Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Kepala Penuh, Hati Kosong: Kenapa Kita Selalu Capai Padahal Nggak Ngapa-ngapain?

Pernah merasa capek padahal cuma rebahan sambil scroll media sosial? Bisa jadi kamu bukan sekadar mengonsumsi konten—tapi sedang dikonsumsi.

Scroll, klik, tonton. Ulang lagi.

Dari bangun tidur sampai menjelang tidur lagi, kita nyaris nggak pernah benar-benar lepas dari layar. Setiap waktu kosong, bahkan detik-detik nganggur paling kecil pun, langsung diisi dengan hiburan: reels lucu, video edukasi, podcast inspiratif, atau thread panjang tentang apa pun yang sedang viral.

Sekilas kelihatannya produktif atau setidaknya menyenangkan. Namun, anehnya, setelah semua itu, kita tetap merasa kosong. Pikiran capai, mood nggak jelas, dan kadang muncul rasa aneh: “Kok aku tetap nggak puas ya?”

Ketika Konten yang Diakses Terlalu Banyak

Hiburan dulu datang saat kita sengaja mencarinya, tetapi hiburan datang tanpa kita minta. Timeline selalu penuh, algoritma selalu mendatangkan sesuatu. Kita tidak bosan karena selalu ada hal baru yang, tetapi hal itulah yang membuat otak kita tidak memiliki waktu untuk beristirahat.

Kenapa Kita Selalu Capek Padahal Nggak Ngapa-ngapain
Sumber: Unsplash

Banyaknya akses konten yang didapatkan membuat kita numb. Kita menonton video lucu, lalu swipe ke yang mengharukan, menyeramkan, kemudian bikin mikir. Semuanya campur aduk tanpa henti. Otak dipaksa dengan perubahan rasa dalam hitungan detik, sehingga bukan hiburan yang dirasa tetapi rasa lelah.

Kenapa Tetap Hampa?

Rasa hampa datang bukan karena kita kurang hiburan, tapi hiburan itu yang tidak pernah kita cermati. Kita mengonsumsi konten tanpa sadar, tanpa ruang untuk memahami atau memaknai maksud dari konten tersebut. Hal ini sama halnya seperti makan terus menerus tanpa mengunyah, kenyang, tapi tidak puas. Tanpa disadari, kita tidak bisa berhenti melalukan itu. Kita tidak memilih, tetapi konten yang memilih.

Konsumen atau Dikonsumsi?

Selama ini mengira diri sedang mengonsumsi konten, padahal diam-diam kita dikonsumsi, algaritma, waktu, dan perhatian. Kita menjadi angka dalam statistik, target iklan, bahkan menjadi bagian dari ekosistem yang terus-menerus menuntut keterlibatan. Secara tidak sadar, hidup menjadi seperti berlomba-lomba untuk tahu segalanya. Kita capai bukan karena terlalu sibuk, tapi karena terlalu terbuka pada semua hal yang belum tentu dibutuhkan.

Saatnya Menyaring, Bukan Sekadar Menyerap

Media sosial tidak bisa dihindari sepenuhnya. Namun, penting untuk mulai mempertanyakan kembali, apakah konten yang dinikmati benar-benar pilihan sendiri atau hanya sekadar sesuatu yang secara kebetulan muncul di beranda, apakah menjadi sesuatu yang dibutuhkan atau semakin kosong?

Maka dari itu, cobalah memberikan jeda bagi diri sendiri. Hindari langsung membuka layar saat baru bangun. Luangkan waktu sejenak untuk diam, mendengarkan lagu, menulis isi pikiran, atau sekadar menatap langit pagi. Sebab, ketenangan tidak selalu datang dari konten yang terus berganti, melainkan dari ruang yang sengaja diciptakan untuk tidak diisi oleh apa-apa.

Biarkan Diri Menentukan, Bukan Algoritma

Di tengah derasnya arus digital, yang dibutuhkan bukanlah lebih banyak hiburan, melainkan lebih banyak kesadaran. Dalam dunia yang dipenuhi oleh suara dari segala arah, ketenangan sejati justru bisa hadir dalam keheningan. Segala hal yang ingin didengar, jangan lupa untuk mendengarkan diri sendiri.

Biodata Penulis:

Albert Juan Charlos saat ini aktif sebagai mahasiswa, Program Studi Ilmu Lingkungan, di Universitas Sebelas Maret.

© Sepenuhnya. All rights reserved.