Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Sekolah Masih Perlu Buku? Ketika Generasi Z Lebih Percaya Google

Tak bisa dipungkiri, internet telah menjadi sumber belajar utama bagi banyak pelajar saat ini. Google, YouTube, TikTok edukatif, hingga media ...

Di era digital seperti sekarang, tak jarang kita mendengar pernyataan nyeleneh tapi nyata dari siswa: “Ngapain baca buku tebal-tebal? Cari di Google aja lebih cepat.” Atau yang lebih ekstrem, “Siswa nggak perlu guru, cukup buka YouTube, semua pelajaran ada.” Fenomena ini seakan mencerminkan pergeseran drastis dalam cara generasi Z memandang proses belajar. Lantas, pertanyaannya, apakah sekolah masih perlu buku? Apakah peran buku dan guru sudah tergeser oleh mesin pencari?

Sekolah Masih Perlu Buku

Tak bisa dipungkiri, internet telah menjadi sumber belajar utama bagi banyak pelajar saat ini. Google, YouTube, TikTok edukatif, hingga media sosial menjadi ‘guru kedua’ yang lebih fleksibel dan interaktif. Ketika seorang siswa kesulitan mengerjakan soal matematika, ia akan lebih memilih menonton video penjelasan di YouTube dibanding membaca ulang bab di buku pelajaran. Informasi yang dulu harus dicari di perpustakaan kini bisa didapat dalam hitungan detik hanya dengan mengetikkan kata kunci.

Namun, apakah semua informasi dari internet bisa dipercaya? Sayangnya, tidak. Hasil studi dari Stanford History Education Group (2016) menunjukkan bahwa mayoritas siswa tidak mampu membedakan antara artikel kredibel dan konten iklan yang dibungkus seperti berita. Ini menjadi bukti bahwa literasi digital kita masih lemah. Banyak siswa yang percaya begitu saja pada informasi di blog tak jelas sumbernya, atau menggunakan kutipan dari media sosial sebagai referensi tugas sekolah. Di sinilah buku masih memiliki nilai penting.

Buku pelajaran, meskipun terkesan kuno, disusun oleh para ahli dan melewati proses panjang dari penulisan, penyuntingan, hingga verifikasi. Buku bukan sekadar media, tapi juga alat kontrol mutu pendidikan. Ketika siswa membaca buku, mereka tidak hanya menyerap informasi, tapi juga belajar struktur berpikir, konsistensi logika, dan cara membangun argumen yang sistematis hal yang belum tentu bisa diajarkan oleh Google.

Contoh paling nyata bisa dilihat saat pandemi COVID-19 melanda. Sekolah daring menjadi norma baru. Banyak siswa merasa bebas karena bisa belajar dari rumah. Namun kenyataannya, banyak pula yang merasa kehilangan arah. Belajar lewat internet memang mudah, tapi tidak selalu efektif. Banyak yang justru hanya “menonton”, bukan “memahami”. Di sinilah peran buku dan guru terbukti tak tergantikan. Buku memberikan arah, dan guru memberikan makna serta kedalaman pada pelajaran.

Bayangkan seorang siswa yang mengatakan, “Saya nggak perlu belajar sejarah dari buku, cukup tonton TikTok 3 menit.” Padahal, sejarah bukan hanya tentang menghafal tanggal, tapi memahami konteks dan dampaknya. Tanpa pemahaman mendalam, siswa hanya menjadi konsumen informasi instan, bukan pemikir kritis.

Solusinya bukan menggantikan buku dengan Google, melainkan menggabungkan keduanya. Buku tetap menjadi rujukan utama yang terstruktur dan valid, sementara teknologi bisa dimanfaatkan sebagai pelengkap pembelajaran yang interaktif. Guru pun harus beradaptasi, bukan bersaing dengan teknologi, melainkan menjadi fasilitator literasi digital yang membimbing siswa menyaring dan menggunakan informasi secara bijak.

Sebagai penutup, sekolah masih dan akan selalu membutuhkan buku. Buku memberi kepastian di tengah banjir informasi. Google memang pintar, tapi ia tidak memfilter mana yang benar dan salah. Guru dan buku-lah yang memberi arah. Generasi Z boleh saja akrab dengan teknologi, tapi tetap butuh pondasi kuat dalam belajar. Dan pondasi itu, hingga hari ini, masih bisa kita temukan dalam buku.

Arif Bagus Setiawan

Biodata Penulis:

Arif Bagus Setiawan lahir pada tanggal 14 November 2002 di Sleman, saat ini aktif sebagai mahasiswa, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa, Seni, dan Budaya, di Universitas Negeri Yogyakarta. Ia terlibat dalam kegiatan literasi, pecinta alam, organisasi pemuda, dan olahraga. Penulis bisa disapa di Instagram @bagusarif__s

© Sepenuhnya. All rights reserved.