Di balik pesona laut dan pulau-pulau Indonesia yang membentang luas, tersimpan ancaman serius yang kian sulit diabaikan: kenaikan permukaan laut akibat krisis iklim. Isu ini bukan lagi sekadar peringatan, tetapi sudah menjadi realita yang menyentuh kehidupan ribuan warga pesisir. Kota-kota seperti Jakarta, Semarang, dan Demak semakin sering dilanda banjir rob, sementara pulau-pulau kecil menghadapi risiko hilang ditelan laut. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Tanpa tindakan yang cepat dan menyeluruh, jutaan warga bisa kehilangan tempat tinggal dan sumber penghidupan dalam waktu yang tidak lama lagi.
Berikut ini adalah beberapa faktor utama yang memperjelas betapa seriusnya ancaman ini:
1. Kenaikan Permukaan Laut yang Terus Terjadi dan Menggerus Daratan
Setiap tahunnya, permukaan laut di wilayah Indonesia terus mengalami kenaikan sekitar 4-6 milimeter. Meskipun tampaknya kecil, akumulasi kenaikan dalam jangka panjang membawa dampak yang sangat serius.
Pulau-pulau kecil seperti Pulau Pari di Kepulauan Seribu dan pesisir Papua sudah mulai merasakan akibatnya. Abrasi yang kian parah menyebabkan rumah-rumah warga terendam, lahan pertanian hilang, dan berbagai infrastruktur mengalami kerusakan.
Jika kondisi ini terus dibiarkan tanpa penanganan yang nyata, maka tidak menutup kemungkinan jika sebagian besar wilayah pesisir akan tenggelam dalam beberapa dekade mendatang.
2. Penurunan Permukaan Tanah
Selain ancaman dari laut, terdapat pula ancaman dari darat berupa penurunan permukaan tanah. Jakarta menjadi contoh paling jelas, dengan laju penurunan mencapai lebih dari 10 sentimeter per tahun di sejumlah titik.
Ketika permukaan tanah terus turun dan laut semakin naik, kombinasi keduanya menciptakan bencana yang berlapis. Banjir rob menjadi bencana yang rutin terjadi, merusak fasilitas umum dan menggusur warga dari rumah mereka.
Kondisi ini bukan hanya mengganggu kehidupan sehari-hari, tetapi juga meningkatkan beban ekonomi dan kerentanan sosial masyarakat yang terdampak.
3. Kurangnya Respons Adaptif dan Keterlibatan Komunitas
Sayangnya, respons adaptif terhadap krisis ini masih tergolong minim, terutama di tingkat lokal. Pemerintah lebih banyak mengandalkan proyek infrastruktur besar seperti tanggul laut atau relokasi kawasan rawan banjir. Namun pendekatan ini belum cukup menyentuh kebutuhan mendasar masyarakat.
Padahal, keterlibatan langsung warga sangat penting, terutama dalam menjaga ekosistem pesisir seperti hutan mangrove, mengembangkan solusi berbasis alam, serta memperkuat ketahanan komunitas. Tanpa keterlibatan mereka, kebijakan berkelanjutan akan sulit diterapkan dan tidak akan menyelesaikan akar permasalahan.
Perubahan iklim dan naiknya permukaan laut sudah mulai terasa dampaknya di berbagai penjuru Indonesia. Meski tantangannya besar, namun harapan akan tetap ada selama kita bergerak cepat dan bersama-sama. Kita tidak hanya membutuhkan kebijakan yang berpihak pada lingkungan, tetapi juga memerlukan ilmu pengetahuan yang terus berkembang dan keterlibatan nyata dari semua lapisan masyarakat. Dengan langkah yang tepat dan komitmen yang kuat, Indonesia tidak sekadar bisa bertahan, tapi juga mampu menunjukkan perubahan pada dunia. Tak ada waktu lagi untuk menunda aksi nyata harus dimulai sekarang.
Penulis: Afrah Maziyyah Azahra