Film Jumbo merupakan film animasi layar lebar yang diproduksi oleh Visinema Pictures yang disutradarai oleh Ryan Adriandhy yang merupakan seorang aktor sekaligus animator film ini yang dibantu oleh lebih dari 200 animator lain. Film ini mulai diproduksi pada April 2020 dan diumumkan oleh Visinema Pictures pada September 2021. Film ini ditayangkan perdana pada 31 Maret 2025 yang menandakan bahwa proses produksi memakan waktu selama lima tahun.
Film Jumbo menembus angka lebih dari 8,9 juta penonton dan mencetak rekor sejarah perfilman Indonesia. Pencapaian ini dirilis oleh Visinema Pictures pada Kamis 8 Mei 2025, di hari ke-38 penayangan. Hal itu mengantarkan Jumbo menduduki peringkat ketiga sebagai film Indonesia terlaris sepanjang masa setelah KKN di Desa Penari (2022) di nomor urut pertama dan Agak Laen (2024) di nomor urut kedua.
Film ini bercerita tentang Don, anak laki-laki bertubuh besar yang sering diremehkan oleh teman-temannya. Oleh karena itu, ia ingin membuktikan dirinya mampu lewat pertunjukan bakat yang diselenggarakan di kampungnya dengan menunjukkan sandiwara panggung dan bernyanyi dari buku cerita dan lagu peninggalan orang tuanya yang dibantu oleh kedua temannya, yaitu Nurman dan Mae.
Sumber gambar: https://www.facebook.com/VisinemaID/ |
Namun, ketika bersiap untuk berlatih bukunya dicuri oleh Atta, orang yang sering meremehkan Don. Saat memikirkan cara untuk mengambil bukunya dari Atta, Meri hantu anak kecil misterius menampakkan dirinya di depan Don dan membuat perjanjian dengan Don, jika Meri membantu Don untuk memgambil bukunya kembali dari Atta dan membantu untuk tampil pentas, Don akan membantu Meri juga untuk menemukan kedua orang tuanya. Dari sinilah, cerita berkembang mengenai persahabatan, kehilangan, keberanian.
Berbeda dengan film animasi lain yang sering mengambil tema yang ringan, Jumbo justru berani mengambil tema yang cukup berat untuk sebuah film animasi. Di film Jumbo ini berani menyelipkan isu-isu dan pelajaran penting tanpa menghilangkan daya tariknya sebagai tontonan keluarga. Semuanya dikemas dengan apik agar tetap ramah anak, memberikan ruang bagi penonton agar memahami kompleksitas kehidupan dengan cara yang sederhana.
Film Jumbo mendapatkan berbagai ulasan dari yang positif sampai yang negatif. Secara umum ulasan yang didapatkan adalah mengenai visualnya yang indah, cerita yang mengharukan, dan memiliki nilai-nilai bagi kehidupan yang diselipkan di dalam filmnya. Akan tetapi, Sebagian orang tua dan penonton memberikan ulasan yang negatif, sebab terdapat beberapa adegan yang dianggap kurai sesuai jika dilihat oleh anak-anak, khususnya pada saat adegan yang melibatkan Meri, sang hantu kecil.
Pujian datang dari masyarakat baik dari dari dalam negeri maupun media luar negeri, pujian tersebut mencakup kualitas animasi, alur cerita yang emosional, lajur lagu yang menyentuh hati, dan nilai-nilai yang dapat diambil dari film ini. Misalnya, dari dalam negeri seorang penonton mengatakan bahwa banyak pelajaran yang bisa diambil dari film ini, seperti setiap sahabat wajib untuk saling membantu dan mendengar, sebab jika ingin didengarkan atau sebagai pencerita yang baik, harusnya bisa untuk mendengarkan pendapat orang lain, apabila masih belum bisa untuk mendengarkan orang lain maka belum bisa disebut sebagai pendengar yang baik. Selain itu, pujian datang dari segi alur cerita yang dinilai ringan namun sangat mudah untuk dipahami.
Pujian tidak hanya datang dari masyarakat dalam negeri, tetapi media luar negeri juga memberikan pujian. Misalnya, Media Gazettely yang menyebut bahwa film Jumbo hadir di tengah produksi animasi lokal yang masih jarang muncul di bioskop Indonesia. Selain itu, Gazettely juga memuji bahwa film ini diproduksi dengan memanfaatkan sumber daya dalam negeri, mulai dari animator hingga para pengisi suara.
