Abstrak
Pendidikan inklusif adalah konsep pendidikan yang bertujuan untuk memberikan kesempatan yang setara bagi semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus, untuk belajar bersama dalam satu lingkungan yang mendukung tanpa diskriminasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi implementasi pendidikan inklusi di SD N 02 Kesesi Kab. Pekalongan, yang memiliki 13 siswa berkebutuhan khusus, termasuk dua siswa tunadaksa, satu siswa hiperaktif, dan beberapa siswa yang tergolong slow learner. Melalui pendekatan kualitatif dengan metode observasi dan wawancara, penelitian ini mengidentifikasi tantangan yang dihadapi oleh guru, dukungan dari pihak sekolah, serta penerimaan siswa reguler terhadap siswa inklusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun terdapat perkembangan positif dalam penerapan pendidikan inklusi, tantangan seperti keterbatasan pelatihan guru, kurangnya fasilitas pendukung, dan pemahaman yang terbatas mengenai keberagaman masih menjadi hambatan. Saran yang diajukan adalah perlunya pelatihan intensif bagi guru, peningkatan fasilitas pendukung, dan pembinaan karakter kepada siswa reguler untuk menciptakan lingkungan inklusif yang lebih baik.
PENDAHULUAN
Pendidikan inklusif merupakan suatu konsep yang bertujuan untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan dalam lingkungan multicultural (Arifin, 2017: 20).
Menurut Ilahi (2013: 24) menyatakan bahwa pendidikan inklusif merupakan sebagai sebuah konsep yang menampung semua anak yang berkebutuhan khusus ataupun anak yang memiliki kesulitan membaca dan menulis. Dalam pendidikan inklusi semua anak tanpa terkecuali harusnya dapat dengan mudah memperoleh pendidikan yang sesuai. Hal ini sama dengan apa yang di sampaikan Garnida (2015: 48) bahwa pendidikan inklusif merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak yang memiliki keterbatasan tertentu dan anak-anak lainnya yang disatukan dengan tanpa mempertimbangkan keterbatasan masing-masing. Selanjutnya, pendidikan inklusi juga dapat dimaknai sebagai satu bentuk reformasi pendidikan yang menekankan sikap anti diskriminasi, perjuangan persamaan hak dan kesempatan, keadilan, dan perluasan akses pendidikan bagi semua, peningkatan mutu pendidikan, upaya strategis dalam menuntaskan wajib belajar 9 tahun, serta upaya mengubah sikap masyarakat terhadap anak berkebutuhan khusus (Takdir, 2013: 25).
Beberapa definisi dari para ahli di atas tentang Pendidikan anak berkebutuhan khusus dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusif adalah konsep pendidikan yang memberikan kesempatan yang adil dan setara bagi semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus, tanpa diskriminasi, untuk belajar bersama dalam satu lingkungan.
Pendidikan inklusif tidak ada pemisahan berdasarkan perbedaan. Sebaliknya, individu dengan perbedaan kemampuan atau kebutuhan diajak untuk belajar bersama dengan teman-teman sebaya mereka di lingkungan yang mendukung. Lingkungan pendidikan inklusif melibatkan semua pemangku kepentingan dalam memberikan dukungan dan sumber daya yang diperlukan bagi setiap individu untuk berhasil dalam pendidikan. Guru dan staf sekolah berperan penting dalam memahami kebutuhan individu dan menyediakan pendekatan pengajaran yang sesuai (Musyarofah, 2018: 54).
Di SD N 02 Kesesi Kab. Pekalongan, penerapan pendidikan inklusi mencakup 13 siswa dengan berbagai kebutuhan khusus. Di antaranya terdapat dua siswa dengan tunadaksa, satu siswa yang tergolong hiperaktif, dan beberapa siswa yang masuk dalam kategori slow learner. Keberagaman kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi pihak sekolah dalam menyediakan pendekatan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan setiap individu. Siswa dengan tunadaksa, misalnya, memerlukan bantuan dalam mobilitas dan aksesibilitas ke berbagai fasilitas sekolah. Sementara itu, siswa hiperaktif membutuhkan perhatian khusus dalam mengelola perilaku dan fokus belajar, sedangkan siswa slow learner memerlukan pendekatan yang lebih sabar dan bertahap untuk memahami materi yang diajarkan.
Pendidikan inklusif menjadi salah satu upaya penting dalam mewujudkan sistem pendidikan yang adil dan merata bagi seluruh peserta didik, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus. Konsep ini menekankan pentingnya penerimaan terhadap keberagaman dan penyediaan akses pendidikan yang setara tanpa diskriminasi. Dalam praktiknya, pendidikan inklusi menuntut kesiapan sekolah untuk menyediakan lingkungan belajar yang adaptif dan mendukung perkembangan semua siswa secara optimal.
