Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Masa Depan Pendidikan Islam Indonesia: Dari Problematika menuju Alternatif Solusi

Para pakar pendidikan di Indonesia menilai bahwa salah satu sebab utama kegagalan pendidikan adalah karena lemahnya kualitas pendidik.

Pendidikan Agama Islam selain sebagai sebuah disiplin ilmu dalam bidang pendidikan juga merupakan peran bagi tercapainya tujuan pendidikan itu sendiri. Karena penekanan Pendidikan Agama Islam bukan hanya pada internalisasi nilai-nilai teori saja tetapi mencangkup tatanan aplikatif yang lebih berpengaruh terhadap interaksi sosial. Individu yang berkecimpung di dalam Pendidikan Agama Islam pun tidak kalah penting perannya dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Mereka adalah para pemberi kabar gembira dan para pemberi peringatan, mereka adalah agen-agen pemerintah dalam mewujudkan tujuan pendidikan, khusunya yang berkaitan dengan pembentukan watak yang menjadikan manusia beriman, bertakwa, berakhlak mulia, demokratis dan bertanggung jawab. Para pendidik agama Islam harus mewarnai hidup dan kehidupan ini dengan nilai-nilai Ilahi, nilai-nilai Tuhan, nilai-nilai Sang Pencipta Alam Semesta, baik di dalam kehidupannya ataupun kehidupan orang-orang di sekitarnya, baik di lingkungan sekolah, keluarga ataupun masyarakat (Candra, 2018).

Masa Depan Pendidikan Islam Indonesia
Sumber: Freepik

Problematika Pendidikan Agama Islam tidak bisa terlepas dari ruang lingkup pendidikan itu sendiri. Ruang lingkup pendidikan ada tiga yaitu sekolah, rumah, dan lingkungan. Di setiap ruang lingkup pendidikan pasti ada problematikanya masing-masing dan berpengaruh terhadap proses pendidikan di ruang lingkup lainnya. Semua problematika di setiap ruang lingkup harus dicari solusinya agar setip proses Pendidikan Agama Islam di setiap ruang lingkupnya bisa berjalan maksimal dan saling beriringan, apabila hanya satu ruang lingkup saja yang menjadi pembahasan dan dicari solusinya maka proses Pendidikan Agama Islam di ruang lingkup yang lain akan kurang maksimal. Ini semua adalah tugas setiap individu muslim, khususnya yang berkecimpung di dunia Pendidikan Agama Islam, baik di sebuah institusi ataupun di lingkungan masyarakatnya. Problematika Pendidikan Agama Islam terbagi menjadi tiga, problematika Pendidikan Agama Islam di sekolah, Problematika Pendidikan Agama Islam di rumah, dan problematika Pendidikan Agama Islam di lingkungan masyarakat.

1. Problematika Pendidikan Agama Islam di Sekolah

Problematika Peserta Didik

Sebagian besar peserta didik masih beranggapan dan memandang bahwa Pendidikan Agama Islam hanya sebatas formalitas saja (Imtima, 2009). Hanya sebatas disiplin ilmu yang diajarkan untuk mendapatkan standar nilai yang ditentukan. Hanya sebatas ritual dan segi-segi formalitas dalam agama, seolah-olah apa yang disebut agama adalah seperangkat gerakan dan bacaan-bacaan serta doa-doa dalam ritual sembahyang dan ibadah. Dalam agama Islam ritual itu terumuskan dalam rukun Islam. Tentu saja pandangan seperti ini tidak salah secara mutlak tetapi jelas amat tidak memadai untuk menjadi pandangan yang baik, terutama terhadap Pendidikan Agama Islam. Tindakan ritual dan segi-segi formalitas agama, baru mempunyai makna hakiki jika mampu mengantarkan seseorang kepada tujuannya yang hakiki pula, yaitu kedekatan kepada Sang Pencipta sehingga memiliki kesiapan emosional dan spiritual dalam menjalani kehidupannya di dunia. Wujud kedekatan kepada Sang Pencipta itulah yang akan terwujudkan dalam berbagai sikap dan perilaku yang terpuji (akhlaqul karimah), sehingga bisa memberi manfaat dan kebaikan terhadap semua.

