Nusakambangan secara luas dikenal sebagai Pulau Kematian, terdapat lapas dengan keamanan lapis tingkat tinggi dan juga lokasi eksekusi mati. Gagahnya Nusakambangan, sebagai tempat pengadilan dunia, menyimpan banyak cerita mistis yang masih hidup dalam bisik-bisik warga. Nusakambangan sangat kental dengan unsur mitos, sejarah, dan dongeng daerah yang turun-temurun mengalir hingga ke generasi sekarang.
Mencapai pulau Nusakambangan kita terlebih dahulu menyeberang dengan menggunakan kapal kecil dengan waktu tempuh kurang lebih 45 menit dari pusat kota. Sepanjang perjalanan aura mistis dan seram pulau mulai terasa, hutannya yang lebat, pulaunya yang relatif sepi, dan masih adanya hewan buas seperti macan kumbang semakin menambah ketegangan dan kentalnya nuansa angker yang menyelimuti pulau ini.
Kisah kelam Nusakambangan terjadi sejak zaman penjajahan Belanda, pulau ini digunakan sebagai tempat pembuangan dan penahanan para pemberontak, penjahat, hingga tahanan politik yang dianggap berbahaya. Terdapat sejumlah bangunan seperti benteng yang posisinya terkubur di dalam tanah, atau orang sekitar menyebutnya benteng pendem. Bangunan-bangunan peninggalan Belanda ini juga menjadi salah satu ikonik di pulau ini, namun keberadaanya yang nampak tidak terurus menambah nilai mistis Nusakambangan.
Selain sisa-sisa benteng, berbagai lapas yang beroperasi di Nusakambangan juga menjadi pusat cerita-cerita tak kasat mata. Penjaga penjara, warga lokal, hingga mantan narapidana kerap berbagi pengalaman bertemu arwah penasaran, mendengar suara-suara aneh, atau merasakan keberadaan tak terlihat yang diyakini berasal dari jiwa-jiwa terpidana mati yang pernah menghuni sel-sel dingin di sana. Aura tegang dan keputusasaan yang melekat pada sejarah pulau ini seolah meresap ke setiap sudut, menciptakan atmosfer yang tak bisa dijelaskan secara nalar.
Nusakambangan, dengan segala kemisteriusan dan sejarahnya, adalah sebuah pulau yang tak akan pernah lekang dari ingatan. Dan bukan hanya sebuah lokasi geografis, melainkan sebuah entitas yang hidup dalam narasi, mitos, dan rasa ngeri yang membangkitkan rasa ingin tahu. Sebuah tempat batas antara dunia nyata dan gaib terasa begitu tipis, menjadikan setiap kunjungan atau bahkan sekadar mendengar namanya, selalu diiringi dengan decak kagum dan bulu kuduk yang merinding.
Biodata Penulis:
Lutfi Ezi saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret.