Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Tuntutan Fisik dan Kewajiban Ibadah: Studi Kasus Meninggalkan Salat saat Pendakian Puncak Gunung

Beberapa pendaki sekarang sering meninggalkan salat demi bisa mendapatkan pemandangan lautan awan, sunrise dan puncak. Padahal meninggalkan salat ...

Mendaki gunung merupakan aktivitas yang melibatkan perjalanan naik ke daerah pegunungan dengan berjalan kaki menuju tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Secara lebih luas, kegiatan ini meliputi berbagai jenis aktivitas mulai dari rekreasi ringan hingga ekspedisi, penelitian, atau penjelajahan ke puncak-puncak tinggi yang sulit dijangkau, yang sering kali memakan waktu berhari-hari bahkan berminggu-minggu. Mendaki gunung mengkombinasikan unsur olahraga dan rekreasi, di mana para pendaki menghadapi berbagai tantangan dan risiko di lereng serta jurang gunung demi menikmati pemandangan alam yang menakjubkan dari puncak, meskipun harus melewati kesulitan, seperti mendaki tebing yang terjal.

Studi Kasus Meninggalkan Salat saat Pendakian Puncak Gunung

Beberapa pendaki sekarang sering meninggalkan salat demi bisa mendapatkan pemandangan lautan awan, sunrise dan puncak. Padahal meninggalkan salat selama pendakian di gunung tidak di perbolehkan dalam ajaran Islam.

Para pendaki Muslim diwajibkan untuk tetap menunaikan ibadah salat walaupun situasi di gunung seperti dalam surah ini Allah berfirman:

اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا

“Sungguh, salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”

Ayat ini menjelaskan bahwa salat adalah kewajiban yang telah ditetapkan waktunya bagi setiap Muslim, sehingga tidak boleh ditinggalkan. (QS. An-Nisa’ (4): 103).

Umat Islam bisa memanfaatkan berbagai keringanan yang disediakan oleh syariat. Berikut adalah parafrase dari penjelasan tentang mengqashar, menjamak, dan tayamum dalam salat:

  • Mengqashar Salat: Memendekkan salat yang biasanya terdiri dari empat rakaat menjadi hanya dua rakaat, khusus untuk salat Zuhur, Ashar, dan Isya'. Hal ini diperbolehkan apabila seseorang sedang melakukan perjalanan jauh, dengan jarak sekitar 80 kilometer atau 16 farsakh, serta selama perjalanan tidak melakukan perbuatan maksiat.
  • Menjamak Salat: Menggabungkan dua salat yang berbeda waktunya menjadi satu waktu pelaksanaan, misalnya menjamak salat Zuhur dan Ashar secara bersamaan. Praktik ini diperbolehkan dalam situasi tertentu seperti sedang dalam perjalanan jauh (safar), mengalami sakit, atau menghadapi kondisi yang menyulitkan.
  • Tayamum: Cara bersuci menggunakan debu atau tanah ketika air tidak tersedia atau ketika menggunakan air dirasa sulit, misalnya karena suhu yang sangat dingin. Dengan tayamum, seseorang tetap dapat melaksanakan salat secara sah meskipun tanpa berwudhu dengan air.

Pendakian gunung merupakan sebuah aktivitas fisik yang sangat menantang dan penuh risiko. Para pendaki harus menghadapi berbagai medan yang sulit, seperti lereng yang curam, permukaan berbatu, serta area berpasir yang dapat menghambat langkah. Selain itu, mereka juga harus beradaptasi dengan kondisi cuaca yang sering berubah-ubah secara ekstrem dan menghadapi penurunan kadar oksigen di ketinggian yang dapat mempengaruhi fungsi tubuh. Oleh karena itu, pendakian ini menuntut kebugaran fisik yang optimal, khususnya dalam hal daya tahan aerobik untuk menjaga stamina selama perjalanan panjang, serta kekuatan otot anaerobik untuk mengatasi medan berat dan membawa beban perlengkapan. Persiapan fisik yang matang melalui latihan seperti jogging, bersepeda, push-up, dan pull-up sangat dianjurkan agar tubuh mampu beradaptasi dan mengurangi risiko cedera maupun kelelahan yang berlebihan.

Dampak Fisik terhadap Pelaksanaan Salat

Kondisi fisik yang melelahkan dan lingkungan yang penuh tantangan dapat secara signifikan mempengaruhi kemampuan dan motivasi pendaki untuk melaksanakan salat tepat waktu. Kelelahan otot, dehidrasi, dan gangguan pernapasan akibat udara tipis di ketinggian bisa membuat pendaki merasa sangat lelah dan kurang fokus, sehingga berpotensi menunda atau bahkan meninggalkan salat. Selain itu, keterbatasan fasilitas seperti tidak adanya tempat yang bersih dan rata untuk melaksanakan salat, serta ketersediaan air untuk berwudhu yang terbatas, menjadi kendala nyata di lapangan. Tekanan fisik yang tinggi, ditambah dengan tekanan mental akibat medan yang berbahaya dan risiko keselamatan, dapat menurunkan semangat dan konsentrasi pendaki dalam menjaga kewajiban ibadahnya. Hal ini terutama terjadi jika pendaki belum memahami atau belum menerapkan keringanan-keringanan yang diberikan oleh syariat Islam, seperti mengqashar, menjamak, atau tayamum, yang seharusnya dapat membantu mereka tetap menjalankan salat dalam kondisi sulit.

Faktor Tambahan yang Mempengaruhi

Selain faktor fisik dan lingkungan, aspek psikologis juga berperan penting. Rasa takut, stres, dan kelelahan mental selama pendakian dapat memperburuk kondisi fisik dan menurunkan motivasi untuk beribadah. Pendaki yang kurang persiapan mental dan spiritual mungkin lebih mudah tergoda untuk mengabaikan salat demi fokus pada keselamatan dan penyelesaian pendakian.

Referensi:

  • Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: ALFABETA, 2014.
  • Anggriawan, N. (2015). Peran Fisiologi Olahraga dalam Menunjang Prestasi. Jurnal Olahraga Prestasi, 11(2), pISSN 0216-4493 e-ISSN 2597-6109
  • Abdul Aziz, N. A., Jaafar, N. J., Raman, T. L., Ramlan, M. A., Saikim, F. H., & Nordin, N. M. (2023). CLIMBERS’ PREPARATION BEFORE HIKING: THE CASE OF GUNUNG NUANG. Malaysian Forester, 86(1).
  • Fitria, S., & Muslim, F. (2023). Motivasi Mahasiswa dalam Mendaki Gunung Gamalama Sebagai Wisata Minat Khusus (Studi Kasus Mahasiswa di Universitas Khairun, Universitas Muhammadiyah dan Stikip) . TOBA (Journal of Tourism, Hospitality and Destination), 2(4), 127–131.

Penulis: Muh Ikhwan Nurosid

© Sepenuhnya. All rights reserved.