Abstrak
Kenakalan remaja merupakan salah satu permasalahan sosial yang terus berkembang dan menjadi perhatian serius dalam dunia pendidikan dan pembinaan generasi muda. Perilaku menyimpang seperti tawuran, penyalahgunaan narkoba, dan pelanggaran norma sosial lainnya kerap muncul pada masa remaja sebagai akibat dari ketidakstabilan emosi, tekanan lingkungan, maupun kurangnya kontrol diri. Dalam konteks ini, sekolah sebagai institusi pendidikan memiliki peran penting dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling untuk membantu remaja memahami dan mengatasi permasalahan yang mereka hadapi. Salah satu pendekatan yang banyak digunakan dalam layanan konseling adalah bimbingan konseling berpusat pada klien (client-centered counseling), yang menitikberatkan pada empati, penerimaan tanpa syarat, dan pemahaman dari sudut pandang konseling.
Pendekatan bimbingan konseling berpusat pada klien dipandang efektif dalam membantu remaja mengeksplorasi perasaan dan pikirannya tanpa merasa dihakimi, sehingga memungkinkan terjadinya perubahan perilaku secara internal dan sukarela. Namun, efektivitas pendekatan ini dalam menangani kasus kenakalan remaja masih memerlukan kajian yang lebih mendalam dan kontekstual, terutama dalam lingkungan pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana bimbingan konseling berpusat pada klien mampu memberikan dampak positif dalam mengatasi perilaku kenakalan remaja, serta mengevaluasi implementasinya dalam praktik nyata di sekolah.
Pendahuluan
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja, mereka mulai mencoba untuk mengembangkan potensi diri dan mencari jati diri masing-masing. Tentu pada masa ini anak-anak mengalami perubahan yang sangat pesat, baik dari segi fisik, mental, kejiwaan, hingga psikologisnya dan pemikirannya. Namun di masa ini, para orang tua sangat khawatir karena anak-anak mereka berisiko melakukan penyimpangan perilaku, yang dikenal sebagai kenakalan remaja.
Kenakalan remaja merupakan salah satu permasalahan sosial yang terus berkembang dan menjadi perhatian serius dalam dunia pendidikan dan pembinaan generasi muda. Perilaku menyimpang seperti tawuran, penyalahgunaan narkoba, dan pelanggaran norma sosial lainnya kerap muncul pada masa remaja sebagai akibat dari ketidakstabilan emosi, tekanan lingkungan, maupun kurangnya kontrol diri. Dalam konteks ini, sekolah sebagai institusi pendidikan memiliki peran penting dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling untuk membantu remaja memahami dan mengatasi permasalahan yang mereka hadapi. Salah satu pendekatan yang banyak digunakan dalam layanan konseling adalah bimbingan konseling berpusat pada klien (client-centered counseling), yang menitikberatkan pada empati, penerimaan tanpa syarat, dan pemahaman dari sudut pandang konseli. Pendekatan bimbingan konseling berpusat pada klien dipandang efektif dalam membantu remaja mengeksplorasi perasaan dan pikirannya tanpa merasa dihakimi, sehingga memungkinkan terjadinya perubahan perilaku secara internal dan sukarela. Namun, efektivitas pendekatan ini dalam menangani kasus kenakalan remaja masih memerlukan kajian yang lebih mendalam dan kontekstual, terutama dalam lingkungan pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana bimbingan konseling berpusat pada klien mampu memberikan dampak positif dalam mengatasi perilaku kenakalan remaja, serta mengevaluasi implementasinya dalam praktik nyata di sekolah.
Penelitian ini memiliki tujuan mengetahui serta menganalisis peran bimbingan konseling dalam menangani kasus kenakalan remaja yang semakin marak berkembang serta dapat mengidentifikasi perubahan perilaku yang dilakukan oleh anak anak kalangan remaja baik dari sikap Egoisme, Anarkisme dan Patriarki.
Tentu penelitian ini memiliki manfaat untuk menambah wawasan mengenai peran Bimbingan Konseling yang efektif dan tepat dalam menangani kasus kenakalan remaja serta memberikan gambaran bagaimana peranan orangtua dan sekolah dalam memberikan pengawasan dan peranan bimbingan konseling yang dilakukan di rumah bersama orangtua atau di lingkungan sekolah dengan guru BK-nya.
Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan penggunaan dan penerapan metode kualitatif dengan mencari sumber jurnal online dan artikel online serta menjelajah referensi buku buku cetak yang tersedia dan memadai.