Solusinya adalah mengajarkan penerapan nilai-nilai praktik agama dalam kehidupan sehari-hari dan menekankan nilai-nilai agama dalam setiap kegiatan yang dilakukan, bekerja sama dengan pihak keluarga di rumah, dan lingkungan masyarakat.

Problematika Pendidik

Para pakar pendidikan di Indonesia menilai bahwa salah satu sebab utama kegagalan pendidikan adalah karena lemahnya kualitas pendidik. Padahal salah satu syarat mutlak keberhasilan pendidikan adalah kualitas pendidik yang baik. Rasulullah adalah suri tauladan dan contoh pendidik yang baik terutama dalam Pendidikan Agama Islam. Karena itu semua pendidik muslim yang terlibat dalam Pendidikan Agama Islam baik sebagai sebuah disiplin ilmu, institusi ataupun jalan hidup, haruslah menjadikan Rasulullah sebagai contoh dalam mendidik dan dalam menjalankan kesehariannya sebagai seorang pendidik agama Islam. Seperti yang telah disabdakan Rasulullah bahwa "hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan besok harus lebih baik dari hari ini", itulah prinsip setiap pendidik muslim (Mulyasa, 2009). Jadi problematika pendidik agama Islam adalah belum mengamalkan nilai ajaran-ajaran agama secara menyeluruh, dimulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, belum mengembangkan potensi dirinya dengan baik.

Solusinya adalah meningkatkan kualitas diri dengan terus mengembangkan potensi yang dimiliki dengan cara berperan serta dalam setiap pengembangan dan penerapan praktik agama di lingkungan masyarakat sehingga benar-benar bisa menjadi pendidik yang sebenarnya, meneladani Rasulullah SAW.

2. Problematika Pendidikan Agama Islam di Rumah

Penerapan pendidikan di rumah sangat tergantung kepada para pemegang peran yang dominan, yaitu orang tua yang di dalam Al-Quran dikatakan sebagai penegak hukum Allah dalam lingkungan keluarga. Terutama ayah, sebagai kepala rumah tangga (Abdurrahman, h. 122). Sebagai pemegang kepemimpinan dalam keluarga seorang ayah haruslah dapat membentuk lingkungan keluarganya dengan baik, terutama dalam menerapkan nilai-nilai agama Islam, inilah yang dikatakan sebagai penegak hukum Allah. Apabila peran seorang ayah sudah maksimal dalam membentuk lingkungan keluarga yang baik maka sudah dapat dipastikan bahwa problematika Pendidikan Agama Islam dalam ruang lingkup keluarga akan dapat terselesaikan. Apalagi ada rekan yang membantunya, yaitu ibu, sebagai pendidik pertama bagi sang anak. Semakin sempurnalah apabila kedua individu ini bekerja sama dalam membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Tetapi dalam realitanya masih banyak orang tua yang kurang perduli dengan penerapan pendidikan agama anaknya di rumah karena mereka lupa peran mereka sebagai penegak hukum Allah. Masih ada orang tua yang lebih mementingkan nilai kognitif anak dalam bidang disiplin ilmu eksak dibanding penerapan nilai-nilai agama. Padahal apabila dikaji lebih dalam, peran utama orang tua di rumah adalah pembentukan kepribadian dan akhlak yang baik bagi anak.

Solusinya adalah menjalin komunikasi yang baik dengan sekolah dan lingkungan masyarakat terutama dalam penerapan-penerapan praktik nilai-nilai agama Islam.

