Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Harmonisasi Sains dan Agama: Upaya Mewujudkan Keselarasan Ilmu Pengetahuan dan Keimanan

Apakah sains dan agama dapat berjalan beriringan? Ataukah keduanya seperti dua kutub yang selalu berlawanan? Dalam perspektif islam, jawaban dari ...

Di era modern dengan kemajuan teknologi dan penemuan-penemuan baru yang menyelaraskan modernisasi saat ini, maka banyak pertanyaan besar muncul: apakah sains dan agama dapat berjalan beriringan? Ataukah keduanya seperti dua kutub yang selalu berlawanan? Dalam perspektif islam, jawaban dari pertanyaan ini sudah sangat jelas bahwa sains dan agama bukanlah dua hal yang bertentangan, melainkan dua sisi dari satu kebenaran yang utuh dan tidak bisa dipisahkan.

Islam tidak mengenal pemisahan antara ilmu dan iman. Sejak awal, Al-Qur’an telah menegaskan pentingnya menggunakan akal, merenungi alam, dan mencari ilmu sebagai bagian dari ketaatan kepada Allah. Keduanya antara sains dan agama saling melengkapi, sains membantu manusia memahami bagaimana alam semesta berkerja sementara agama menjelaskan makna dan tujuan di balik keberadaannya. Justru ketika memisahkan keduanya akan melahirkan ketimpangan dalam cara pandang manusia terhadap kehidupan.

Harmonisasi Sains dan Agama

Dalam sejarah waktu, semakin banyak ilmuwan Barat dan budaya yang mendewakan sains tanpa aspek teologis memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan agama dan sains. Dalam dunia ilmu pengetahuan, hal ini menjadi sangat penting, sehingga kemajuan dan penemuan baru dalam sains harus diimbangi dengan studi tambahan tentang keilmuan agama. Diharapkan integrasi sains dan agama dalam pelaksanaan pendidikan Islam dapat berkontribusi pada kemajuan pendidikan Islam (Selfiyana, Karimah, & Prayogi, 2024).

Oleh karena itu, upaya untuk menghubungkan dan memadukan sains dan agama tidak harus berarti menyatukan atau bahkan mencampuradukan keduanya, karena identitas dan karakter masing-masing entitas tidak harus hilang sebagian orang bahkan akan mengatakan bahwa entitas dan eksistensi keduanya harus tetap ada dan dipertahankan. Integrasi yang "konstruktif" dapat didefinisikan sebagai suatu upaya integrasi yang menghasilkan kontribusi baru untuk sains dan agama yang dapat diperoleh jika keduanya tidak terpisahkan. Ini adalah jenis integrasi yang diinginkan.

Integrasi Iman dan Ilmu

Menurut para pakar, penyatuan iman dan ilmu pengetahuan, khususnya integrasi, berarti mempersatukan dan dapat berarti penyatuan atau penyatuan berbagai disiplin ilmu. Dalam Al-Qur'an, kata "ilmu" dan "imani" diletakkan bersama-sama dan selalu berjalan beriringan, sehingga iman dan ilmu harus berjalan beriringan dalam proses pendidikan. Setiap materi pendidikan harus selaras dengan prinsip-prinsip iman. Penyebaran iman di siswa dapat dicapai melalui penyebaran materi agama, contoh yang baik, dan nilai-nilai moral dan etika sepanjang proses pembelajaran (Nur Hikmah & Maryono, 2022).

Konsep integrasi iman dan ilmu dalam pendidikan Islam berarti bahwa iman dan ilmu harus selalu diintegrasikan dalam proses pendidikan. Iman adalah kebenaran yang diucapkan dengan kata-kata, dibuktikan dengan hati, dan dilakukan dengan tindakan. Namun, ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang berasal dari kalamullah dan diperoleh melalui proses pendidikan. Di antara keduanya, ada gagasan pendidikan Islam yang mendukung nilai keimanan dan ketakwaan dengan menggunakan pembentukan manusia kamil sebagai tujuan akhir. Di seluruh dunia, ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang dengan sangat cepat. Karena kemakmuran dan kemakmuran materi yang dihasilkan dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kontemporer, banyak orang telah mengagumi dan meniru gaya hidup peradaban Barat, tanpa mempertimbangkannya secara kritis di masa depan. menantang mereka yang mengikutinya. Akibatnya, setiap orang harus selalu selaras dengan ilmu dan keyakinan.