Hasil dan Pembahasan Materi
A. Bab Pertama
Penelitian kepustakaan melalui studi kasus ini menyoroti efektivitas bimbingan konseling berpusat pada klien dalam mengatasi perilaku kenakalan remaja. Kenakalan remaja merupakan perilaku menyimpang dan melanggar hukum. Wujud dari kenakalan remaja di antaranya yaitu merokok, perkelahian, pencurian, membolos sekolah, penyalahgunaan obat, baik narkotika, psikotropika, alkohol maupun zat adiktif lainnya. Perilaku menyimpang yang dilakukan remaja biasanya disebabkan karena faktor keluarga, seperti halnya keluarga kurang memberikan perhatian sehingga anak cenderung asal melakukan sesuatu hal tanpa arahan dan dorongan dari keluarga atau orang tuanya sendiri. Upaya untuk mengendalikan kenakalan remaja salah satunya dengan adanya bimbingan konseling. Dengan bimbingan konseling diharapkan dapat menekan angka kenakalan remaja. Bimbingan konseling akan terasa efektif apabila dibarengi dengan kegiatan-kegiatan pengembang diri seperti organisasi sekolah, kelompok belajar dan juga masyarakat. Layanan bimbingan diharapkan mampu mengatasi masalah yang dihadapi remaja atau siswa agar potensi yang dimiliki dapat terpelihara dan berkembang secara terarah dan berkelanjutan serta membantu dalam mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal. Dalam lingkungan persekolahan istilah kegiatan Bimbingan dan Konseling (BK) sudah dikenal terutama oleh para siswa dan juga personil sekolah lainnya, eksistensi bimbingan dan konseling di lembaga pendidikan formal sekarang sudah merupakan bagian yang integral dan tidak bisa dipisahkan dari proses pendidikan, bimbingan dan konseling memiliki konstribusi yang sangat tinggi terhadap keberhasilan proses pendidikan di sekolah. Eksistensi bimbingan dan konseling di lembaga pendidikan formal sekarang sudah merupakan bagian yang integral dan tidak bisa dipisahkan dari proses pendidikan, bimbingan dan konseling memiliki kontribusi yang sangat tinggi terhadap keberhasilan proses pendidikan di sekolah, hal ini mengandung arti bahwa proses pendidikan tidak akan berhasil dengan baik jika tidak didukung dengan penyelenggaraan yang baik, begitu juga sebaliknya. Beberapa alasan tentang pentingnya dilaksanakan layanan bimbingan dan konseling di sekolah, yaitu:
- Perbedaan antar Individu: Perbedaan ini menyangkut: kapasitas, intelektual, keterampilan, motivasi, persepsi, sikap, kemampuan dan minat.
- Siswa Menghadapi Masalah-Masalah Pendidikan: Masalah tersebut yaitu: masalah pribadi, hubungan dengan orang lain, (Guru, Teman), masalah kesulitan belajar.
- Masalah Belajar: Untuk meningkatkan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah, maka guru pembimbing harus menguasai dan memahami BK pola 17. Plus (yang sekarang sudah menjadi 21), yaitu 6 bidang bimbingan, 9 jenis layanan, dan 6 kegiatan pendukung. Dengan demikian keberadaan bimbingan dan konseling di sekolah menjadi jembatan pengembangan potensi peserta didik yang optimal.
Tujuan khusus dalam layanan konseling individual ini secara langsung dikaitkan dengan fungsi konseling yang secara menyeluruh diembannya:
- Melalui layanan konseling individual, klien memahami seluk-beluk masalah yang dialami secara mendalam dan komprehensif, positif dan dinamis (fungsi pemahaman).
- Pemahaman itu mengarah kepada berkembangnya persepsi dan sikap serta kegiatan demi terentaskannya masalah yang dialami klien (fungsi pengentasan).
- Pemeliharaan dan pengembangan potensi klien dan berbagai unsur positif yang ada pada dirinya merupakan latar belakang pemahaman dan pengentasan masalah klien dapat dicapai (fungsi pengembangan/pemeliharaan).
Maka layanan konseling individual adalah kebutuhan yang sangat tinggi tingkatannya terhadap kebutuhan siswa/remaja. Konseling individual merupakan layanan konseling yang diselenggarakan oleh seorang guru pembimbing terhadap seorang klien atau siswa dalam rangka pengentasan masalah pribadi. Layanan konseling individu sering dianggap sebagai "jantung hatinya" layanan bimbingan dan konseling. Karena layanan konseling individual merupakan esensial dan puncak paling bermakna. Seorang ahli yang mampu dengan baik menerapkan secara sinergis berbagai pendekatan, teknik, dan azas-azas konseling diyakini akan mampu juga menyelenggarakan jenis-jenis layanan yang lain. Sehingga diperlukan seorang guru pembimbing yang profesional dalam melaksanakan konseling individul.
Seorang konselor mampu menyelesaikan ataupun mengarahkan seorang siswa laki-laki ataupun seorang siswa perempuan dalam kasus-kasusnya tetapi masalah tersebut mau diselesaikan atau tidak tergantung siswa tersebut punya keinginan mau untuk menyelesaikan ataupun sebaliknya. Bimbingan adalah: “Bantuan yang diberikan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan, yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada individu-individu setiap usia untuk membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, dan menanggungnya bebannya sendiri”.
B. Bab Kedua
Penelitian kepustakaan melalui studi kasus ini menyoroti efektivitas bimbingan konseling berpusat pada klien dalam mengatasi perilaku kenakalan remaja. Temuan menunjukkan bahwa remaja fatherless yang sebelumnya menunjukkan pola perilaku menarik diri dari lingkungan sosial, kesulitan mengontrol emosi, dan kecenderungan menahan perasaan, mengalami perubahan positif setelah mengikuti sesi konseling. Dalam proses konseling berpusat pada klien, terapis berperan sebagai fasilitator yang empatik dan pendengar aktif, menciptakan atmosfer kepercayaan dan penerimaan tanpa syarat. Terapis berupaya memahami pengalaman subjektif klien dari sudut pandangnya, merefleksikan perasaan dan makna yang diungkapkan tanpa memberikan interpretasi atau arahan yang bersifat menghakimi. Melalui pertanyaan terbuka dan refleksi, klien didorong untuk mengeksplorasi perasaannya secara mendalam, memahami akar permasalahan emosionalnya, dan menemukan solusi dari dalam dirinya sendiri. Terapis menghindari memberikan nasihat langsung, melainkan memfasilitasi proses self-discovery dan pengembangan pemahaman diri klien. Proses konseling yang berpusat pada klien memberikan ruang yang aman dan suportif bagi remaja untuk mengeksplorasi dan mengekspresikan emosi mereka tanpa rasa takut dihakimi. Sebagai ilustrasi, partisipan studi kasus, ADJ adalah remaja berusia sekitar 15 tahun yang mengalami kesulitan dalam regulasi emosinya, seperti mudah marah, cemas, dan menarik diri dari lingkungan sosial akibat tidak adanya figur ayah dalam kehidupannya.
ADJ merupakan contoh kasus yang digunakan untuk mengkaji pengaruh konseling client-centered dalam meningkatkan kemampuan regulasi emosi remaja fatherless.ADJ, menunjukkan kemajuan dalam kemampuan mengungkapkan dan mengelola emosinya melalui aktivitas seperti menulis jurnal dan menerapkan teknik menenangkan diri, yang dilaporkan memberikan perasaan lega.
Peningkatan ini berkorelasi dengan berkurangnya perilaku menyimpang dan meningkatnya kemampuan regulasi emosi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bimbingan konseling berpusat pada klien secara signifikan berkontribusi pada penurunan perilaku kenakalan remaja yang dipicu oleh ketidakmampuan mengelola emosi, seperti kemarahan dan kecemasan, seiring dengan meningkatnya kesadaran diri dan pengembangan strategi coping yang lebih sehat, serta perbaikan dalam perilaku sosial. setelah mengikuti bimbingan konseling berpusat pada klien (individual counseling), perilaku kenakalan remaja diharapkan mengalami perubahan ke arah yang lebih positif. Bimbingan ini dilakukan secara pribadi dengan pendekatan langsung, yang memungkinkan remaja untuk mengungkapkan masalah dan kesulitan mereka secara terbuka. Melalui proses ini, remaja dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang dampak dari perilaku menyimpang dan diberikan arahan untuk mengatasi masalahnya sendiri. Perubahan yang diinginkan mencakup peningkatan kesadaran terhadap bahaya kenakalan remaja, pengembangan kemampuan kontrol diri, serta penanaman sikap bertanggung jawab. Dengan demikian, perilaku kenakalan diharapkan berkurang dan remaja mampu mengambil keputusan yang lebih bijaksana dan sesuai norma sosial setelah proses konseling berpusat pada klien ini berlangsung.
Hambatan yang sering dialami oleh konselor saat menangani klien remaja agar terjadi perubahan perilaku kenakalan melalui bimbingan konseling berpusat pada klien meliputi beberapa faktor berikut:
- Penolakan dan Ketidakterbukaan dari Remaja: Remaja cenderung menolak atau enggan membuka diri, merasa malu, atau merasa tidak nyaman saat diajak berbicara secara pribadi. Sikap ini menyulitkan konselor untuk memahami masalah secara mendalam dan memberikan bimbingan yang efektif.
