Kemajuan teknologi digital membawa manfaat besar bagi kehidupan manusia, seperti kemudahan komunikasi, akses informasi, dan hiburan. Namun, penggunaan yang berlebihan tanpa kontrol dapat menimbulkan kecanduan yang berakibat buruk pada fisik, mental, sosial, dan spiritual seseorang. Menurut sains, kecanduan gadget dan media sosial tergolong dalam behavioral addiction atau kecanduan perilaku. Hal ini mirip dengan kecanduan terhadap judi atau zat adiktif. Ketika seseorang mendapat notifikasi atau “like”, otak melepaskan dopamin, hormon pemicu rasa senang. Penelitian Meshi et al. (2015) menyebutkan bahwa pola aktivasi dopamin akibat media sosial mirip dengan pengguna narkotika. Hal ini menyebabkan seseorang terdorong untuk terus membuka media sosial secara kompulsif, bahkan saat tidak ada kebutuhan mendesak.
Dampak psikologis dari kecanduan ini cukup serius. Studi sistematis oleh Keles et al. (2020) menemukan bahwa penggunaan media sosial berlebihan berkorelasi dengan meningkatnya risiko depresi, kecemasan, gangguan tidur, dan stres, terutama pada remaja dan dewasa muda. Selain itu, kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain (social comparison), paparan konten negatif, dan kebutuhan validasi eksternal menyebabkan banyak pengguna media sosial kehilangan rasa percaya diri dan mengalami ketidakstabilan emosi yang kronis. Secara sosial, kecanduan gadget juga berdampak pada melemahnya keterampilan komunikasi langsung. Anak-anak yang terbiasa bermain gadget sejak kecil mengalami kesulitan berinteraksi secara tatap muka, bahkan cenderung menarik diri dari lingkungan sekitarnya.
Dimyati (2022) menegaskan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi harus mengandung dimensi etis agar tidak merusak kemanusiaan. Pengembang teknologi harus memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan, menjaga harmoni, dan bertanggung jawab terhadap generasi mendatang. Teknologi seharusnya digunakan untuk memperkokoh eksistensi manusia, bukan sebaliknya. Tanpa pengelolaan yang bijak, manusia akan terasing dari lingkungan sosialnya dan kehilangan makna dalam kehidupannya yang sesungguhnya, yaitu hubungan yang seimbang. Dari sudut pandang agama, khususnya Islam, manusia diajarkan untuk menjaga keseimbangan dalam semua aspek kehidupan. Al-Qur’an dan Sunnah menekankan pentingnya penggunaan waktu secara proporsional antara dunia dan akhirat, antara kebutuhan jasmani dan ruhani.
Dalam Q.S. Al-Ashr [103]: 1-3 Allah ﷻ berfirman:
وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِى خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ وَتَوَاصَوْا بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِٱلصَّبْرِ
"Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal saleh, saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran."
Islam mengajarkan bahwa setiap aspek kehidupan manusia memiliki hak yang harus dipenuhi secara adil. Dalam sebuah hadis disebutkan:
إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَلِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، فَأَعْطِ كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ
"Sesungguhnya Tuhanmu memiliki hak atasmu, dirimu memiliki hak atasmu, dan keluargamu memiliki hak atasmu. Maka berikanlah kepada masing-masing yang berhak haknya." (Ḥadis Riwayat al-Bukhārī)
Hadis ini menjadi dasar penting dalam membangun keseimbangan hidup. Penggunaan gadget dan media sosial yang berlebihan berarti mengambil jatah hak waktu dari diri sendiri, keluarga, bahkan dari Allah ﷻ yang berhak mendapatkan ibadah dan perhatian dari hamba-Nya.
Remaja Muslim yang hidup di era digital termasuk generasi digital native, yang sejak kecil sudah terbiasa menggunakan internet dan media sosial. Platform seperti TikTok, Instagram, dan YouTube menjadi ruang ekspresi, hiburan, sekaligus interaksi sosial yang masif. Sayangnya, jika tanpa pengawasan agama dan bimbingan akhlak, media sosial justru menjadi sumber fitnah. Banyak remaja yang terdampak oleh konten negatif, kecanduan hiburan yang berlebihan, serta kehilangan arah hidup karena terlalu banyak mengikuti tren dunia maya. Untuk itu, Islam menekankan pentingnya pembinaan akhlak dan penguatan iman sejak usia dini. Generasi muda perlu dibekali ilmu, iman, dan akhlak agar mampu menggunakan teknologi secara bijak dan bertanggung jawab, sesuai dengan petunjuk agama dan nilai-nilai luhur.
Dalam Q.S. Al-Baqarah [2]: 143, Allah ﷻ berfirman:
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَـٰكُمْ أُمَّةًۭ وَسَطًۭا
"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan..."
Ayat ini menunjukkan bahwa umat Islam adalah umat yang seimbang (ummatan wasaṭan), tidak berlebihan dan tidak pula lalai. Dalam konteks penggunaan media sosial dan gadget, umat Islam harus mampu menempatkan teknologi pada posisi yang adil dan proporsional.
Kesimpulannya, kecanduan gadget dan media sosial adalah masalah serius yang memerlukan perhatian, Sains telah membuktikan dampaknya terhadap kesehatan mental dan sosial, sementara Islam menawarkan panduan moral dan spiritual, memperbanyak interaksi sosial yang sehat, dan menjadikan teknologi sebagai sarana dakwah serta peningkatan kualitas hidup, bukan sebagai alat pelarian dari realitas. Dengan ilmu pengetahuan dan petunjuk agama, manusia dapat menjadikan teknologi sebagai sarana yang membawa keberkahan. Tanpa keduanya, teknologi bisa menjadi bencana yang merusak keharmonisan hidup.
Referensi:
- Santio Arivianto, Arnoldus David, Yordan Syahputra, Muhammad Syafiq Syah Nur. Universitas Pembangunan Jaya, Dampak Teknologi pada Implikasi Sosial, Kultural, dan Keagamaan dalam Kehidupan Manusia Modern 2023.
- M. Yusuf. Peran Psikologi Islami Dalam Menangani Kecanduan Gadget Pada Anak, Volume 5 No 1, Juni 2024.
- Fadlan Masykura Setiadi, Sri Maryati, Angge Sapto Mubharokh, Analisis Dampak Penggunaan Gadget Terhadap Perkembangan Psikologis dan Keagamaan Anak Usia Dini (TK dan SD) dalam Perspektif Pendidikan Agama Islam, 2024.
Biodata Penulis:
Intan Saffana Zahira saat ini aktif sebagai mahasiswa di UIN KH. Abdurrahman Wahid Pekalongan. Penulis bisa disapa di Instagram @intansffna_