Variety, media hiburan ternama internasional menyebut bahwa Jumbo mampu melampaui dominasi film animasi pendahulunya, yaitu Si Juki The Movie: Panitia Hari Akhir yang selama delapan tahun bertahan dengan perolehan 642.312 penonton. Selain itu, Variety juga menyoroti kuatnya dukungan yang diberikan dari masyarakat yang sukarela mempromosikan film ini baik dari mulut ke mulut maupun di media sosial. Keberhasilan yang dihasilkan dari film ini, membuat Visinema Pictures turut menayangkan Jumbo di beberapa negara, seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Rusia, Ukraina dan beberapa negara di Asia Timur
Namun, di balik pujian yang diterima, tentu saja tak lepas dari adanya kritik yang muncul dari masyarakat. Salah satunya, kritik dari Afifah yang merupakan seorang konten kreator, menyebut bahwa film Jumbo menyentuh batas akidah dan menyoroti karakter Meri, seorang anak kecil yang digambarkan seperti hantu dan hubungan perjanjian antara Meri dan Don. Afifah menyebut bahwa adanya perjanjian antara manusia dengan hantu atau makhluk gaib dalam konteks Islam, masuk ke dalam hal-hal yang dilarang sebab termasuk perbuatan syirik. Selain mengenai unsur kesyirikan ada yang menganggap film ini tidak pantas untuk ditonton anak-anak karena menampilkan unsur hantu dan menganggap tidak pantas karena terdapat dialog dengan sosok yang sudah meninggal.
Netizen lain juga turut berkomentar bahwa film ini tidak pantas untuk ditonton oleh anak-anak di bawah usia enam tahun karena terdapat adegan berkomunikasi dengan hantu melalui radio. Berkomunikasi dengan hantu melalui radio dianggap dapat membingungkan anak-anak dan mendorong mereka untuk mempercayai hal-hal yang tidak realistis serta menganggap adegan tersebut sebagai adegan mistis. Oleh karena film ini dianggap mistis, beberapa orang tua khawatir adegan tersebut dapat merusak akidah anak-anak.
Kritik-kritik terhadap Jumbo yang berfokus pada komunikasi antara Meri dan Don sebagai adegan mistis dan kekhawatiran moral yang berlebihan, alih-alih melihat adegan tersebut sebagai simbol dari kesedihan dan kerinduan terhadap orang tua yang sudah meninggal. Padahal sebenarnya film seperti ini sangat cocok untuk anak-anak, sebab menunjukkan bahwa kehilangan itu nyata dan perasaan seperti itu bisa dipahami dan bisa diekspresikan melalui cerita, simbol, lagu, dan lain-lain.
Apabila dibersamai dengan pendampingan yang tepat, film ini justru menjadi jembatan untuk berdiskusi mengenai kematian, kahilangan, dan bagaimana agama menanggapi hal-hal tersebut. Sebagai orang tua bisa mengarahkan pemaknaan film ini bukan sebagai ajaran religi, melainkan sebagai bentuk imajinasi dan cara anak menghadapi kesedihan. Selain itu, dampak religious dari film ini tidak berdampak langsung, sebab sangat bergantung pada konteks dan bimbingan saat menonton.
Karakter seperti hantu dalam film bukan hanya sekedar wujud dari makhluk gaib, tetapi wujud lain dari cara anak-anak menghadapi trauma dengan bahasa mereka sendiri. Dengan membiasakan bentuk-bentuk imajinasi ini dapat membuat anak-anak berpikir dan merasakan bukan hanya tunduk dan patuh. Selain itu juga, dunia anak-anak tidak hanya dibatasi oleh hitam dan putih tetapi harus membiarkan mereka untuk mengeksplorasi imajinasinya yang luas. Imajinasi ini merupakan jembatan untuk empati dan hal ini tidak berbahaya dan tidak merusak akidah anak-anak.
Biodata Penulis:
Adiva Ramadhani, lahir pada tanggal 30 Oktober 2005 di di Sukoharjo, saat ini aktif sebagai mahasiswa, Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, di Universitas Sebelas Maret. Ia bergiat di Pusat Informasi dan Konseling Remaja Cakra (PIK-R Cakra), Universitas Sebelas Maret sebagai staf divisi Bendahara. Penulis bisa disapa di Instagram @adivaille.