- Kurangnya Motivasi dari Remaja: Beberapa remaja kurang memiliki motivasi untuk berubah karena kurangnya kesadaran akan konsekuensi dari perilaku mereka atau merasa tidak percaya diri, sehingga sulit untuk memulai proses perubahan.
- Pengaruh Lingkungan dan Teman Sebaya: Lingkungan pergaulan dan teman sebaya yang negatif dapat memperkuat perilaku kenakalan remaja, sehingga meskipun telah diberikan bimbingan, pengaruh eksternal sulit diatasi.
- Keterbatasan Waktu dan Sumber Daya: Keterbatasan jumlah sesi dan sumber daya memadai dapat menghambat proses konseling, terutama bila membutuhkan intervensi jangka panjang untuk mencapai perubahan perilaku yang signifikan.
- Kurangnya Dukungan dari Keluarga dan Sekolah: Konselor menghadapi hambatan jika keluarga maupun pihak sekolah tidak memberikan dukungan secara penuh terhadap program bimbingan. Hal ini akan mempersulit remaja dalam menerapkan perubahan yang diajarkan.
- Sikap dan Persepsi Negatif terhadap Konseling: Beberapa remaja atau orangtua mungkin memiliki persepsi negatif tentang proses konseling, menganggapnya sebagai bentuk kelemahan atau pengakuan kegagalan, sehingga mengurangi kepercayaan dan keterlibatan mereka.
- Kesulitan dalam Menjaga Konsistensi dan Komitmen: Remaja sering kali menunjukkan ketidakstabilan dalam mengikuti proses bimbingan secara konsisten, yang dapat menghambat pencapaian hasil yang diharapkan.
Cara konselor dalam mengatasi klien agar terjadi perubahan perilaku kenakalan remaja setelah mengikuti bimbingan konseling berpusat pada klien melibatkan pendekatan pribadi dan komunikasi yang efektif. Berdasarkan dokumen, berikut sejumlah strategi yang diterapkan oleh konselor:
- Pendekatan Personal dan Percakapan Terbuka: Konselor memberikan waktu dan ruang bagi remaja untuk mengungkapkan permasalahan dan perasaan mereka secara jujur. Melalui percakapan yang terbuka dan empati, klien merasa didengarkan dan dihargai, sehingga terbuka untuk menerima masukan.
- Memberikan Penguatan Positif: Konselor menekankan aspek positif dan keberhasilan yang telah dicapai remaja selama proses bimbingan, agar motivasi untuk melakukan perubahan tetap tinggi.
- Memberikan Pemahaman dan Edukasi: Konselor berperan mengedukasi remaja mengenai dampak negatif dari kenakalan remaja dan pentingnya bertanggung jawab atas tindakan mereka, sehingga mereka memahami konsekuensi dari perilaku tersebut.
- Penguatan Control Diri dan Pemecahan Masalah: Melalui bimbingan, remaja diajarkan mengenali situasi yang memicu kenakalan dan mencari solusi alternatif, meningkatkan kontrol diri dan kemampuan mengatasi konflik.
- Pendekatan Berbasis Dukungan dan Motivasi: Konselor memberikan dorongan serta motivasi agar remaja mampu memperbaiki diri dan mengembangkan potensi positifnya, serta menanamkan kepercayaan diri dan harapan akan perubahan.
- Penggunaan Figur Teladan dan Motivator: Menyediakan figur dewasa yang positif sebagai role model untuk memberikan gambaran nyata tentang perilaku yang pantas dan bertanggung jawab. Dengan kombinasi strategi ini, proses bimbingan diharapkan mampu merubah sikap dan perilaku remaja menjadi lebih positif setelah mengikuti konseling berpusat pada klien.
C. Bab Ketiga
Faktor yang dapat mempengaruhi bimbingan konseling itu efektif dalam menangani kasus kenakalan remaja, antara lain:
- Pendekatan konseling berbasis nilai-nilai Islami.
- Keterlibatan spiritual dalam proses konseling.
- Metode eksperimen dengan desain nonequivalent control group.
- Pelaksanaan program bimbingan dan konseling yang terstruktur.
- Keterlibatan aktif guru dan santri dalam program.
- Monitoring dan evaluasi program secara berkala.
- Dinamika kelompok dalam konseling.
- Partisipasi aktif siswa dalam sesi konseling.
