Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Konflik Perebutan Reog: Antara Indonesia dan Malaysia

Yuk, gali lebih dalam kisah Reog Ponorogo—warisan budaya Indonesia yang kini jadi sorotan karena klaim dari Malaysia. Apakah Reog benar-benar ...

Konflik budaya antara Indonesia dan Malaysia bukan hal yang baru, dan salah satu isu yang terus mencuat  pada masyarakat adalah perebutan warisan budaya Reog. Reog sendiri merupakan seni pertunjukan tradisional yang berasal dari Ponorogo, Jawa Timur, yang memiliki nilai historis dan kultural yang sangat tinggi bagi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Ponorogo. Namun, klaim Malaysia atas kesenian serupa yang mereka sebut "Reog" atau "Barongan" dalam beberapa kesempatan telah memicu ketegangan diplomatik serta reaksi keras dari masyarakat Indonesia. Perselisihan ini tidak hanya menyangkut hak cipta budaya, tetapi juga menyentuh aspek identitas nasional dan kebanggaan kolektif.

Konflik Perebutan Reog
Sumber: Instagram | @reyogpedia

Sebelum melangkah lebih jauh kita akan mengulik kembali sejarah terciptanya Reog, dalam sejarahnya ada beberapa versi cerita mengenai asal usul dari reog itu sendiri, di sini saya mengambi salah satu versi cerita rakyat tentang asal usul dari reog yang merupakan hasil dari Kelana Sewandawa, raja Bantarangin.

Reog Ponorogo berawal dari Kelana Sewandana, raja Kerajaan Bantarangin, yang ingin melamar putri Kerajaan Kediri. Nama putri tersebut adalah Dewi Ragil Kuning atau Putri Sanggalangit. Ketika melakukan perjalanan untuk melamar sang putri, sang raja dicegah oleh Raja Kediri bernama Singa Barong. Kehadiran Raja Kediri ini disertai pasukan tentara yang terdiri dari hewan singa dan burung merak. Sementara, Raja Kelana bepergian bersama wakilnya, Bujang Anom dan pengawal raja yang disebut warok. Para pengawal raja ini memiliki kekuatan ilmu hitam yang mampu mematikan lawan. Para warok memakai celana dan baju hitam sambil membawa senjata cemeti dan pecut. Kedua kubu kerajaan kemudian saling bertarung mengeluarkan kesaktian. Selama berhari-hari pertarungan, keduanya saling berdamai. Akhirnya Raja Kelana berhasil meminang Dewi Ragil Kuning. 

Dalam pertunjukan Reog Ponorogo tersaji dalam empat babak. Berikut penjelasan di setiap babaknya.

1. Babak Pertama

Pada babak pertama, jenis tarian yang muncul yaitu jaranan atau jathilan. Pada babak ini, terkadang muncul tokoh Penthul-Tembem yang ikut menari dengan gerakan melucu. Lalu datang prajurit yang menggambarkan latihan perang.

2. Babak Kedua

Di babak kedua, adegan dimonopoli tokoh Singo Barong yang menari-nari dan memperlihatkan gerakan-gerakan pantomim. Dia menirukan secara verbal tingkah laku harimau. Gerakan tersebut dilanjutkan dengan perang antara prajurit dan Singo Barong. Pada adegan ini, Singo Barong tampak agresif, demonstratif, atraktif, dan melompat, serta mengangkat penari, dan sebagainya. Selanjutnya, Thetek Melek yang sudah menempatkan diri mendampingi Singo Barong dengan kegiatan seperti memegang baju Singo Barong dan mengusir penonton yang masuk area, adegan tersebut dikisahkan tentang kekalahan prajurit berkuda.

3. Babak Ketiga

Bujangganong tampil menari dan menunjukkan keterampilannya. Babak ketiga ini mengisahan perang antara Bujangganon dengan Singo Barong. Dalam perang tersebut, Singo Barong kalah, kemudian menjadi pengikut Bujangganong.

