Di era modern yang serba cepat dan penuh distraksi, tantangan dalam dunia pendidikan semakin kompleks. Tidak hanya tuntutan akademik yang tinggi, tetapi juga kebutuhan akan pendekatan pembelajaran yang adaptif sesuai dengan karakteristik individu. Dalam konteks ini, pemahaman terhadap gaya belajar menjadi hal yang sangat krusial. Gaya belajar mengacu pada cara seseorang menerima, memproses, dan mengorganisasi informasi ketika belajar. Dengan mengetahui gaya belajar masing-masing, peserta didik dapat belajar secara lebih efektif dan efisien, sementara pendidik dapat menyusun strategi pengajaran yang lebih tepat sasaran.
Terdapat berbagai teori mengenai gaya belajar, namun yang paling populer adalah model VARK yang diperkenalkan oleh Fleming dan Mills, yang membagi gaya belajar menjadi empat kategori: Visual, Auditori, Reading/Writing, dan Kinestetik. Seseorang dengan gaya belajar visual cenderung memahami informasi melalui gambar, grafik, dan warna. Sebaliknya, pembelajar auditori lebih mudah memahami pelajaran melalui pendengaran. Adapun pembelajar reading/writing lebih menyukai teks, dan pembelajar kinestetik memahami melalui praktik langsung atau aktivitas fisik.
Penelitian oleh Ramadhani dan Marlina (2020) menunjukkan bahwa mahasiswa yang memahami gaya belajarnya cenderung memiliki performa akademik yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang tidak menyadari gaya belajarnya. Hal ini terjadi karena mereka dapat menyesuaikan metode belajar dengan kecenderungan kognitif mereka sendiri, misalnya dengan memilih menonton video, membuat mind-map, berdiskusi, atau melakukan simulasi praktikum. Hal ini penting untuk diperhatikan agar pemahaman lebih mendalam dapat dicapai.
Dalam layanan bimbingan konseling, pengetahuan tentang gaya belajar siswa juga memiliki peran penting. Konselor dapat membantu siswa mengenali potensi mereka dan mengarahkan mereka pada strategi belajar yang sesuai. Hal ini sejalan dengan temuan oleh Wuryandani dan Surya (2018) yang menekankan bahwa layanan bimbingan belajar yang berbasis pada gaya belajar siswa lebih efektif dalam meningkatkan motivasi belajar dan kemandirian akademik.
Di sisi lain, ketidaksesuaian antara gaya belajar siswa dan metode pengajaran dapat menimbulkan kejenuhan, stres, bahkan menurunkan motivasi belajar. Oleh karena itu, layanan konseling tidak hanya berperan dalam aspek emosional dan sosial, tetapi juga mendukung aspek akademik melalui pendekatan yang personal dan komprehensif. Hal ini penting untuk diperhatikan agar pemahaman lebih mendalam dapat dicapai.
Pemahaman terhadap gaya belajar tidak hanya bermanfaat bagi siswa, tetapi juga sangat membantu guru dalam merancang strategi pembelajaran. Misalnya, dalam satu kelas terdapat siswa dengan gaya belajar yang berbeda-beda, guru dapat menggunakan pendekatan blended learning yang menggabungkan visual (melalui slide presentasi), auditori (melalui ceramah), kinestetik (melalui praktik langsung), dan teks (melalui modul). Hal ini penting untuk diperhatikan agar pemahaman lebih mendalam dapat dicapai.
Hal ini diperkuat oleh penelitian Mutia dan Indrawati (2021) yang menyebutkan bahwa pembelajaran yang memperhatikan keragaman gaya belajar dapat meningkatkan partisipasi aktif siswa dan memperkuat pemahaman konsep. Selain itu, pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered learning) menjadi lebih bermakna karena mengakomodasi kebutuhan unik masing-masing peserta didik. Hal ini penting untuk diperhatikan agar pemahaman lebih mendalam dapat dicapai.
Mengetahui gaya belajar adalah langkah awal menuju proses pembelajaran yang efektif, efisien, dan menyenangkan. Baik siswa, guru, maupun konselor perlu memahami pentingnya hal ini sebagai bagian dari upaya menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan memberdayakan. Pendidikan bukanlah proses yang seragam, melainkan proses personal yang harus disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi tiap individu. Oleh karena itu, pemahaman tentang gaya belajar bukan hanya kebutuhan akademik, tetapi juga investasi jangka panjang dalam mengembangkan kualitas manusia yang utuh.