Peran fasilitator dalam mengarahkan diskusi kelompok bimbingan dan konseling merupakan proses interaksi antara konselor dengan konseli untuk membantu konseli dalam memecahkan permasalahan dan mengembangkan potensi yang dimiliki konseli dalam diskusi kelas dengan guru karena berbagai alasan. Menurut Dewa Ketut Sukardi dan Nila Kusmawati (2008: 62) Tentu dalam bimbingan konseling tersebut terbagi menjadi 2 layanan individual dan kelompok nah pembahasan kali ini adalah layanan bimbingan konseling kelompok.
Bimbingan kelompok merupakan suatu cara memberikan bantuan atau bimbingan kepada individu atau peserta didik melalui kegiatan kelompok. Dalam layanan bimbingan kelompok, aktivitas, dan dinamika kelompok harus diwujudkan untuk membahas berbagai hal yang berguna untuk pengembangan atau pemecahan masalah individu yang menjadi peserta layanan”. (Sartika, 2019).
Dan layanan bimbingan konseling kelompok tersebut bisa membantu dalam menangani kasus kenakalan remaja secara berkelompok karena terdiri dari banyaknya anak-anak remaja. Dan sebagai konselor kita perlu mengadakan sebuah penyuluhan atau sosialisasi kepada anak kalangan remaja mengenai kenakalan remaja upaya untuk pencegahan kenakalan tersebut semakin marak berkembang.
Adapun tahapan layanan bimbingan konseling kelompok yang perlu diketahui, antara lain:
- Tahap Pembentukan: Kegiatan dalam tahap ini yaitu mengungkapkan pengertian dan tujuan kegiatan kelompok, menjelaskan cara-cara dan asas-asas kegiatan kelompok, perkenalan diri, teknik khusus dan permainan penghargaan atau pengakraban.
- Tahap Peralihan: Kegiatan dalam tahap ini yaitu menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh, membahas suasana yang terjadi, dan meningkatkan keikutsertaan anggota.
- Tahap Kegiatan Kelompok: Kegiatan dalam tahap ini yaitu setiap anggota bebas mengemukakan masalah atau topik bahasan, menetapkan topik, membahas masing-masing topik secara mendalam.
- Tahap Pengakhiran: Kegiatan dalam tahap ini yaitu pemimpin kelompok menyampaikan bahwa kegiatan akan segera berakhir, pemimpin dan anggota mengemukakan hasil kegiatan, membahas kegiatan lanjutan dan mengemukakan pesan dan harapan.
Layanan bimbingan konseling individu adalah suatu layanan bimbingan dan konseling untuk membantu seorang konseli (siswa) suatu permasalahan permasalahannya. Layanan konseling individu sangat diperlukan di sekolah sebagai fasilitator bagi individu untuk mencapai kehidupan yang lebih bahagia. Banyak siswa yang tidak mau membicarakan masalah pribadi mereka dalam diskusi kelas dengan guru karena berbagai alasan.
Pada saat siswa tidak dapat menemukan pribadinya dengan baik, maka akan mengalami kesulitan seperti tidak dapat mengembangkan minat dan bakatnya, tidak percaya dengan kemampuannya, sulit bersosialisasi dengan lingkungan sekolah, mudah putus asa dan kurang percaya diri.
Maka dari itu peran guru bimbingan konseling adalah memberikan ruang yang luas dan mau mendengarkan keluh kesah peserta didik agar bisa menyuarakan permasalahan yang dialaminya. Karena apabila peserta didik tersebut terlalu menutup diri dan menyembunyikan permasalahan nya tersebut maka akibat yang akan terjadi semakin besar dan berdampak terhadap kesehatan mental, sosial, dan lingkungannya, serta pikiran dirinya sendiri.
Dalam hal ini guru bimbingan dan konseling memiliki peranan yang sangat penting dalam mengatasi permasalahan siswa dengan memberikan bantuan serta menumbuhkan semangat dalam siswa. Guru bimbingan dan konseling dapat memberikan layanan konseling individu menggunakan berbagai macam pendekatan salah satunya pendekatan realita. Menurut (Corey, 2011). Pendekatan realita merupakan pendekatan yang berfokus pada perilaku saat ini, dirancang untuk melatih individu agar bertanggung jawab dan mampu hidup tanpa merugikan orang lain.
Contoh nyata adalah Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kokap Kulon Progo masih terlihat adanya siswa yang memiliki rasa kurang percaya diri, yaitu tidak mau bergaul dengan teman yang lain, selalu menyendiri dan selalu ragu dalam bertindak. Kemudian guru bimbingan dan konseling memberikan semangat dan dukungan agar siswa tersebut mampu menerima kenyataan, mengarahkan supaya mampu merencanakan hidupnya di masa yang akan datang dengan terus memantau perkembangan siswa sampai menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih maju.