4. Babak Keempat

Babak keempat menjadi babak terakhir yang mempertunjukkan Kiana Sewandono menari tunggal. Kemudian dilanjutkan dengan datangnya Bujangganong mempersembahkan Singo Barong. Tari Reog Ponorogo diiringi beragam alat musik tradisional. Mulai dari saron, kendhang, kenong, bonang, gong, dan terompet. Adapun lagu-lagu pokok yang digunakan dalam kesenian ini di antaranya adalah Putrajaya, Ponoragan, Sampak, Obyok, Kebo Giro. Sementara lagu selingan yang sering digunakan antara lagu ijo-ijo dan Walangkekek.

Dalam perkembangannya, Reog pertama kali ditampilkan di depan publik pada tahun 1920, yang berlokasi di Desa Sumoroto, Ponorogo. Sayangnya pada masa penjajahan Belanda dan Jepang pertunjukan Reog dianggap sebagai kesenian yang merugikan dikarenakan para penjajah khawatir bahwa pertunjukan Reog tersebut dapat memobilisasi mas dan digunakan untuk kegiatan yang merugikan bagi para penjajah. Reog dengan tarian dan simbol simbol di dalamnya memiliki potensi untuk menjadi alat bagi gerakan perlawanan atau pemberontakan kepada penjajah.

Dalam konflik perebutan hak atas Reog berawal dari adanya isu terkait perebutan Reog  bermula pada akhir 2007 ketika kampanye pariwisata Visit Malaysia 2007 menampilkan Tari Barongan yang sangat mirip dengan Reog Ponorogo, sehingga memicu kehebohan di kalangan masyarakat Ponorogo dan pelaku seni tradisi Indonesia. Dalam situs resminya Kementerian Kebudayaan, Kesenian, dan Warisan Budaya Malaysia, topeng Singo Barong yang dipakai penari tersebut bahkan diberi label “Malaysia”, yang selanjutnya memunculkan gelombang demonstrasi ribuan seniman Reog di depan Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta.

Merespons protes tersebut, pemerintah Malaysia menyatakan tidak pernah secara resmi mengklaim Reog Ponorogo sebagai budaya nasional mereka dan menjelaskan bahwa varian tarian serupa disebut Barongan yang ditemukan di kawasan Johor dan Selangor akibat dari adanya migrasi masyarakat Jawa ke wilayah itu pada masa kolonial. Kejadian ini kemudian mendorong pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk memperkuat upaya pelestarian serta pencatatan Reog Ponorogo, termasuk melalui persiapan usulan pengakuan sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO.

Konflik perebutan Reog Ponorogo antara Indonesia dan Malaysia berakar dari ketegangan atas klaim budaya pada tahun 2007, ketika pemerintah Malaysia menampilkan tarian serupa disebut Tari Barongan dengan topeng Singo Barong yang diberi label “Malaysia” pada situs resmi mereka. Hal ini memicu protes besar-besaran oleh seniman Reog Ponorogo di depan Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta, menegaskan bahwa Reog telah tumbuh sebagai simbol identitas dan kebanggaan masyarakat Ponorogo selama berabad-abad. Ke depannya, pelestarian Reog Ponorogo perlu terus didukung melalui kolaborasi lintas negara, program edukasi, dan diplomasi budaya yang menghormati asal-usul serta nilai-nilai bersama. Dengan demikian, Reog tidak hanya menjadi objek perebutan, tetapi juga jembatan memperkuat hubungan baik dan saling pengertian antara Indonesia dan Malaysia.

Faiq Syahmuna Ali

Biodata Penulis:

Faiq Syahmuna Ali, lahir pada tanggal 3 April 2005 di Ponorogo, saat ini aktif sebagai mahasiswa, Program Studi Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, di Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Penulis bisa disapa di Instagram @faiqsyahmunaa

© Sepenuhnya. All rights reserved.