Sains dan Agama dalam Pandangan Islam

Islam menekankan masalah ilmu (sains), yang membedakannya dari agama lain. Al-Qur'an dan al-Sunnah mengajak kaum Muslim untuk mencari dan memperoleh pengetahuan serta menempatkan orang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi (Abduh, 2013). Islam tidak pernah memisahkan antara ilmu pengetahuan dan keimanan, bahkan ayat pertama yang turun dalam Al-Qur’an adalah perintah untuk membaca yaitu “iqra” (Q.S. Al-Alaq:1). Hal ini menunjukan bahwa mencari ilmu adalah bagian integral ajaran islam, karena lebih dari 750 ayat Al-Qur'an mengajak orang untuk berpikir kritis, mengamati alam, dan merenung. Dalam agama Islam, alam semesta didefinisikan sebagai kitab terbuka (kauniyah) dan kitab wahyu (qauliyah). Oleh karena itu, iman seseorang seharusnya semakin kuat seiring dengan peningkatan tingkat pengetahuannya tentang sains.

Harmoni dalam Sejarah Peradaban Islam

Konsep reproduksi kebudayaan Al-Qur'an memberikan dasar teologis untuk upaya mengintegrasikan Islam dengan budaya modern. Al-Qur'an, melalui Nabi Muhammad, menunjukkan cara untuk mengubah budaya Islam dengan menghormati tradisi lokal. Namun, ajaran Al-Qur'an tetap menjadi yang paling penting karena berfungsi sebagai ukuran apakah sebuah tradisi sah atau tidak. Ajaran Al-Qur'an yang transenden dan immaterial memasuki kebudayaan masyarakat yang historis dan material (Sodiqin, 2013).

Selain itu, banyak ulama yang juga ilmuwan hebat ditemukan dalam sejarah Islam klasik. Beberapa contohnya adalah Ibnu Sina (ahli kedokteran dan filsafat), Al-Khawarizmi (ahli matematika), dan Al-Biruni (ahli fisika dan astronomi). Mereka menunjukkan bagaimana agama dan ilmu pengetahuan dapat bekerja sama dengan baik. Mereka tidak melihat sains sebagai ancaman terhadap iman mereka, tetapi sebagai cara untuk lebih memahami kebesaran Allah. Ilmu pengetahuan digunakan untuk memperkuat iman, bukan untuk menentangnya.

Pentingnya Harmonisasi Saat Ini

Dalam rangka menjaga keseimbangan antara tradisi agama dan modernisasi, kerukunan dan kemajuan sangatlah penting. Dalam konteks ini, kerukunan dan kemajuan agama memungkinkan masyarakat untuk tetap terhubung dengan keyakinan agama yang berasal dari tradisi kuno sekaligus menyesuaikan diri dengan zaman yang terjadi di masyarakat (Huda & Huda, 2024). Karena di tengah arus sekularisme global, banyak pemuda Muslim mulai memisahkan sains dan agama. Mereka menganggap sains rasional dan modern, sedangkan agama dianggap kuno dan dogmatis. Pendapat semacam ini bertentangan dengan semangat keilmuan Islam. Untuk menghindari terjebak dalam dikotomi yang menyesatkan, ilmu pengetahuan tanpa nilai agama dapat mengakibatkan kehancuran moral, seperti penyalahgunaan teknologi.

Jadi dapat disimpulkan, dalam ajaran Islam, harmonisasi antara sains dan agama bukanlah hal yang mustahil. Agama harus menjadi cahaya yang mendorong penggunaan ilmu pengetahuan, dan ilmu pengetahuan harus meningkatkan iman. Imam Al-Ghazali berkata, "Ilmu tanpa agama adalah buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh." Maka, mari kita gabungkan keduanya dalam kehidupan kita untuk membangun peradaban yang berilmu dan beriman.

Referensi:

  • Abduh, M. (2013). Peradaban Sains dalam Islam. Jurnal Islami, 2(1), 31–32.
  • Huda, M. N., & Huda, K. (2024). Harmonisasi Agama dan Kemajuan: Manfaat Integrasi Keilmuan Islam dalam Era Kontemporer. Journal Of Islamic Education, 10(1), 146–162. Https://Doi.Org/10.18860/Jie.V11i1.24012
  • Nur Hikmah, I. M., & Maryono, M. (2022). Integrasi Iman serta Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam (Kajian Al-Qur’an Surat Al-Isra’ Ayat 36). JASNA : Journal For Aswaja Studies, 2(1), 15–26. Https://Doi.Org/10.34001/Jasna.V2i1.3241
  • Selfiyana, S., Karimah, I., & Prayogi, A. (2024). Integrasi Sains dan Agama dalam Perspektif Pendidikan Islam: Pendekatan Dialektika. Al-Miskawaih, 5(2), 1–23.
  • Sodiqin, A. (2013). Sejarah Harmonisasi Islam dan Kebudayaan: Dari Inkulturasi hingga Akulturasi. Mazhabuna, Media Transformasi Pemikiran Islam, (07), 1–15.

Biodata Penulis:

Fidella Ainindias Tabita saat ini aktif sebagai mahasiswa di UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.

© Sepenuhnya. All rights reserved.