Namun pada pembahasan materi bab kedua terdapat faktor kenakalan remaja yang disebabkan karena adanya kasus Fatherless. Perlu kita ketahui mengenai kasus tersebut dan sebab akibat yang ditimbulkan oleh kasus kenakalan remaja fatherless tersebut dan cara penanganan dalam penyelesaiaan kasus kenakalan fatherless tersebut.
Fatherless sendiri memiliki pengertian bahwa ketiadaan peran seorang ayah baik peran fisik dan psikologis dalam figur seorang anak. Kita sering kenal dengan sebutan istilah fatherless, father absence, father loss atau father hunger.
Ketiadaan peran seorang ayah ada 2 penyebabnya, karena perceraian dan kematian. Apabila disebabkan karena kematian maka status anak itu sebagai anak yatim, namun apabila terjadi kasus perceraian maka anak itu disebut sebagai anak yatim sebelum waktunya. Fatherless adalah ketiadaan peran dan figur ayah dalam kehidupan seorang anak. Hal ini terjadi pada anak anak yatim atau anak-anak yang dalam kehidupan sehari-harinya tidak memiliki hubungan yang dekat dengan ayahnya. Sebagaimana dinyatakan oleh Smith (2011) dalam jurnal Siti, bahwa seseorang dikatakan mendapat kondisi fatherless ketika ia tidak memiliki ayah atau tidak memiliki hubungan dengan ayahnya, disebabkan perceraian atau permasalahan pernikahan orang tua.
Ayah adalah sosok yang sangat memberikan peranan penting dalam kehidupan anak anaknya, penyeimbang dari sisi kelembutan yang dimiliki oleh seorang ibu. Dan unsur-unsur maskulinitas ini penting, sebab ketidakhadiran sisi ini biasa memberikan berbagai dampak.
Adapun penyebab dan dampak dari kasus fatherless yang harus kita ketahui. Penyebab fatherless:
- Karena Perceraian: Perceraian adalah kasus pernikahan yang berakhir dikarenakan beberapa faktor seperti kondisi ekonomi yang tidak stabil dan ketidakstabilan peran antara suami dan istri yang seharusnya dalam dunia kekeluargaan. Saat kedua pasangan tak ingin melanjutkan kehidupan pernikahannya, mereka bisa meminta pemerintah untuk dipisahkan. Akibat perceraian antara ibu dan ayah, biasanya yang menjadi korban ialah anak. Hak asuh anak biasanya yang selalu menjadi perdebatan serta permasalahan. Lalu si anak yang memilih tinggal bersama ibu, otomatis anak tersebut hanya mendapatkan kasih sayang hanya dari si ibunya saja. Hal ini jelas akan mengganggu perkembangan psikis anak ketika anak tumbuh dewasa nanti.
- Karena Kematian: Kematian bukanlah sesuatu yang dapat dihindari karena kematian adalah sebuah takdir dari Sang Maha Kuasa yang tidak bisa dilawan dengan cara apapun. Kematian orang tua menimbulkan implikasi yang berat bagi anak anak mereka, hal itu dikarenakan mereka telah kehilangan sandaran hidup. Terlebih jika yang meninggal dunia ialah seorang ayah. Orang yang seharusnya menjadi panutan dalam keluarga. Orang yang berperan sentral sebagai imam di rumah, sebagai penuntun arah anak-anaknya agar menjadi manusia yang berbaik budinya. Karena bagaimana pun orang tua kita adalah orang yang paling lama kita kenal dan dalam hubungan apapun hal itu menambah kemungkinan untuk mengenalnya paling akrab. Kematian salah satu atau kedua orang tua membuat remaja merasa kehilangan. Adapun kehilangan yang dirasakan adalah kehilangan perhatian dan kasih sayang, kehilangan model, kehilangan rasa aman, kehilangan teman berbagi, kehilangan keutuhan keluarga, dan kehilangan arah. Pasca kematian orang tua, remaja membutuhkan figur pengganti yang berfungsi dengan baik akan memperoleh perilaku sosial yang bertanggung jawab dan kemandirian secara emosional. Sedangkan figur pengganti yang tidak berfungsi dengan baik akan menghasilkan penyimpangan perilaku sosial dan gangguan moral. Figur tersebut sebenarnya tidak bisa digantikan siapapun bagi anak, namun dalam melanjutkan kehidupannya anak tersebut membutuhkan figur pengganti dari keluarga dekat, kerabat dekat bahkan temannya sendiri.
