Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Makmur

Indonesia adalah negeri yang kaya, tetapi kekayaannya telah menjadi ironi bagi rakyatnya. Sumber daya alam yang melimpah belum membawa keadilan dan ..

Indonesia adalah negeri yang dikaruniai kekayaan alam yang sangat melimpah mulai dari Sabang hingga Merauke, hutan tropis yang luas, lautan menyimpan kekayaan hayati tak ternilai, dan perut bumi mengandung tambang yang menjadi incaran dunia. Kekayaan tersebut menjadi modal kita bersama dalam meningkatkan kesejahteraan di negeri ini. Namun, hal tersebut tidak dapat dirasakan sepenuhnya oleh rakyatnya. Ketimpangan masih nyata, korupsi merajalela, dan alam terus dieksploitasi tanpa kendali. Bukan hanya sumber dayanya yang kerap hilang, melainkan juga integritas terutama dari para pemangku kebijakan dan pemimpin di negeri ini.

Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Makmur
Sumber gambar: portalnews.stekom.ac.id

Integritas adalah kualitas seseorang yang menunjukkan kejujuran, konsistensi, dan keselarasan antara perkataan, tindakan, serta nilai-nilai moral yang dipegang. Tanpa integritas, jabatan menjadi alat eksploitasi, kebijakan kehilangan arah. Kerusakan lingkungan yang kian meluas, perizinan tambang yang sarat kepentingan pribadi, dan lemahnya penegakan hukum mencerminkan kegagalan dalam mewujudkan keadilan ekologis dan sosial. Masyarakat adat kehilangan tanahnya, petani dan nelayan terpinggirkan, sementara elite menikmati hasil kekayaan alam secara tidak proporsional. Salah satu contoh nyata dari krisis integritas dapat kita lihat dalam kasus kerusakan lingkungan di Raja Ampat, Papua Barat.

Menurut Greenpeace Indonesia (2025), tambang nikel telah menyebabkan Raja Ampat kehilangan daya tariknya. Ada pulau kecil yang sudah dikeruk, ada hutan yang sudah dibabat, tak lama lagi sumber air akan tercemar, kehidupan bawah laut akan rusak, masyarakat setempat akan kehilangan sumber kehidupan mereka. Raja Ampat merupakan rumah bagi 75% spesies karang di dunia, 2.500 spesies ikan, 47 spesies mamalia, dan 274 spesies burung, kegiatan ekowisata berbasis ekonomi masyarakat lokal yang berpotensi besar menyumbang peningkatan pendapatan daerah.

Luka di Tanah Air

Indonesia adalah negeri yang kaya, tetapi kekayaannya telah menjadi ironi bagi rakyatnya. Sumber daya alam yang melimpah belum membawa keadilan dan kemakmuran bagi seluruh warganya. Justru sebaliknya, kekayaan tersebut sering kali menjadi pemicu ketimpangan sosial, konflik agraria, dan kerusakan ekologis yang menyayat nurani bangsa. Dari pegunungan Papua hingga laut Natuna, alam Indonesia terus-menerus menjadi objek eksploitasi demi keuntungan segelintir pihak, sementara masyarakat kecil dibiarkan menanggung dampaknya.

Luka di tanah air ini bukan luka biasa. Luka ini ditorehkan oleh sistem yang timpang, oleh kepemimpinan yang kehilangan arah, dan oleh kebijakan yang mengabaikan nilai-nilai keadilan. Hutan-hutan dibabat tanpa pertimbangan ekologis, tambang-tambang dikeruk tanpa menghitung keberlanjutan lingkungan, dan laut-laut tercemar oleh limbah industri. Semua ini berlangsung dengan kecepatan yang jauh melampaui upaya pemulihan atau perlindungan. Kerusakan demi kerusakan terjadi bukan karena bangsa ini tidak mampu menjaga alamnya, melainkan karena integritas para pemegang kekuasaan tidak tegak pada tempatnya.

