Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Hukum Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas? Keadilan Milik Siapa?

Hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas” bukan sekadar slogan, tapi potret nyata ketimpangan hukum di Indonesia. Yuk, kita renungkan bersama apa arti ...

“Hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas” sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Kalimat tersebut merupakan bentuk kekecewaan masyarakat terhadap sistem hukum yang dianggap tidak adil. Sangat keras terhadap rakyat kecil, tapi lunak terhadap mereka yang berkuasa atau punya uang. Contoh kasus nenek Asyani dituduh maling kayu senilai 4 juta terus dapat hukuman 1 tahun penjara dan denda 500 juta, bandingkan sama kasus korupsi E-KTP yang merugikan negara senilai 2,3 T tapi mantan DPR RI Setya Novanto sebagai salah satu pelaku cuma dihukum 15 tahun, pelaku yang lain malah divonis lebih ringan, adil nggak?

Hukum Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas

Keadilan seharusnya bersifat universal, semua sama di mata hukum tanpa mengenal jabatan, status maupun kekayaan. Tapi kenyataannya, keadilan malah lentur bisa ditarik ulur, lempar sana sini sesuai kepentingan pribadi. Di tangan mereka yang dianggap penegak keadilan, hukum menjadi alat pencetak uang. Alat untuk memperkaya dan melindungi diri dari apa yang mereka anggap ancaman, sehingga hukum tidak lebih dari sebuah komoditas yang bisa dinegosiasikan. Semua setara di bawah hukum, halah omong kosong.

Apa Itu Keadilan?

Ketimpangan ini mengundang pertanyaan mendalam: apa sebenarnya makna keadilan? Menurut Plato dalam bukunya yang berjudul The Republic keadilan adalah harmoni, semua menjalankan perannya dengan baik. Menurut Aristoteles keadilan ada 2 yang pertama mendapat hak sesuai kontribusi atau kebutuhan, dan yang kedua adalah keseimbangan dan proporsionalitas. Menurut Thomas Aquinas keadilan adalah keutamaan moral untuk memberi orang apa yang menjadi haknya. Menurut John Rawls dalam bukunya yang berjudul Theory of Justice keadilan adalah struktur sosial yang dirancang sedemikian rupa agar distribusi sumber daya dan hak dilakukan secara adil. Menurut karl Marx ketidakadilan bersumber dari kapitalis yang menyebabkan ketimpangan sosial dan eksploitasi sehingga harus dihilangkan. Dan menurut Mahatma Gandhi keadilan itu soal kemanusiaan dan hati nurani.

Akar Ketidakadilan

Berdasarkan pandangan keadilan dari tokoh tokoh tersebut keadilan adalah nilai-nilai dasar yang bertujuan untuk menciptakan kesetaraan, keseimbangan dan menghargai hak hak individu. Ketidakadilan disebabkan keserakahan individu untuk kekuasaan dan kekayaan. Mendorong eksploitasi baik SDA maupun SDM sehingga menimbulkan ketimpangan sosial dan ekonomi. Menciptakan struktur sosial yang tidak adil, sehingga muncul ungkapan “hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas” karena hukum tidak lebih dari alat yang menjadi komoditas.

Refleksi dan Aksi

Keadilan adalah hak asasi manusia, sehingga ketimpangan dalam penegakan hukum tidak boleh dimaklumi. Untuk menegakkan keadilan harus dimulai dari komitmen moral, baik dari aparat hingga masyarakat. Diperlukan juga transparansi, akuntabilitas dan masyarakat yang melek hukum, sehingga ketika terjadi ketidak adilan masyarakat berani bersuara, bila perlu bersatu menuntut keadilan. Ungkapan “hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas” adalah panggilan untuk bertindak. Karena keadilan tidak datang sendiri, harus diperjuangkan, ditegakkan dan dijaga bersama-sama.

Muhammad Haedar Mabkhut

Biodata Penulis:

Muhammad Haedar Mabkhut, lahir pada tanggal 4 Maret 2006 di Sukoharjo, menulis untuk mengisi waktu luang dan mengerjakan tugas.
© Sepenuhnya. All rights reserved.