Namun, implementasi pendidikan inklusi di berbagai sekolah di Indonesia masih menghadapi tantangan, baik dari segi fasilitas, kompetensi guru, maupun sikap masyarakat sekolah terhadap siswa berkebutuhan khusus. Untuk memahami lebih jauh bagaimana penerapan pendidikan inklusi berlangsung di lapangan, penulis melakukan wawancara langsung di SD 02 Kesesi.
Melalui metode wawancara ini, penelitian bertujuan untuk menggambarkan secara nyata kondisi pelaksanaan pendidikan inklusi, mengidentifikasi kendala yang dihadapi, serta menelaah sejauh mana prinsip kesetaraan telah diwujudkan dalam praktik pembelajaran sehari-hari. Hasil wawancara diharapkan dapat memberikan gambaran empiris yang relevan sebagai bahan evaluasi dan pengembangan kebijakan pendidikan inklusi ke depan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara untuk memperoleh pemahaman mendalam mengenai implementasi pendidikan inklusi di lingkungan sekolah. Pendekatan ini dipilih karena mampu menggambarkan realitas sosial secara alami, serta menangkap makna di balik tindakan dan interaksi yang terjadi dalam proses pendidikan inklusi.
1. Subjek dan Lokasi Penelitian
Subjek penelitian meliputi guru, dan kepala sekolah. Penelitian dilakukan di salah satu sekolah dasar negeri yang telah menerapkan pendidikan inklusi di SD N 02 Kesesi Kab. Pekalongan.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menggunakan metode kualitatif yaitu wawancara yang dilakukan secara semi-terstruktur kepada guru kelas, dan kepala sekolah. Pertanyaan wawancara dirancang untuk menggali pandangan, pengalaman, dan tantangan yang mereka hadapi dalam melaksanakan pendidikan inklusi.
3. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif melalui wawancara kepada beberapa guru yang mengajar di sekolah inklusi. Langkah pertama yang dilakukan adalah menyalin atau mentranskrip hasil wawancara yang telah direkam, agar isi pembicaraan dapat dibaca dan dipahami secara menyeluruh. Selanjutnya, peneliti menandai bagian-bagian penting dari jawaban guru, terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan inklusi, seperti tantangan yang dihadapi, dan respons siswa terhadap keberagaman. Setelah itu, data yang memiliki kesamaan makna dikelompokkan ke dalam beberapa kategori atau tema, misalnya "tantangan guru", "dukungan sekolah", dan "penerimaan siswa reguler terhadap siswa inklusi". Berdasarkan pengelompokan ini, peneliti kemudian menarik kesimpulan mengenai pelaksanaan pendidikan inklusi berdasarkan pengalaman guru.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru-guru di sekolah inklusi, ditemukan beberapa temuan utama yang dikelompokkan ke dalam beberapa aspek penting, yaitu tantangan guru, dukungan sekolah, dan penerimaan siswa reguler terhadap siswa inklusi.
1. Tantangan Guru
Guru menghadapi berbagai tantangan dalam mengajar siswa berkebutuhan khusus di kelas inklusi SD 02 Kesesi. Salah satu tantangan utama adalah keterbatasan pengetahuan dan keterampilan dalam menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswa. Sebagian guru mengaku belum pernah mengikuti pelatihan khusus tentang pendidikan inklusi, sehingga sering kali menggunakan pendekatan yang bersifat umum. Selain itu, perbedaan kemampuan siswa dalam satu kelas membuat guru harus membagi perhatian lebih, yang kadang menyebabkan ketidakseimbangan dalam proses belajar. Beberapa guru juga merasa kewalahan karena tidak adanya guru pendamping khusus (GPK) yang secara rutin membantu di kelas.
2. Dukungan Sekolah
Dukungan dari pihak sekolah terhadap pelaksanaan pendidikan inklusi dinilai cukup baik, meskipun masih perlu ditingkatkan. Sekolah telah berusaha menyediakan ruang kelas yang nyaman dan memperbolehkan adanya penyesuaian metode pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa. Namun, fasilitas seperti alat bantu belajar khusus, media pembelajaran visual, dan tenaga pendamping masih sangat terbatas. Kepala sekolah pada umumnya mendukung program inklusi, tetapi pelaksanaannya belum didukung dengan kebijakan internal yang kuat.
