Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Mengungkap Fenomena Dua Air Laut yang Tidak Saling Menyatu dalam Memahami Kesesuaian Sains dan Agama

Fenomena dua laut yang tidak bercampur pernah diteliti oleh Jacques Cousteau, seorang penjelajah laut ternama asal Prancis. Dalam salah satu ...

Fenomena bertemunya dua lautan yang tidak dapat bersatu terjadi di Selat Gibraltar, tempat bertemunya Laut Mediterania dan Samudra Atlantik. Peristiwa ini memperlihatkan dua perairan berbeda yang bertemu, tetapi tidak saling menyatu. Airnya tampak memiliki warna yang berbeda, dan batas antara keduanya begitu jelas, seolah-olah ada garis pemisah yang tergambar di permukaan laut. Bagi sebagian orang, fenomena ini tampak seperti keajaiban alam yang sulit dijelaskan. Secara umum, pertanyaan tentang bagaimana dua massa air yang besar dapat berdampingan tanpa langsung menyatu merupakan pertanyaan yang menarik dan memicu perspektif sains dan agama.

Mengungkap Fenomena Dua Air Laut yang Tidak Saling Menyatu

Dari sudut pandang sains, fenomena ini terjadi karena adanya perbedaan salinitas (kadar garam), suhu, dan kepadatan antara dua massa air laut yang bertemu. Karena perbedaan tersebut, air dari kedua lautan tersebut tidak saling bercampur. Lapisan transisi yang disebut haloklin (perubahan air) terbentuk secara alami dan berfungsi sebagai pembatas yang memisahkan kedua perairan tersebut. Meskipun air-air itu akan melebur secara perlahan, tetapi proses pencampurannya sangat lambat dan bergantung pada banyak faktor lingkungan. Haloklin (perubahan air) ini memisahkan dua massa air. Hal ini menunjukkan bahwa alam memiliki mekanisme kompleks yang menjaga keseimbangan ekosistem laut, dan juga mengajarkan kita pentingnya bersikap hati-hati dan sabar dalam memahami fenomena alam yang tampaknya sederhana tetapi mendalam.

Dari perspektif ilmiah, kemajuan dalam penginderaan jarak jauh dan pemodelan hidrodinamik memungkinkan pengamatan dan prediksi perubahan lingkungan yang lebih akurat. Oleh karena itu, fenomena ini tidak hanya memperkaya wawasan ilmiah, tetapi juga menginspirasi refleksi lebih dalam tentang keteraturan dan keindahan alam yang patut kita jaga bersama. Menariknya, jauh sebelum manusia mengenal istilah haloklin atau memlai mempelajari sifat-sifat laut dengan Ilmu Oseanografi, Al-Qur'an telah menyampaikan gambaran serupa. Dalam Surat Ar-Rahman ayat 19-20, disebutkan bahwa ada dua lautan yang mengalir dan bertemu, tetapi ada batas yang tidak dapat dilintasinya. Ayat ini menjelaskan bahwa fenomena tersebut tidak hanya bersifat simbolis, tetapi juga membuka ruang bagi penafsiran yang mengarah pada pengamatan ilmiah.

Fenomena dua laut yang tidak bercampur ini pernah diteliti oleh Jacques Cousteau, seorang penjelajah laut ternama asal Prancis. Dalam salah satu ekspedisinya, Ia menemukan semacam “tembok air” yang membuat dua massa air tidak langsung bercampur. Cousteau menyatakan bahwa Laut Mediterania memiliki salinitas dan kerapatan yang berbeda serta menjadi tempat hunian bagi flora dan fauna yang khas dari wilayah itu. Kadar garam yang berbeda juga menunjukkan kerapatan banyaknya ion negatif dan positif dalam air laut yang berbeda. Meskipun perbedaan ini tidak terlalu besar, suhu air di Samudra Atlantik hanya 10ºC, sedangkan suhu Laut Mediterania 11,5ºC.

Fenomena ini merupakan contoh bagaimana agama dan sains dapat berjalan beriringan. Agama memberikan nilai dan arah, sedangkan sains menjelaskan proses. Sains menjawab pertanyaan "bagaimana", sementara agama menjawab pertanyaan "mengapa". Ketika keduanya saling mendukung, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang dunia dan kehidupan. Namun, fenomena ini bukan hanya sekadar pemandangan yang indah saja, tetapi fenomena ini memiliki potensi besar untuk memperkuat hubungan antara ilmu modern dan ajaran agama.

Fenomena ini menunjukkan bahwa sains dan agama tidak selalu bertentangan, tetapi dapat saling melengkapi untuk menjelaskan keajaiban alam. Sains menjelaskan mekanisme fisik yang mendasari fenomena, sementara agama memberikan makna spiritual dan pengakuan akan kebesaran Tuhan yang menciptakan aturan alam semesta dengan sangat tepat. Oleh karena itu, memahami fenomena yang terjadi di antara dua lautan yang tidak bercampur berperan penting dalam memperkuat hubungan antara keyakinan spiritual dan ilmu pengetahuan.

Referensi:

  • Permata Sari, Rima Sinta Anugerah. "Fenomena Halocline, Penyebab Munculnya Sungai Bawah Laut." Geotimes, 23 Mei 2023.
  • Hanif Hawari. Artikel "Ar-Rahman Ayat 19-20: Fenomena Laut Terpisah, Selat Gibraltar Jadi Bukti Nyata." Detik.com, 24 Sep 2024. 
  • Peters, T. (2020). Science and religion: Conflict or complementarity? In J. E. H. Smith (Ed.), The Oxford Handbook of Religion and Science, hlm 75–90, Oxford University Press.
  • Risma. “Misteri Sumber Air Tawar di Dasar Laut.” ADIL news.
  • Zhou, Q., Tu, C., Yang, J., Fu, C., Li, Y., & Waniek, J.J. (2021). Trapping of microplastics in halocline and turbidity layers of the semi-enclosed Baltic Sea. Frontiers in Marine Science, 8. 

Biodata Penulis:

Haris Akhad Maulana saat ini aktif sebagai mahasiswa UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan. Penulis bisa disapa di Instagram @akhdd01

© Sepenuhnya. All rights reserved.