Di pasar tradisional hingga mal besar, satu ucapan yang terus terdengar: "Dulu dengan uang satu juta bisa beli banyak barang, tetapi sekarang tidak lagi." Inflasi ini seperti silent thief yang perlahan menggerogoti nilai mata uang kita. Tapi jangan khawatir, belajar menjadi investor dari sekarang sangatlah mudah, mulai dari sekarang sebelum terlambat. Terlebih lagi, kita punya alat untuk menjaga nilai mata uang rupiah yang semakin menurun, yaitu emas fisik dan saham dividen. Manakah yang lebih baik antara keduanya?
Emas: Benteng untuk Nilai Aset
Sejak dahulu kita berdagang dengan sistem barter, emas telah menjadi lambang kekayaan yang populer. Emas ini seperti memiliki magic. Bayangkan jika Anda membeli emas batangan 10 tahun yang lalu. Meski daya beli uang menurun, nilai emas tersebut bisa naik 2 kali lipat. Inilah yang membuatnya menjadi pelindung inflasi yang paling menjanjikan. Ketika harga-harga melambung tinggi, nilai emas justru cenderung mengikutinya. Keunggulan emas ada pada sifatnya yang tangible (bisa dipegang, nyata) dan diakui nilainya secara global. Emas tetap populer di kalangan investor, terlepas dari ekonomi yang sedang berkembang atau resesi.
Namun emas bukan tanpa kekurangan. Emas disimpan dengan tenang di brankas, tanpa menciptakan pertumbuhan seperti aset lainnya. Hanya akan mendapatkan keuntungan jika menjualnya dengan harga yang lebih tinggi. Belum lagi risiko penyimpanan dan asuransi yang harus ditanggung. Emas dapat menjadi investasi yang baik untuk kebutuhan jangka pendek mulai dari 1-3 tahun. Namun untuk menciptakan kekayaan yang sesungguhnya, kita membutuhkan sesuatu yang lebih hidup dan tumbuh.
Saham Dividen: Uang yang Bekerja untuk Anda
Inilah daya tarik saham dividen. Bisa menjadi pemilik sebagian dari bisnis perusahaan yang sesungguhnya. Setiap kuartal atau tahunan, perusahaan membagikan sebagian keuntungannya kepada investor yang menanamkan modal saham ke perusahaan mereka. Bayangkan uang Anda bekerja saat Anda tidur! Perusahaan yang membayar dividen secara teratur termasuk bank-bank besar dan perusahaan. Pada periode inflasi, perusahaan-perusahaan ini sering kali menaikkan harga jual produk, sehingga tetap mampu membayar dividen. Hal ini menjadikan saham dividen sebagai alat melawan inflasi yang efektif.
Tapi dunia saham tidak semudah itu. Harga bisa naik-turun dalam hitungan hari. Perusahaan yang kemarin sehat bisa saja tiba-tiba mengurangi dividennya. Di sinilah pentingnya memilih perusahaan dengan fundamental kuat dan track record pembagian dividen yang konsisten.
Strategi: Jangan Memilih, Miliki Keduanya!
Dalam dunia investasi, kita sering dihadapkan pada pilihan emas atau saham? Namun, mengapa harus memilih jika Anda bisa memiliki keduanya? Dengan strategi ini, kekuatan emas sebagai aset safe haven dengan potensi pertumbuhan dividen saham, sehingga menghasilkan portofolio yang seimbang dan tangguh. Tahap pertama adalah meletakkan fondasi yang kuat dengan menginvestasikan 20-30% dana dalam bentuk emas. Logam mulia ini berfungsi sebagai alat pengaman aset, melindungi portofolio ketika pasar saham atau ekonomi sedang berfluktuasi. Emas memiliki sejarah panjang sebagai penyimpan nilai, terutama pada masa krisis, sehingga kehadirannya memberikan ketenangan dan stabilitas.
Sementara itu, 70-80% sisanya dapat dialokasikan untuk saham dividen tinggi dengan track record pembayaran dividen yang sudah terbukti dan kebijakan yang transparan. Perusahaan-perusahaan ini biasanya memiliki fundamental dan manajemen yang baik serta kemampuan untuk menghasilkan keuntungan jangka panjang. Dividen yang meningkat dari tahun ke tahun tidak hanya memberikan pendapatan pasif, tapi juga mengindikasikan kesehatan perusahaan yang baik.
Pemula yang ingin berinvestasi pada saham tapi tidak memiliki waktu atau keahlian untuk menganalisis saham, reksa dana dan ETF (Exchange Traded Funds) bisa menjadi pilihan awal. Reksa dana saham adalah perusahaan yang dikelola oleh investor berpengalaman. Bisa dimulai dengan investasi kecil menggunakan platform seperti Bibit, Bareksa, atau aplikasi bank. Sementara itu, ETF saham, seperti ETF, IDX30 atau LQ45. Berbeda dengan reksa dana, yang hanya dapat dibeli dengan NAB di akhir hari, ETF diperdagangkan di bursa seperti saham biasa, sehingga dapat dibeli dan dijual kapan saja selama jam pasar. Kedua opsi ini cocok untuk pemula yang ingin belajar investasi pasar saham dengan risiko lebih rendah dan tanpa harus memilih saham sendiri.
Untuk pemula, bisa mulai dengan emas fisik dalam jumlah kecil sambil mempelajari 3-5 saham dividen dengan fondasi yang kuat. Alokasikan dana secara bertahap, jangan terburu-buru, dan ingat bahwa emas dan saham dividen adalah investasi jangka panjang. Jika harga emas naik secara signifikan, ini adalah waktu yang tepat untuk mengambil sebagian keuntungan dan berinvestasi pada saham-saham dividen yang saat ini sedang murah. Sebaliknya, jika pasar saham sedang naik, aset dapat dilindungi dengan meningkatkan kepemilikan emas.
Kesabaran dan kedisiplinan akan menjadi kunci keberhasilan investor. Dengan begitu, tidak perlu lagi terjebak dalam pertanyaan “Lebih baik emas atau saham?” dan kita dapat menikmati keuntungan dari keduanya secara optimal. Inflasi bukan musuh untuk orang yang pandai mengelola aset. Justru dengan pemilihan keputusan yang tepat, kita bisa membuat inflasi bekerja untuk kita, bukan sebaliknya. Jadi, sebagai Gen-Z yang paham teknologi dan aware dengan inflasi, mulailah membangun benteng pertahanan finansial untuk masa depan.
Biodata Penulis:
Yusa Ariyanti, lahir pada tanggal 7 Februari 2006 di Karanganyar, saat ini aktif sebagai mahasiswa, Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Ia memiliki ketertarikan di bidang ekonomi, keuangan, dan investasi, khususnya dalam analisis pasar modal, strategi investasi jangka panjang dan belajar menyederhanakan konsep-konsep ekonomi dan investasi agar mudah dipahami oleh generasi muda. Penulis bisa disapa di Instagram @yusaariyanti