Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Raja Ampat Bersuara, Etika Harus Dijaga

Tambang masuk ke Raja Ampat bukan karena kebutuhan rakyat, tapi karena kepentingan segelintir orang yang ingin mengambil untung besar.

Raja Ampat sedang tidak baik-baik saja. Raja Ampat bukan sekadar surga wisata dengan laut biru dan terumbu karang indah. Tapi keindahan itu kini berada di ujung tanduk, bukan hanya karena sampah wisata, tapi juga karena ancaman tambang yang mulai merangsek. Warga yang berani bersuara demi melindungi tanah dan lautnya justru dikriminalisasi. Raja Ampat kini ikut bersuara bukan hanya tentang keindahan yang harus dijaga, tapi juga tentang keadilan yang harus ditegakkan. Etika tidak hanya untuk wisatawan, tapi juga untuk penguasa dan pemilik modal.

Menurut Abror, aktivitas pertambangan yang berkelanjutan berpotensi menyebabkan berbagai kerusakan ekologis, seperti deforestasi, pencemaran tanah dan air, serta sedimentasi laut. (https://fst.umsida.ac.id, 10 Juni 2025).

Tambang masuk ke Raja Ampat bukan karena kebutuhan rakyat, tapi karena kepentingan segelintir orang yang ingin mengambil untung besar. Mereka datang membawa janji, tapi yang mereka tinggalkan nanti adalah kerusakan. Laut yang jernih bisa berubah jadi kotor, hutan yang hijau habis dibabat. Semua itu terjadi pelan-pelan, tapi dampaknya terasa lama.

#SaveRajaAmpat
Sumber: Instagram | @greenpeaceid

Warga yang menjaga tanahnya dianggap pengganggu, padahal warga yang paling tahu bagaimana hidup berdampingan dengan alam. Warga tidak minta lebih, hanya ingin laut tetap bersih dan tanah tetap subur. Warga hidup dari alam, bukan merusaknya. Tapi justru mereka yang dibungkam, sementara yang membawa kerusakan terus diberi jalan. Kalau ini terus dibiarkan, yang tersisa dari Raja Ampat hanya cerita dan gambar saja. Tempat yang dulunya jadi tujuan wisata dunia bisa berubah jadi kawasan industri yang mati. Bukan karena alamnya hilang sendiri, tapi karena dirusak secara sengaja.

Tambang Mengancam Raja Ampat

Raja Ampat bukan tempat dijadikan tambang. Raja Ampat surga yang harus dijaga, bukan digali. Memasukkan tambang ke Raja Ampat ibarat menyalakan api di tengah hutan yang damai. Tambang tidak membawa harapan, tapi membawa ancaman.

Tambang tidak pernah datang tanpa jejak. Aktivitas tambang hanya saja akan merusak ekosistem yang selama ini tumbuh alami. Mesin-mesin berat, limbah, dan bahan kimia dari tambang akan mencemari laut dan merusak daratan. Kehidupan biota laut akan terganggu, dan terumbu karang bisa hancur tanpa bisa dikembalikan seperti semula.

Menempatkan Raja Ampat sebagai lokasi tambang sama saja menempatkannya dalam risiko kehilangan jati diri. Raja Ampat perlahan berubah dari kawasan konservasi menjadi kawasan yang terbuka bagi kepentingan bisnis besar. Keberadaan tambang di Raja Ampat menunjukkan bahwa kepentingan ekonomi lebih diutamakan daripada keberlangsungan alam. Perubahan ini tidak membawa kebaikan bagi alam maupun warga Raja Ampat.

Berdaya Tanpa Merusak

Pencabutan izin tambang di Raja Ampat oleh Presiden adalah langkah terbaik, tapi tidak boleh berhenti sampai di situ. Raja Ampat membutuhkan model pembangunan berbasis hak kelola masyarakat lokal, bukan proyek dari luar yang membawa janji tanpa jaminan. Warga adat yang sudah hidup turun-temurun di Raja Ampat harus diberi hak dan ruang untuk mengelola sumber daya alam secara mandiri. Pemerintah harus segera menyusun arah pembangunan baru di Raja Ampat yang berbasis perlindungan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal. Pemerintah bisa memfasilitasi dengan perizinan khusus berbasis kearifan lokal dan prinsip konservasi.

Pemerintah perlu membentuk lembaga pengelola khusus untuk kawasan Raja Ampat, semacam badan otoritas independen yang fokus menjaga ekosistem dan mendukung inovasi ekonomi hijau. Lembaga ini harus melibatkan warga Raja Ampat, sehingga keputusan yang diambil bukan hanya berdasarkan untung-rugi ekonomi, tapi juga kelestarian jangka panjang.

Tak kalah penting pembangunan infrastruktur digital dan pendidikan lingkungan. Akses internet dan teknologi informasi bisa membuka peluang ekonomi kreatif baru bagi masyarakat muda, seperti fotografi alam, edukasi virtual. Pendidikan lingkungan juga sangat perlu diperkuat sejak dini, agar generasi berikutnya tumbuh sebagai penjaga alam, bukan perusaknya.

Raja Ampat harus dijadikan zona larangan permanen untuk semua jenis pertambangan dan eksploitasi skala besar, sebagaimana negara lain menetapkan kawasan lindung yang tidak bisa dinegosiasikan. Zona ini bukan hanya melindungi laut dan daratan Raja Ampat, tapi juga melindungi masa depan ekonomi masyarakat setempat yang bergantung pada ekosistem yang sehat.

Berdaya tanpa merusak bukan sekadar slogan, namun merupakan arah pembangunan yang adil bagi warga dan alam. Jika Raja Ampat dikelola dengan cara yang tepat, maka Raja Ampat bisa jadi contoh nasional bahkan dunia yang memiliki daerah yang tetap indah, tetap alami, tetapi juga membuat warganya sejahtera. 

Raja Ampat tidak perlu diselamatkan dengan menggali kekayaannya, tapi dengan menjaga alam yang sudah ada. Saat alam tetap lestari dan masyarakat diberi ruang untuk tumbuh, disitulah keseimbangan tercipta. Kita tidak butuh tambang untuk menunjukkan kemajuan, kita butuh keberanian untuk memilih jalan yang lebih bijak. Jika Raja Ampat dibiarkan hidup dengan caranya sendiri, Raja Ampat akan terus menjadi kebanggaan Indonesia, bukan karena hasil bumi yang diambil, tapi karena keindahan dan kehidupan yang berhasil dijaga. Saatnya negara hadir lebih dari sekadar pencabut izin, negara harus menjadi pelindung masa depan Raja Ampat.

Rahel Fernandez Simarmata

Penulis:

  1. Rahel Fernandez Simarmata merupakan mahasiswa, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Prodi Manajemen, di Universitas Katolik Santo Thomas Medan.
  2. Helena Sihotang, S.E., M.M merupakan dosen tetap, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Prodi Manajemen, di Universitas Katolik Santo Thomas Medan.

© Sepenuhnya. All rights reserved.