Pemahaman terhadap gaya belajar tidak hanya memiliki implikasi akademik, tetapi juga mencerminkan pendekatan pembelajaran yang menghargai keberagaman. Dalam kelas yang heterogen, setiap siswa memiliki latar belakang kognitif, budaya, dan pengalaman belajar yang berbeda-beda. Dengan mengenali gaya belajar, guru dapat lebih inklusif dalam merancang pengalaman belajar yang adaptif, sehingga semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil.
Gaya belajar juga berhubungan erat dengan pengembangan metakognisi, yaitu kesadaran seseorang terhadap proses berpikirnya sendiri. Siswa yang mengetahui bagaimana mereka belajar akan lebih mampu mengatur strategi belajar, menentukan tujuan, dan mengevaluasi hasil belajar mereka. Metakognisi yang baik sangat penting dalam pendidikan tinggi, di mana kemandirian belajar menjadi tuntutan utama.
Salah satu tantangan dalam mengimplementasikan pembelajaran berbasis gaya belajar adalah keterbatasan waktu dan sumber daya. Guru sering kali kesulitan untuk menyesuaikan metode pengajaran dengan setiap gaya belajar siswa dalam kelas yang besar. Oleh karena itu, penggunaan teknologi pembelajaran seperti platform e-learning, video interaktif, dan aplikasi pembelajaran adaptif dapat menjadi solusi efektif.
Teknologi memungkinkan penyampaian materi dalam berbagai format yang sesuai dengan beragam gaya belajar. Misalnya, siswa visual dapat mengakses infografis dan video animasi; siswa auditori dapat menggunakan podcast dan rekaman suara; siswa kinestetik dapat mengikuti simulasi virtual atau eksperimen digital. Dengan demikian, pemanfaatan teknologi secara bijak dapat menjembatani perbedaan gaya belajar sekaligus meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa.
Di sisi lain, pendidikan karakter juga dapat diperkuat melalui pendekatan gaya belajar. Misalnya, siswa kinestetik yang terlibat aktif dalam proyek kolaboratif atau kegiatan sosial akan lebih mudah menyerap nilai-nilai seperti kerja sama, tanggung jawab, dan empati. Gaya belajar auditori juga dapat digunakan untuk menanamkan nilai moral melalui narasi, cerita, dan diskusi kelompok.
Dalam dunia kerja, pemahaman tentang gaya belajar dapat menjadi bekal penting bagi lulusan perguruan tinggi. Di era globalisasi dan digitalisasi, individu dituntut untuk terus belajar dan beradaptasi dengan cepat. Mereka yang memahami cara belajar terbaik bagi dirinya akan lebih mudah mengembangkan kompetensi baru, mengikuti pelatihan, dan menyesuaikan diri dengan perubahan teknologi dan organisasi.
Pendidikan tinggi sebagai lembaga penghasil sumber daya manusia berkualitas, seharusnya mendorong mahasiswa untuk mengenali gaya belajar mereka sejak dini. Hal ini bisa dilakukan melalui asesmen awal perkuliahan, workshop belajar mandiri, serta pembimbingan akademik yang mengintegrasikan pendekatan personal. Dukungan dari dosen pembimbing, konselor akademik, dan pusat layanan mahasiswa sangat penting dalam proses ini.
Akhirnya, penting untuk disadari bahwa gaya belajar bukanlah label tetap yang membatasi siswa, tetapi merupakan alat bantu untuk memahami kekuatan dan preferensi mereka dalam belajar. Siswa tetap perlu diajak untuk mengeksplorasi berbagai gaya belajar agar memiliki fleksibilitas dan ketahanan dalam menghadapi tantangan pembelajaran yang beragam. Dengan demikian, mereka tidak hanya menjadi pelajar yang cerdas, tetapi juga adaptif dan resilien.
Daftar Pustaka:
- Mutia, A., & Indrawati, R. (2021). Pengaruh Strategi Pembelajaran Berdasarkan Gaya Belajar terhadap Hasil Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 28(2), 115-123. https://doi.org/10.23887/jpp.v28i2.37364
- Ramadhani, R., & Marlina, L. (2020). Analisis Gaya Belajar Mahasiswa dan Implikasinya terhadap Prestasi Akademik. Jurnal Konseling dan Pendidikan, 8(1), 9–15. https://doi.org/10.29210/138800
- Wuryandani, W., & Surya, M. (2018). Layanan Bimbingan Belajar Berbasis Gaya Belajar. Jurnal Bimbingan dan Konseling, 7(1), 52–59.
Biodata Penulis:
Tiara Anggi Sholihah lahir pada tanggal 28 Agustus 2005 di Boyolali.