Sedangkan dampak fatherless bagi anak, antara lain:
- Dampak Aspek Sosial Emosional: Pada aspek ini anak yang mengalami kasus fatherless ini cenderung kurang percaya diri untuk bersosialisasi dengan lingkungannya atau sering kita sebut sebagai pemalu. Disebabkan oleh keikutsertaan ayah dalam proses pengasuhan dapat memiliki pengaruh terhadap cara anak melihat dunia luar yang membuatnya cenderung lebih kuat dan berani.
- Dalam Aspek Bahasa: Anak yang mengalami kasus ini sering kali mengalami keterlambatan dalam berbicara. Disebabkan karena kurangnya komunikasi dengan ayah. Kajian menyatakan bahwa ayah memiliki peran aktif dalam hal mengasuh anak dan dapat membantu perkembangan kognitif, fisik motorik, bahasa, sosial emosional, seni, dan nilai agama moral jika dibandingkan dengan anak yang dibesarkan dalam kondisi fatherless.
- Penyimpangan Sikap dan Tingkah Laku: Ketidakhadiran figur ayah dapat menyebabkan anak mengembangkan perilaku yang buruk, seperti sulit diatur, tidak disiplin, dan berpotensi terlibat dalam penyalahgunaan zat atau kenakalan remaja.
- Penurunan Prestasi Akademik: Kehilangan peran ayah dapat memengaruhi motivasi belajar anak, yang berdampak pada penurunan performa akademik dan kurangnya semangat dalam mengejar pendidikan.
- Tekanan Finansial dan Kesejahteraan Dasar: Fatherless sering berarti kehilangan sumber penghasilan utama dalam keluarga, yang dapat menyebabkan anak kekurangan akses pendidikan, gizi, dan layanan kesehatan dasar.
- Kurangnya Model Peran Maskulin: Bagi anak perempuan, ketidakhadiran ayah dapat menyebabkan kurangnya model peran maskulin, yang penting dalam membentuk persepsi mereka terhadap hubungan dan peran gender. Dampak-dampak ini menunjukkan pentingnya peran ayah dalam perkembangan anak. Oleh karena itu, intervensi dan dukungan yang tepat sangat diperlukan untuk membantu anak-anak yang mengalami fatherless agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Namun dampak itu bisa diatasi dengan berbagai solusi/problem solving, di antaranya:
- Penguatan Peran Ayah dan Kesadaran Kolektif: Menekankan pentingnya sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran ayah terhadap peran aktifnya dalam pengasuhan anak, baik secara fisik maupun emosional. Hal ini dapat dilakukan melalui program edukasi dan pelatihan yang menekankan pentingnya keterlibatan ayah dalam perkembangan anak.
- Intervensi Psikologis dan Penguatan Resiliensi Anak: Studi oleh Damanik & Ritonga (2024) menunjukkan bahwa keterlibatan figur pengganti, seperti mentor atau anggota keluarga lainnya, dapat membantu anak mengembangkan resiliensi dan keterampilan sosial yang lebih baik. Intervensi ini efektif dalam membantu anak mengatasi dampak emosional dari ketiadaan ayah:
- Program Parenting dan Pelibatan Ayah dalam Pengasuhan: Tinjauan sistematis oleh Cabrera et al. (2023) menemukan bahwa program pelatihan parenting yang dirancang khusus untuk ayah, seperti kelompok ayah atau sesi yang disesuaikan dengan preferensi ayah, dapat meningkatkan keterlibatan mereka dalam pengasuhan. Namun, tingkat partisipasi ayah dalam program semacam ini masih rendah, menunjukkan perlunya strategi yang lebih efektif untuk melibatkan mereka.
- Pendekatan Spiritual dan Nilai-Nilai Qur'ani: Utami et al. (2023) mengusulkan pendekatan P3K2 yang meliputi Parenting Qur'anic, penguatan peran ayah, komunikasi efektif antara orang tua dan anak, serta keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan rumah tangga. Pendekatan ini bertujuan untuk membentuk keluarga yang harmonis dan mendukung perkembangan anak secara holistik.
