Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Dilema Mahasiswa: Ending Drakor Hari Ini atau Ending IP Semester Ini?

Kebanyakan orang percaya bahwa drakor adalah bentuk pelarian paling jitu dari rutinitas yang menekan, ibarat diculik Choi Hyun Wook lalu diajak ...

Sekarang mahasiswa sedang dihadapkan dengan fase dilema antara memantau ending drakor favorit atau berjuang mati-matian agar IP semester ini tetap bagus. Setiap kali dihantui bayang-bayang IP semester lalu yang terus datang tanpa diundang, hati dan pikiran selalu salah fokus dengan satu pertanyaan: “Kira-kira ending drakor yang ini bakal happy atau sad ya?”

Jadi, mana yang lebih worth it? Apakah Ending Drakor Hari Ini atau Ending IP Semester Ini?

Kalau soal menebak ending, itu memang gampang-gampang susah karena perlu ilmu cenayang tingkat dewa. Saya selalu ingin menyaksikan ending drama Korea yang tidak pernah gagal menusuk hati sampai bikin menangis tak henti-henti. Meskipun ending drama Korea memang terkadang tragis, tapi ending IP semester bisa jauh lebih tragis. Karena kalau IP jeblok kayak IHSG otomatis tidak ada season dua untuk semester ini. Yang sudah lelah kuliah, bisa-bisa merasa seperti hidup dihadiahi plot twist sadis oleh semesta.

Drama Korea: Bahagia di Awal, Pahit di Akhir

Kebanyakan orang percaya bahwa drakor adalah bentuk pelarian paling jitu dari rutinitas yang menekan, ibarat diculik Choi Hyun Wook lalu diajak kabur ke masa lalu seperti di Twinkling Watermelon. Sementara itu, deadline makalah yang menumpuk ditinggalkan begitu saja layaknya tokoh figuran yang tak diberi dialog.

Drakor Youth of May

Tiap kali menonton drakor Youth of May, saya bisa ikut merasakan patah hati ketika Lee Do-Hyun mengeluarkan satu kalimat yang bikin saya kebanjiran air mata saat pasangan utama akhirnya putus hanya karena alasan klasik: “Kita nggak bisa bersama.” 

Tapi begitu tamat dan lagu OST berhenti, realita langsung menampar. Tugas belum tersentuh, IP belum aman, dan saya cuma bisa bengong sambil berpikir, “Kenapa hidup gue nggak ditulis sama penulis Twenty Five Twenty One aja sih?” Tapi kalau begitu, yang ada sekarang bukan happy ending, tapi drama semester yang episode akhirnya bisa jadi lebih nyesek dari kisah Baek Yijin.

IP Semester: Stress di Awal, Plong di Akhir

Realita dunia perkuliahan memang tidak seindah drakor tentang kisah romantis enemies to lovers, tapi ketika IP semester akhirnya meningkat dan berhasil dipertahankan itu rasanya seperti episode terakhir yang memuaskan yang bikin saya reflek berteriak, “Akhirnya perjuangan gue nggak sia-sia.”

Kenapa? Karena nilai IP itu hasil dari keringat, begadang, dan drama yang plotnya mengalahkan drakor The Penthouse.

Meski tidak ada adegan pelukan dramatis di tengah salju, tapi tetap ada rasa bahagia yang muncul dari lubuk hati terdalam. Karena di balik deadline yang seperti villain dan dosen killer yang lebih galak dari ibu tiri di sinetron, mahasiswa tetap bisa bertahan hidup dan bilang, “Lanjut season berikutnya, Pak!”

Drakor vs IP Semester: Harus Happy Ending Dong!

Kalau disuruh milih ending mana yang paling ideal, mahasiswa pasti sepakat: ending drakor yang manis dan IP semester yang tinggi. Tapi hidup itu bukan drama Korea yang bisa kita skip adegannya kalau ngebosenin. Di perkuliahan, tidak ada tombol fast forward saat deadline semakin dekat atau dosen yang tiba-tiba memberi tugas dadakan dengan deadline “H-2 sebelum kiamat”.

Drakor memang jagonya membuat penonton serasa terbang ke dunia lain, kadang ke masa lalu yang isinya cinta segitiga absurd, kadang ke masa depan yang isinya kisah tragis seorang detektif, atau ke pelukan first lead yang rambutnya selalu on point meski baru kelar berantem. Tapi realita kampus? Lebih sering berhadapan dengan koneksi WiFi yang hilang tanpa kabar dan isi kepala yang seringkali tidak memahami apa yang dibicarakan oleh dosen. 

Di satu sisi, ending drakor yang saya tonton sering bikin saya ikut menangisi kisah first lead yang ditinggalkan, mengasihani nasib second lead yang tidak pernah beruntung, atau bahkan senyum-senyum sendiri setiap kali ada adegan slow motion yang bikin baper. Tapi, di sisi lain, ending nilai IP semester yang ternyata meningkat itu bikin saya tersenyum penuh kemenangan. Tanpa backsound lagu romantis seperti di drakor pun sudah cukup membuat dada plong dan tidur malam terasa lebih nyenyak.

Kadang saya lupa, bahwa drama Korea dan dunia perkuliahan itu sebenarnya tidak ada yang harus menjadi pemenang. Kuncinya ada di kemampuan saya dalam membagi waktu, bukan malah meninggalkan dan memilih salah satu dari keduanya. Nggak apa-apa kok nonton dua episode Twinkling Watermelon habis ngerjain makalah 12 halaman. Yang penting, jangan sampai keasyikan menonton dan malah lupa untuk submit tugas. Soalnya, nilai IP semester tidak bisa diselamatkan tokoh utama yang datang-datang bawa plot twist untuk memberi kesempatan kedua. Kalau zonk, ya zonk benaran.

Jadi, kalau ending drakor bisa saya pilih karena bikin hati berbunga-bunga, maka IP semester adalah ending yang harus saya usahakan sendiri. Keduanya sama-sama bisa happy ending, asal tahu porsi dan prioritasnya. Karena jujur, plot twist paling menyakitkan itu bukan ketika tokoh utama mati, tapi ketika IP turun dan beasiswa ikut kabur.

Runa Alya Larasati

Biodata Penulis:

Runa Alya Larasati, lahir pada tanggal 13 April 2006 di Karanganyar, saat ini aktif sebagai mahasiswa, Ekonomi Pembangunan, di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Seseorang dengan tipe kepribadian ENFJ yang katanya paling jago untuk jadi motivator, padahal kenyataannya diri sendiri butuh dimotivasi.

© Sepenuhnya. All rights reserved.