Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Sleep Paralysis sebagai Jembatan Dialog Sains dan Agama

Dalam Islam Sleep Paralysis disebut dengan Al-jathum (Kelumpuhan tidur) yang memiliki arti jin duduk yang duduk yajthum di dada seseorang jika ...

Apakah Anda pernah mengalami Sleep Paralysis atau Ketindihan? Bagaimana tanggapan Anda terhadap pengalaman tersebut? Apakah Anda menganggapnya sebagai masalah psikologis atau mungkin karena pengaruh roh jahat? Mari kita bahas bersama dalam hubungan sains dan agama.

Sleep Paralysis merupakan kondisi di mana seseorang memiliki kesadaran saat tidur tetapi tidak dapat menggerakkan tubuh atau berbicara selama beberapa detik hingga menit. Penderitanya juga dapat mengalami kesulitan bernapas dan merasakan tekanan di dada (Azka Diana, 2022). Menurut The International Classification of Sleep Disorders, Sleep Paralysis diklasifikasikan sebagai gangguan tidur parasomnia yang ditandai oleh abnormalitas fisiologis saat transisi antara tidur dan terjaga, disertai dengan halusinasi dan kecemasan, seperti melihat, mendengar, atau merasakan kehadiran makhluk lain. kondisi gangguan tidur ini dapat dialami oleh semua orang (Basa Dewangga Yuda, et al 2023).

Sleep Paralysis sebagai Jembatan Dialog Sains dan Agama

Ketindihan sering terjadi ketika seseorang tidur dalam keadaan lemah dan tak berdaya. Fenomena ini dianggap sebagai gangguan dari makhluk halus yang menguji kekuatan mental dan spiritual seseorang, dengan tujuan menggoyahkan ketenangan dan keyakinan mereka. Oleh karena itu, ketindihan memunculkan berbagai penafsiran, baik dari perspektif medis maupun keagamaan, dan sering kali memerlukan pendekatan holistik yang menggabungkan aspek fisik, mental, dan spiritual untuk memahami makna dan penyebabnya ( Satira Luthfia Zahra Susilo, et al 2024).

Dalam Islam Sleep Paralysis disebut dengan Al-jathum (Kelumpuhan tidur) yang memiliki arti jin duduk yang duduk yajthum di dada seseorang jika selama ini melalaikan sholat atau kewajiban lainnya. Ibnu al-Manzur mengatakan bahwa al-jatham adalah kabus yang diturunkan kepada seseorang di malam hari. Kabus yang diturunkan kepada seseorang ketika ia tidur disebut al-jahtum. Al-kabus atau incubus merupakan mimpi buruk yang datang pada seseorang saat tidur. (Satira Luthfia Zahra Susilo, et al 2024).

Dalam perspektif sains, kelumpuhan tidur merupakan kejadian saat seseorang terbangun dari tidur lelap tetapi tidak dapat bergerak atau berbicara, seringkali mengalami halusinasi yang jelas. Kondisi ini disebabkan oleh persistensi atonia dari tidur rapih eye movement (REM) hingga terjaga, disebabkan kurang tidur, stres psikologis, dan pola tidur tidak teratur. Sleep Paralysis terjadi ketika atonia disadarkan pada REM dan berlanjut hingga terbangun (Vijay Bhalerao, et al 2024).

Ketindihan bukan dipandang dari sisi psikologis saja, namun di pandang juga sebagai pengalaman spiritual dalam berbagai budaya. Ketindihan dipandang sebagai pengalaman supranatural ketika seseorang merasa terhubung dengan entitas lain atau mengalami fenomena supranatural. Fenomena ini sering dipahami sebagai bentuk interaksi dengan dunia spiritual yang tinggi, pemahaman tersebut menjadi jendela untuk memahami realitas yang luas. Hubungan psikologi dan spiritualitas dalam ketindihan bukan hanya gangguan tidur, tetapi pengalaman yang bisa memberikan wawasan mendalam tentang kesehatan mental dan spiritual seseorang. (Heppy agustina harefa, et al 2024).

Menggabungkan pemahaman sains dengan nilai agama dapat membantu kita mengatasi ketindihan dengan lebih tenang dan bermanfaat. Sains memberi penjelasan bagaimana proses anatomi yang terjadi dan keyakinan agama memberikan ketenangan dan perlindungan spiritual. Jika ketindihan sering terjadi dan mengganggu, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan profesional medis serta ustadz untuk mendapatkan penanganan yang sesuai. Secara singkat, cara mengatasi ketindihan meliputi perbaikan pola tidur dan gaya hidup, pengelolaan stres, serta penguatan iman melalui doa sesuai ajaran Islam.

Dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa Ketindihan dan Sleep Paralysis dapat dapat berfungsi sebagai titik temu antara sains dan agama. Sains memberikan penjelasan yang logis tentang ketindihan, sementara agama memberikan makna dan konteks spiritual. Dengan mendiskusikan keduanya, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang pengalaman manusia. menggabungkan kedua perspektif ini memberikan kita pemahaman yang lebih holistik. Kita mampu melihat ketindihan bukan sebagai gangguan tidur, tetapi juga sebagai pengalaman yang dapat memperkaya pemahaman kita tentang kesehatan mental dan spiritual. Dengan cara ini, kita bisa menghadapi ketindihan dengan lebih tenang, menggunakan pengetahuan medis untuk mengatasi penyebab fisiknya, dan mengandalkan keyakinan agama untuk menemukan ketenangan dan perlindungan.

Referensi:

  • Vijay Bhalerao, Shasshank Gotarkar, Deepak Vishwakarma, Sushim Kanchan, Recent Insights Into Sleep Paralysis: Mechanisms and Management, Vol.16, No.1.2024
  • Azka Diana, Fenomena Ketindihan Perspektif Medis dan Agama Islam, Vol.1, No.2.2022
  • Satira Luthfia Zahra Susilo, Jenuri, Analisis Keterkaitan Fenomena Sleep Paralysis dengan Perspektif Agama Islam, e-ISSN 2964-4941. 2024
  • Basa Dewangga Yuda, Gempa Gelvani Putri, Nadhif Ramadhan, Nur Amin Barokah Asfsri, Sleep paralysis ditinjau dari Perspektif Neuropsikologi: kajian literatur, Vol.3, No.6.2023
  • Heppy Agustin harefa, Wiki Purnama Gulo, Monica Santosa, Misteri Ketindihan: Hubungan antara aspek Psikologi, Spiritualisas, dan Kesehatan Mental, Vol.1, No.1. 2024

Difa Yunika Putri

Biodata Penulis:

Difa Yunika Putri lahir pada tanggal 22 Juni 2006 di Pekalongan.

© Sepenuhnya. All rights reserved.