Ki Hajar Dewantara merupakan pelopor dalam dunia pendidikan Indonesia yang gagasannya terus menjadi inspirasi hingga saat ini, terutama dalam kebijakan Merdeka Belajar. Untuk memahami relevansi pemikirannya, tentu penting untuk menelusuri perjalanan hidup dan konsep pendidikan yang ia rintis. Ki Hajar Dewantara atau Raden Mas Soewardi Soerjaningrat lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Ia berasal dari keluarga bangsawan keraton Yogyakarta, namun memilih untuk melepaskan gelar kebangsawanannya pada usia 40 tahun untuk mendekatkan diri dengan rakyat dan menghapus jarak sosial antara dirinya dan masyarakat. Sejak saat itu, ia dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara.
Pendidikan formalnya dimulai di ELS (Sekolah Dasar Belanda) dan dilanjutkan ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera). Namun ia tidak menyelesaikan pendidikannya di STOVIA dikarenakan alasan kesehatan (Yudi, 2023). Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai sosok yang hangat, supel, dekat dengan rakyat, dan juga memiliki hubungan yang erat dengan para tokoh nasional seperti Ir. Soekarno. Ia mendirikan Taman Siswa sebagai bentuk perlawanan terhadap sistem pendidikan kolonial, ia juga membuka akses pendidikan bagi rakyat pribumi yang sebelumnya mengalami diskriminasi kolonial.
Ki Hajar Dewantara memandang pendidikan sebagai sarana untuk memerdekakan manusia, baik secara lahir maupun batin. Ia membedakan antara mengajar yang membebaskan secara eksternal dan mendidik yang membebaskan secara internal. Menurutnya, pendidikan merupakan proses berkelanjutan guna mengembangkan potensi jasmani dan rohani, sehingga peserta didik akan tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, berkarakter, dan berintegritas.
Salah satu sistem pendidikan Ki Hajar Dewantara adalah sistem Among (Efendy, 2023), yang terdiri dari Momong, Among, dan Ngemong. Momong, dimaknai sebagai membimbing siswa secara sukarela dan penuh kasih sayang serta menginternalisasikan kebiasaan-kebiasaan baik kepada siswa, sehingga terbentuk manusia yang berbudaya-kreatif-produktif. Selanjutnya among dimaknai sebagai akhlak guru atau orang tua agar menjadi contoh baik melalui ruang kebebasannya kepada siswa, supaya dapat mengembangkan intelektualitas dan kreatifitasnya, dan memberikan alternatif berpikir solutif dialektis terhadap permasalahan yang dihadapi. Selanjutnya adalah ngemong.
Ngemong adalah suatu tindakan mengobservasi, membimbing, dan memproteksi siswa supaya siswa mampu memberdayakan potensinya. Sistem ini terimplementasi dalam Trilogi Pendidikan: Ing Ngarsa Sung Tulada (di depan member teladan), Ing Madya Mangun Karsa (di tengah membangun semangat), dan Tut Wuri Handayani (di belakang member dorongan). Peserta didik diposisikan sebagai subjek aktif yang dibimbing dalam suasana yang tidak mengekang dan tanggung jawab moral.
Visi Ki Hajar Dewantara adalah membebaskan manusia secara lahir dan batin agar peserta didik dapat mengembangkan potensi tanpa adanya tekanan atau intervensi berlebihan. Misi-misinya meliputi membangun karakter luhur melalui internalisasi nilai budi pekerti, menerapkan sistem among, mengembangkan berpikir kritis dan kreatif, mengintegrasikan peran seluruh pihak dalam pendidikan. Tujuan akhirnya adalah membentuk manusia yang merdeka, berkarakter, sehat jasmani, dan mampu menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab.
Kurikulum yang dirancang oleh Ki Hajar Dewantara berbasis pada Panca Dharma: kebangsaan, kebudayaan, kemerdekaan, kemanusiaan, dan kodrat alam (Dewantara, 1964). Kurikulum ini fleksibel dan kontekstual, menekankan pembelajaran dari pengalaman serta integrasi budi pekerti dalam setiap mata pelajaran. Pendidikan karakter menjadi aspek utama, membentuk manusia yang mandiri dan beradab, bukan hanya cerdas secara intelektual.
Pemikiran Ki Hajar Dewantara sangat relevan dengan kebijakan Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka. Kebijakan ini menekankan kebebasan belajar, otonomi lembaga pendidikan, dan pengurangan birokrasi, sejalan dengan gagasan pendidikan yang membebaskan, memanusiakan, dan menyesuaikan dengan potensi serta kebutuhan peserta didik. Pendidikan tidak hanya mencetak lulusan yang cerdas, tetapi juga berkarakter dan siap menghadapi tantangan zaman dengan tetap berpegang pada nilai-nilai luhur bangsa (Efendi, Muhtar, & Hrelambang, 2023).
Daftar Pustaka:
- Yudi. (2021, September 22). Biografi singkat Ki Hajar Dewantara. Islampos. https://www.islampos.com/biografi-singkat-ki-hajar-dewantara-233082/
- Dewantara, K. H. (1964). Asas-asas dan dasar-dasar Taman Siswa. Madjelis Luhur Taman Siswa. https://books.google.co.id/books?id=8KXtHuuzfwkC
- Efendy, T. (2023). Konsep sistem Among dalam pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara. Jurnal Multidisiplin Indonesia, 2(6), 1231–1242. https://jmi.rivierapublishing.id/index.php/rp/article/view/274
- Effendi, P. M., Muhtar, T., & Herlambang, Y. T. (2023). Relevansi Kurikulum Merdeka dengan konsepsi Ki Hajar Dewantara: Studi kritis dalam perspektif filosofis-pedagogis. Jurnal Elementaria Edukasia, 6(2), 548–561. https://doi.org/10.31949/jee.v6i2.5487
Biodata Penulis:
Tien Kamila Al Widad saat ini aktif sebagai mahasiswa di UIN Raden Mas Said Surakarta.