sekularisme sebagai paham yang terus disebarkan mengakibatkan kehidupan manusia terfokus terhadap dunia dan tidak menyandarkan norma-norma hidup terhadap agama. Paham ini didasarkan pada keyakinan bahwa agama hanya mengatur urusan pribadi, sedangkan urusan publik harus diatur oleh negara berdasarkan akal dan rasional.
Salah satu disiplin ilmu Islam yang mempelajari akidah dan tauhid, ilmu kalam memiliki peran penting dalam menjawab tantangan sekularisme Islam. Ilmu kalam dapat digunakan untuk memperkuat akidah dan tauhid umat Islam sehingga mereka tidak mudah terpengaruh oleh paham sekularisme. Ilmu kalam juga dapat digunakan untuk menjawab tantangan sekularisme dengan menunjukkan bahwa Islam tidak bertentangan dengan kehidupan modern. Selain itu, Ilmu kalam juga mempunyai nilai-nilai universal yang dapat diterapkan dalam kehidupan modern (Fatimah, 2024).
Dalam menangani sekularisme, pendekatan Kalam adalah dengan menyeimbangkan nilai-nilai agama dengan perkembangan zaman. Dalam hal ini, para teolog Islam menekankan betapa pentingnya memahami ajaran Islam secara kontekstual dan tekstual. Sementara Islam tidak menolak kemajuan dan ilmu pengetahuan, dia menekankan bahwa nilai-nilai moral dan etika harus menjadi dasar kehidupan bermasyarakat. Ilmu kalam dapat digunakan untuk menyebarkan pemahaman tentang akidah dan tauhid yang benar dan penting bagi kehidupan, sehingga umat islam tidak mudah terpengaruh oleh paham sekularisme. Kalam juga bisa dipakai untuk membantah berbagai argumentasi sekularisme yang bertentangan dengan akidah dan tauhid. Kalam membantu meningkatkan kesadaran umat islam terhadap pentingnya agama dan penyelesaian masalah yang lebih baik bagi manusia.
Ilmu Kalam berperan penting dalam menghadapi radikalisme dan sekularisme di era modern. Dengan pendekatan rasional dan moderat, ilmu Kalam menolak ekstremisme serta menyeimbangkan ajaran Islam dengan kemajuan zaman tanpa menghilangkan nilai moral dan etika. Penguatan studi ilmu Kalam menjadi langkah strategis agar Islam tetap relevan, inklusif, dan mampu menjawab tantangan ideologis masa kini.
Daftar Pustaka:
- Amin, S. J. (2014). Penetapan Hukum Bagi Pelaku Dosa Besar, Iman dan Kufur dalam Aliran Teologi. Diktum, 12(1), 107-117.
- Fathimah, N. A. (2024). Kalam Menjawab Tantangan Dan Persoalan Islam Masa Kini. Risalah, Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, 10(4), 1803-1813.
- Hasbi, M. (2015). Ilmu Kalam. Yogyakarta: Trustmedia Publishing.
- Laisa, E. (2014). Islam dan radikalisme. Islamuna: Jurnal Studi Islam, 1(1).
- Ma'sa, L. (2020). Sekularisme Sebagai Tantangan Dakwah Kontemporer. AL-Risalah: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, 11(2), 1-19.
- Rodin, D. (2016). Islam dan Radikalisme: Telaah atas Ayat-ayat “Kekerasan” dalam al Qur’an. Addin, 10(1).
- Siregar, I., Mariska, Y., Hasibuan, S. K., & Hutagalung, H. S. (2024). Sekularisme Dalam Pandangan Studi Agama. Jurnal Kajian Agama Islam, 8(6).
- Taufani, T. (2019). Radikalisme Islam: Sejarah, Karakteristik, Dan Dinamika Dalam Masyarakat Multikultural Di Indonesia. Asketik: Jurnal Agama dan Perubahan Sosial, 3(2), 111-131.
- Wahab Syakhrani, A., & Majid, A. (2022). Makna Ilmu Kalam Dan Hakikat Ilmu Kalam. Mushaf Journal: Jurnal Ilmu Al Quran Dan Hadis, 2(3).
Biodata Penulis:
Sri Wahyuni saat ini aktif sebagai mahasiswi di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Surakarta.