Kesimpulan
Penelitian kepustakaan melalui studi kasus ini menyoroti efektivitas bimbingan konseling berpusat pada klien dalam mengatasi perilaku kenakalan remaja. Kenakalan remaja merupakan perilaku menyimpang dan melanggar hukum. Wujud dari kenakalan remaja di antaranya yaitu merokok, perkelahian, pencurian, membolos sekolah, penyalahgunaan obat-obatan, baik narkotika, psikotropika, alkohol maupun zat adiktif lainnya. Perilaku menyimpang yang dilakukan remaja biasanya disebabkan karena faktor keluarga, seperti halnya keluarga kurang memberikan perhatian sehingga anak cenderung asal melakukan sesuatu hal tanpa arahan dan dorongan dari keluarga atau orang tuanya sendiri. Upaya untuk mengendalikan kenakalan remaja, salah satunya dengan adanya bimbingan konseling. Dengan bimbingan konseling diharapkan dapat menekan angka kenakalan remaja. Bimbingan konseling akan terasa efektif apabila dibarengi dengan kegiatan-kegiatan pengembang diri seperti organisasi sekolah, kelompok belajar dan juga masyarakat. Layanan bimbingan diharapkan mampu mengatasi masalah yang dihadapi remaja atau siswa agar potensi yang dimiliki dapat terpelihara dan berkembang secara terarah dan berkelanjutan serta membantu dalam mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal.
Saran
Penelitian ini sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca dikarenakan apabila hasil dari penelitian kami masih sangat kurang kami sangat berterimakasih kepada para pembaca yang sudah memberikan kritik dan saran yang membangun
Daftar Pustaka
- Dedi, Supriyadi. (2004). MEMBANGUN BANGSA MELALUI PENDIDIKAN KONSELING. Makassar: Aksara Timur.
- Kusumaningsih, R., & Ridiawati, R. (2025). Penyuluhan Hukum Tentang Kenakalan Remaja di Era Digitalisasi. Jurnal Ilmiah Pengabdian dan Inovasi, 3(3), 275-288.
- Nugraha, F. I., Berutu, J. A., Hamzah, I., & Equatora, M. A. (2025). PERAN BAPAS KELAS 1 BANDUNG DALAM MELAKUKAN PENYULUHAN TERHADAP ANAK DENGAN TEDENSI TERHADAP MARAKNYA KENAKALAN REMAJA DI WILAYAH KOTA BANDUNG. Jurnal Gembira: Pengabdian Kepada Masyarakat, 3(01), 501- 508.
- Riski Febrianti, N., Wiantina, N. A., & Muttaqin, M. F. (2025). KONSELING INDIVIDU TEKNIK CLIENT CENTERED DALAM MENINGKATKAN REGULASI EMOSI PADA REMAJA FATHERLESS. FOKUS: Kajian Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan, 8(3), 211-225.
- Sartika, M., & Yandri, H. (2019). Pengaruh Layanan Bimbingan Kelompok Terhadap Konformitas Teman Sebaya. Indonesian Journal of Counseling & Development, 9-17.
- Maulana, M. I. (2020). LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENGURANGI KENAKALAN REMAJA PADA ANGGOTA PIK-R KELAS XI SMAN 4 TEGAL TAHUN PELAJARAN 2019/2020. Tegal: Universitas Pancasakti Tegal.
- Parmanti dan Santi Esterlita Purnamasari,2015 “Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak”, Jurnal InSight, Vol. 17 No. 2, Agustus 2015, Universitas Mercu Buana, Yogyakarta.
- Lisya Chairaini Nurhidayati, Makna Kematian Orangtua Bagi Remaja (Studi Fenomenologi Pada Remaja Pacsa Kematian Orangtua), (Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau: Jurnal Psikologi, Volume 10 Nomor 1, Juni 2014), h. 48.
- Abdullah, Sri Muliati. (2010). Studi Eksplorasi tentang Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak Usia Dini. Jurnal SPIRITS, Volume. 1 No. 3.
- Analisis Dampak fatherless terhadap Perkembangan Sosial Remaja di SMKN 3 Padang. Zubaidah Sandy, Linda Fitria, Yuliawati Yunus. Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang. Padang, Sumatra Barat, Indonesia.
- Eksistensi Ayah dalam Keluarga Sebagai Tindakan Preventif Fatherless Perspektif at-Tahrim:6
- Upaya Pemenuhan Hak Anak Melalui Pencegahan Fatherless. Dini Arifah Nihayati(1*), (1) Institut Agama Islam Negeri Ponorogo.
- Dampak Fatherless Terhadap Perkembangan Anak Usia, Dini Hayani Wulandari, Mariya Ulfa Dwi Shafarani.Vol,12 no 01 (2023).
- Corey, G. (2011). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.
Penulis:
- Rikza Dini saat ini aktif sebagai mahasiswa di UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.
- Ainul Karimah saat ini aktif sebagai mahasiswa di UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.
- Salsabila Nadia Rahma saat ini aktif sebagai mahasiswa di UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.