3. Penerimaan Siswa Reguler terhadap Siswa Inklusi
Secara umum, siswa reguler menunjukkan sikap yang positif terhadap teman-teman mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Guru menyatakan bahwa siswa reguler tidak segan untuk membantu, bermain, dan berinteraksi dengan siswa inklusi, terutama ketika guru memberi pemahaman tentang pentingnya menghargai perbedaan. Namun, masih ditemukan beberapa kasus di mana siswa Inklusi Merasa Kurang percaya diri ketika selalu dipandang secara terus menerus. Tindakan ini, meskipun sering kali tidak disadari oleh pelakunya, dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan terintimidasi.
Berikut tabel data hasil penelitian di SD N 02 Kesesi Kab. Pekalongan berdasarkan wawancara guru.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di SD N 02 Kesesi dengan penerapan pendidikan inklusi, dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusi di lapangan telah menunjukkan perkembangan yang positif, meskipun masih menghadapi berbagai tantangan yang perlu diatasi.
Gambar Ketika Penelitian
| Gambar wawancara dengan guru kelas dan kepala sekolah. |
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di SD N 02 Kesesi Kab. Pekalongan, dapat disimpulkan bahwa implementasi pendidikan inklusi di sekolah ini menunjukkan perkembangan positif meskipun masih menghadapi beberapa tantangan. Guru-guru di sekolah ini menghadapi kesulitan dalam mengelola kelas yang beragam kemampuan, khususnya dalam menyesuaikan metode pembelajaran untuk siswa berkebutuhan khusus. Selain itu, terbatasnya pengetahuan tentang pendidikan inklusi dan kurangnya pelatihan khusus bagi guru menjadi hambatan dalam mengoptimalkan pembelajaran. Dukungan dari sekolah juga ada, namun fasilitas yang tersedia, seperti alat bantu belajar dan tenaga pendamping khusus, masih sangat terbatas. Siswa reguler, meskipun secara umum menunjukkan sikap positif terhadap teman-teman mereka yang berkebutuhan khusus, masih ada beberapa yang belum sepenuhnya memahami dan menerima keberagaman, yang terkadang dapat menimbulkan perasaan canggung atau terintimidasi pada siswa inklusi. Dengan demikian, pendidikan inklusi di sekolah ini membutuhkan perbaikan lebih lanjut dalam hal pelatihan guru, penyediaan fasilitas yang memadai, serta peningkatan pemahaman tentang keberagaman bagi siswa reguler untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan mendukung.
Saran
Berdasarkan temuan penelitian ini, ada beberapa saran yang dapat diberikan untuk meningkatkan implementasi pendidikan inklusi di SD N 02 Kesesi Kab. Pekalongan. Pertama, penting bagi sekolah untuk menyediakan pelatihan yang lebih intensif bagi guru terkait metode pembelajaran yang inklusif, sehingga mereka dapat lebih memahami dan menerapkan strategi yang sesuai untuk mengakomodasi kebutuhan semua siswa, termasuk siswa berkebutuhan khusus. Kedua, sekolah perlu memperkuat dukungan fasilitas dengan menyediakan alat bantu belajar khusus dan mempekerjakan lebih banyak tenaga pendamping khusus (GPK) agar siswa berkebutuhan khusus mendapatkan perhatian yang lebih optimal. Selain itu, kebijakan internal sekolah yang mendukung implementasi pendidikan inklusi perlu diperkuat agar berjalan secara terstruktur dan konsisten di semua aspek, termasuk dalam pembagian tugas dan tanggung jawab guru. Terakhir, sekolah harus memberikan pembinaan karakter yang lebih intensif kepada siswa reguler, untuk memperdalam pemahaman dan sikap inklusif mereka, sehingga dapat menciptakan lingkungan sosial yang lebih harmonis dan mendukung bagi siswa berkebutuhan khusus. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan pendidikan inklusi di sekolah ini dapat berjalan lebih efektif dan memberikan manfaat yang maksimal bagi semua siswa.
DAFTAR PUSTAKA
- Arifin. (2017). Pendidikan inklusif: Teori, konsep, dan strategi implementasinya. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
- Garnida, D. (2015). Pengantar pendidikan inklusif. Bandung: Refika Aditama.
- Ilahi, M. T. (2013). Pendidikan inklusi: Konsep dan aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
- Musyarofah, K. S. (2018). Pendidikan inklusif: Penerapan teknologi dalam pendidikan inklusif. Kuningan: Aina Media Baswara.
Penulis:
- Uktufi Biki Nihayah saat ini aktif sebagai mahasiswa, Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, di Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid.
- Alda Falihatus Sabrina saat ini aktif sebagai mahasiswa, Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, di Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid.
- Nafiatul Ilmi saat ini aktif sebagai mahasiswa, Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, di Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid.
- Nabila Olivia saat ini aktif sebagai mahasiswa, Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, di Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid.