Aceh sedang tidak baik-baik saja.

QRIS Mengancam Dominasi Dolar? Ini Reaksi Trump dan Pemerintah AS

Data BI mencatat, volume transaksi pembayaran digital melalui QRIS mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu sebesar 169,15% dibandingkan ...

Dalam beberapa tahun kemarin Indonesia mengalami sebuah penemuan terhebat dalam hal pembayaran digital, yaitu hadirnya sistem pembayaran baru yang berupa QR Code yang dinamakan QRIS, sistem pembayaran ini dikembangkan oleh BI pada 17 Agustus 2019, Kehadiran Layanan Quick Response Code Indonesian (QRIS) membuat pemerintah Amerika Serikat (US) saat ini kepanasan. Presiden Amerika Serikat, yaitu Donald Trump, melalui United States Trade Representative (USTR) dalam pidato tersebut mereka merasa bahwa mereka sama sekali tidak terlibat dengan adanya pembayaran yang dibuat oleh Bank Indonesia tersebut.

Dengan adanya QRIS, hal ini dapat mengakibatkan adanya penurunan penggunaan Mastercard dan Visa yang dikembangkan oleh perusahaan di Amerika Serikat. Adapun QRIS yang dibuat oleh Bank Indonesia pada 17 Agustus 2019 bertujuan agar proses transaksi pembayaran secara domestik menggunakan QR Code agar lebih mudah, cepat, dan aman. Cara kerjanya cukup mudah, yaitu cukup memindai QR Code untuk transaksi pembayaran.

QRIS Mengancam Dominasi Dolar
Sumber gambar: https://www.bi.go.id/id/

Data BI mencatat, volume transaksi pembayaran digital melalui QRIS mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu sebesar 169,15% dibandingkan tahun kuartal pertama pada tahun sebelumnya. Di periode yang sama jumlah pengguna sudah mencapai 56,3 Juta pada januari 2025. Dari sisi infrastruktur, volume transaksi ritel QRIS yang diproses melalui BI-FAST mencapai 330,08 juta transaksi atau tumbuh 75,82 persen (yoy) dengan nilai mencapai Rp858,27 triliun pada Februari 2025. Sementara volume transaksi nilai besar yang diproses melalui BI-RTGS meningkat sebesar 4,66 persen (yoy) menjadi 807,18 ribu transaksi dengan nilai Rp14.749,90 triliun pada Februari 2025.

Di sisi lain, Visa juga mencatatkan kinerja yang sangat baik di sepanjang tahun 2024 kemarin. Melansir laman resmi perusahaan di Amerika Serikat, Visa membukukan pendapatan sebesar USD35,9 miliar di sepanjang tahun 2024. Nilai ini setara dengan Rp605,3 triliun asumsi kurs Rp16.860 per USD. Angka ini meningkat sebesar 10 persen dari tahun sebelumnya.

Sedangkan, nilai transaksi melalui jaringan Visa kartu kredit dan debit mencapai USD233,8 billion atau Rp3.941 triliun. Sementara, total nilai transaksi menembus USD13,2 triliun atau setara Rp222,56 kuadriliun.

Keuntungan dari adanya Visa ini mereka memperolehnya dari biaya potongan setiap transaksi atas penggunaan kartu kredit oleh konsumen pribadi maupun perusahaan. Untuk lebih detailnya, biaya potongan dari Visa rata rata untuk setiap transaksi kartu kredit adalah sekitar 2 persen dari nilai transaksi. Namun, untuk konsumen tertentu Visa menerapkan potongan transaksi hingga 4 persen untuk setiap transaksi. Saat ini, Visa dan Mastercard menguasai 86% persen pasar kartu debit dan kredit secara global,Visa juga menguasai pangsa pasar sebesar 50% sampai 55% karena hal inilah mereka disebut sebagai duopoli dalam industri kartu kredit dan debit.

Alasan Trump ketakutan dengan adanya QRIS sebenarnya memiliki beberapa faktor, seperti dengan adanya QRIS tentu saja dapat menekan peran perusahaan asing, termasuk Visa dan Mastercard yang selama ini menguasai pasar global. Pemerintah Amerika Serikat tentu saja sangat merasa khawatir dengan adanya QRIS yang dapat membatasi fleksibilitas perusahaan asing, termasuk penyedia layanan pembayaran dan bank AS. Mereka mengkritik kurangnya keterlibatan pemangku kepentingan internasional dalam proses pembuatan kebijakan QRIS.

Pemerintah Indonesia dalam hal ini menegaskan bahwa QRIS dirancang untuk meningkatkan inklusi keuangan dan dapat mendukung UMKM. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto menyatakan bahwa Indonesia tetap terbuka bagi operator asing, termasuk Visa dan Mastercard, untuk beroperasi di pasar Indonesia. Namun, mereka harus mematuhi regulasi yang berlaku, termasuk bersedia bekerja sama dengan penyedia layanan GPN yang berlisensi. Bank Indonesia juga menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama dengan pihak internasional dalam pengembangan digital, asalkan sesuai dengan kepentingan nasional dan mendukung pengembangan industri domestik.

Dari kasus QRIS, kita dapat mengetahui dalam melakukan sebuah perkembangan suatu negara kita memiliki berbagai tantangan, seperti kita harus menyeimbangkan antara keterbukaan terhadap investasi asing dan perlindungan terhadap kedaulatan digital. Sistem pembayaran digital seperti QRIS memungkinkan suatu negara dapat secara penuh mengontrol segala macam transaksi di domestik, serta dapat mengurangi ketergantungan terhadap sistem pembayaran global yang didominasi oleh perusahaan asing.

Namun langkah ini juga dapat memicu ketegangan antar negara negara maju yang merasa kepentingan ekonomi mereka terancam. Dalam konteks tersebut, penting bagi Indonesia untuk melakukan negosiasi dengan mitra internasional dan memastikan kebijakan yang ditetapkan tidak dapat melanggar komitmen internasional, sambil tetap menjaga kedaulatan antar bangsa dan mendukung penuh pertumbuhan ekonomi nasional.

QRIS telah menjadi sebuah inovasi yang sangat luar biasa dalam perkembangan Indonesia di bidang Digital Payment, dan juga memberikan manfaat besar bagi pelaku UMKM dan seluruh masyarakat. Meskipun sempat menghadapi berbagai kritik dari pemerintah AS, Indonesia tetap berkomitmen untuk mengembangkan sistem pembayaran digital yang inklusif dan berdaulat. Negosiasi antar negara dan penyesuaian kebijakan yang seimbang antara indonesia dengan negara lain dapat menjadi kunci untuk menjaga kedaulatan negara dan dapat menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian ekonomi global saat ini.

Muhammad Illafi Banyu Bening

Biodata Penulis:

Muhammad Illafi Banyu Bening, lahir pada tanggal 27 Desember 2005 di Semarang, saat ini aktif sebagai mahasiswa, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Ekonomi Pembangunan, di Universitas Sebelas Maret. Ia mengikuti Himpunan Mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan (HMJEP), Universitas Sebelas Maret, sebagai staff Bidang Ilmiah dan Akademis. Selain itu, ia juga menjadi staff divisi Bendahara di Kajian Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret. Penulis bisa disapa di Instagram @muhammadillafi_

© Sepenuhnya. All rights reserved.