Ketika integritas menghilang dari ruang-ruang pengambilan keputusan, maka kekuasaan berubah menjadi alat eksploitasi. Kebijakan yang seharusnya melindungi rakyat justru melukai mereka. Masyarakat adat kehilangan tanah leluhur, petani tidak lagi berdaya mengolah lahannya, dan nelayan tak mampu lagi menggantungkan hidup pada laut yang tercemar. Pada saat yang sama, kelompok-kelompok tertentu menikmati keuntungan ekonomi yang luar biasa besar dari sumber daya yang seharusnya menjadi hak bersama.

Luka ini diperparah oleh lemahnya penegakan hukum, rendahnya transparansi dalam perizinan, dan sikap acuh terhadap suara rakyat. Ini adalah wujud nyata dari krisis integritas yang telah menyentuh inti kehidupan berbangsa. Indonesia tidak kekurangan sumber daya, tetapi sedang kekurangan keberanian moral untuk mengelolanya secara adil.

Etika Mengawal Negeri

Jika kita ingin mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur, maka kita harus memulainya dari pembentukan etika. Etika bukan sekadar teori moral atau ajaran baik-buruk yang diajarkan di bangku sekolah. Etika sudah seharusnya menjadi dasar atau penuntun dalam setiap pengambilan keputusan, terutama saat menyangkut nasib rakyat dan kelestarian bumi kita.

Di tengah berbagai krisis yang melanda bangsa ini krisis kepercayaan, krisis moral, dan krisis lingkungan, etika menjadi cahaya yang menerangi jalan. Tanpa etika, kekuasaan berubah menjadi alat penindasan. Tanpa etika, hukum mudah dibeli. Tanpa etika, kebijakan hanya menguntungkan segelintir elite yang punya akses pada kekuasaan dan modal. Karena itu, etika harus hadir dalam setiap level pemerintahan, dari pengambil kebijakan tertinggi hingga pelaksana di lapangan.

Mengawal negeri dengan etika berarti menempatkan kepentingan rakyat dan kelestarian alam di atas kepentingan ekonomi sesaat. Pemimpin yang beretika tidak hanya cakap secara intelektual, tetapi juga memiliki keberanian moral untuk menolak kebijakan yang merugikan rakyat dan merusak lingkungan. Mereka berani berkata tidak pada praktik-praktik korup, dan selalu memastikan bahwa pembangunan dilakukan dengan mempertimbangkan suara masyarakat, nilai-nilai keadilan, serta dampak jangka panjang.

Contoh ideal bisa dilihat dari pengembangan ekowisata yang berbasis komunitas, seperti yang sebelumnya dijalankan di Raja Ampat. Ketika masyarakat lokal dilibatkan dalam menjaga dan mengelola kawasan konservasi, manfaatnya tidak hanya dirasakan secara ekonomi, tetapi juga membangun kesadaran kolektif akan pentingnya menjaga bumi.

Etika mengawal negeri bukan sekadar slogan, melainkan panggilan untuk membangun budaya kepemimpinan yang berintegritas, transparan, dan akuntabel. Hanya dengan nilai-nilai itu, Indonesia bisa bangkit dari luka-luka masa lalu dan melangkah ke masa depan yang lebih adil, makmur, dan lestari bagi semua.

Maka, untuk mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur, diperlukan keberanian moral dan integritas dalam setiap aspek kehidupan berbangsa. Etika harus menjadi kompas dalam mengelola negeri ini agar pembangunan tidak hanya menghasilkan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memastikan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan sosial secara merata bagi seluruh lapisan masyarakat.

Penulis:

  1. Putri Yuliana Sitanggang merupakan mahasiswa, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Prodi Manajemen, di Universitas Katolik Santo Thomas Medan. 
  2. Daniel Steven Damanik merupakan mahasiswa, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Prodi Manajemen, di Universitas Katolik Santo Thomas Medan.
  3. Helena Sihotang S.E., M.M. merupakan dosen tetap, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Prodi Manajemen, di Universitas Katolik Santo Thomas Medan.

© Sepenuhnya. All rights reserved.