3. Problematika Pendidikan Agama Islam di Masyarakat

Penerapan Pendidikan Agama Islam dalam masyarakat adalah tanggung jawab seluruh masyarakat, khususnya para tokoh masyarakat dan tokoh agama.  Masjid sebagai pusat penerapan Pendidikan Agama Islam harus dimanfaatkan semaksimal mungkin (Abdurrahman, h. 131). Apabila penerapan agama Islam berjalan dengan maksimal di tengah-tengah masyarakat, baik di lingkungan masyarakat tinggal maupun di lingkungan perpolitikan negara atau lingkungan pemerintah, pastilah akan memberikan rasa aman, nyaman, damai dan tenteram dalam setiap individu masyarakat. Karena semua individu masyarakat melaksanakan ajaran agamanya dengan baik, terutama agama Islam dalam kehidupan sehari-hari. Keberhasilan pendidikan agama adalah merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, keluarga dan masyarakat. Dalam undang-undang tentang pendidikan, terdapat perbedaan definisi istilah pendidikan agama, posisi pendidikan Islam di dalam undang-undang cukup strategis dan kuat. Hal ini dapat dilihat di Pasal 30 (1) Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dikatakan bahwa "Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama sesuai dengan peraturan perundang-undangan" [UU RI No.20/2003, pasal 30 (1)]. Pasal ini menunjukkan legalitas eksistensi Pendidikan Agama Islam adalah kuat dan dijamin oleh konstitusi negara (Nurfitriyani, 2016).

Solusinya adalah Masjid sebagai pusat pendidikan memberikan kajian-kajian tentang ajaran agama, peran, dan tanggung jawab manusia yang harus saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran.

***

Pemikiran Ibnu Khaldun tentang pendidikan Islam menekankan pentingnya memahami ilmu pengetahuan secara menyeluruh, mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum, serta mengembangkan karakter dan moral individu. Baginya, pendidikan bukan hanya sekadar transfer pengetahuan, tetapi juga proses pembentukan karakter yang utuh, yang melibatkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ibnu Khaldun juga menyoroti pentingnya metodologi pengajaran yang adaptif dan holistik, yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks zaman (Novita, 2022). Ibnu Khaldun menganggap pendidikan tidak hanya sebagai transfer pengetahuan tetapi juga sebagai proses pembentukan karakter. Pendidikan harus mengembangkan kemampuan intelektual seseorang sekaligus memperkuat moralitas dan etika, agar individu dapat berkontribusi positif bagi masyarakat (Maarif, 1996).

Pemikiran-pemikiran Ibnu Khaldun ini tidak hanya memberikan landasan teoritis yang kuat dalam berbagai disiplin ilmu, tetapi juga tetap relevan dalam konteks modern. Kontribusinya dalam memahami dinamika sosial, historis, dan peradaban menjadi sumber inspirasi bagi studi ilmiah dan pemikiran kritis hingga saat ini. Database yang mengorganisir informasi tentang pemikiran Ibnu Khaldun mengenai pendidikan Islam dan relevansinya dengan pendidikan Islam kontemporer (Hardanti, 2021).

Daftar Pustaka:

  • An-Nahlawi, A. (1979). Ushul At-Tarbiyah Al-Islamiyyah wa Asalibaha fil Bait wal Madrasah wal Mujtama’. Damaskus: Darul Fikr.
  • Candra, Y., & Istighna. (2018). Problematika Pendidikan Agama Islam. Problematika Pendidikan Agama Islam, 1(1), Januari.
  • Hardanti, B. W. (2021). Tiga fase sejarah berdasarkan pemikiran Ibnu Khaldun dalam sejarah Indonesia. Historiography: Journal of Indonesian History and Education, 1(2), 178–192.
  • IMTIMA. (2009). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian 3: Pendidikan Disiplin Ilmu. PT. IMTIMA.
  • Maarif, A. S. (1996). Ibn Khaldun dalam pandangan penulis Barat dan Timur. Gema Insani.
  • Mulyasa. (2009). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Rosda.
  • Rohiat. (2010). Manajemen Sekolah: Teori Dasar dan Praktik. Bandung: Refika Aditama.
  • Novita, R. S. A. (2022). Konsep dasar pendidikan perspektif Ibnu Khaldun dan Ki Hajar Dewantara serta relevansinya dengan pendidikan Islam kontemporer di Indonesia (Skripsi). IAIN Ponorogo.
  • Nurfitriyani. (2016, April 18). Problematika Pendidikan Agama Islam di Sekolah. [Artikel].

Soraya Khoirun Nisa'

Biodata Penulis:

Soraya Khoirun Nisa' saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Islam Negeri Raden Mas Said, Surakarta.

© Sepenuhnya. All rights reserved.